Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
─
“HEI, Namjoon!”
Meski terdengar familier, suara baritone setengah teriak itu tetap saja membuat yang dipanggil reflek bergerak mundur dan berimbas pada jatuhnya selusin susu melon dari rak yang—secara tidak sengaja—ia senggol.
Namjoon berlutut dan memunguti kotak susu yang tergeletak berantakan di lantai.
Di dalam hati dia setengah berdo’a agar tidak ada yang bocor atau penyok, setengahnya lagi mencerca suara sialan yang menginterupsi kegiatan mengobservasi perbandingan kejernihan beberapa merek minyak sayur.
Sepasang lengan lain dengan tangan lebar ikut menjulur lebih dalam untuk meraih beberapa susu kotak yang menyusup ke bawah rak.
Dua manusia bermarga Kim itu berdiri setelah membariskan kotak susu dengan rapi.
Namjoon kenal sekali dengan rahang tegas, alis tebal, tahi lalat di hidung dan di bawah mata kiri, warna kulit terbakar dan senyum kotak khas.
Sosok jangkung berjaket merah dengan tampang sombong itu tidak lain dan tidak bukan adalah adik tunggalnya, Kim Taehyung yang sudah lama hilang ditelan bumi.
“Bagaimana kabar?” dia menarik tangan Namjoon dan menjabatnya dengan akrab.
Meski sebal dengan tampang tidak bersalah dan panggilan tanpa sufix ‘kakak’ dibelakang namanya, Namjoon tidak bisa membungkam senyum lebar melihat adiknya lagi setelah enam bulan lamanya.
Lesung pipi singgah di pipinya, “Ya begitu. Bumi masih bulat. Kau sendiri bagaimana? Tambah hitam saja itu kulit.”
Namjoon menunjuk wajah Taehyung dengan dagunya. Yang disinggung hanya mengudarakan tawa kering.
“Jelas. Baru pulang dari Hawaii kemarin lusa.”
“Penulis memang beda, ya. Enak sekali.” Gelengan kepala Namjoon menyiratkan kekaguman, dia sampai hampir menepuk tangan.
Taehyung memutar bola matanya, “Bukan liburan ini. Aku pergi ke sana buat cari referensi nyata. Travel notes, Joon.”
Dengan alis bertaut, Taehyung menghembus napas panjang sampai sepasang netranya terpejam. Kedua tangannya memagut di pinggang. “Apanya yang enak.”
Raut pasrah-lelah-malas yang tergambar jelas di wajah Taehyung membuat Namjoon terbahak. Bukan karena apa, tetapi wajah kekanakan adiknya itu terlihat semakin konyol dengan ekspresi yang dibuat-buat.
Taehyung kecil yang dulunya cengeng, banyak mau, hobi mandi lumpur dan coret-coret tidak jelas itu sekarang telah tumbuh dan berkembang dengan baik; sangat baik.
Di usia yang belum seperempat abad saja dia sudah mahir mengelola hidup dan finansialnya sendiri tanpa perlu melibatkan koleganya.
Justru hobi Taehyung semasa kecil mencorat-coret tembok, kertas dan mukanya dengan tulisan-tulisan abstrak dengan tipografi cakar ayam itu ternyata ada faedahnya juga.
“Jalan dulu, ya. Nanti mampir ke apartemenku.”
Taehyung tersenyum lebar sampai barisan giginya yang putih terekspos. Dia melangkah mendekat dan menepuk-nepuk pundak Namjoon.
Namjoon mengacungkan jempol kanannya. “Sip. Masih apartemen yang dulu, ‘kan?”
“Yes.”
Tangannya kemudian bergerak mengusak-usak kasar rambut hitam Taehyung, “Rambutmu agak ikal ternyata. Keriting seperti ramyun.”
Taehyung meringis merasa rambutnya dijepit di sela-sela jari dan ditarik-tarik, “Potong rambut sana. Sudah kusut, gondrong begini.”
“Biar. Orang ganteng selalu bebas.”
Taehyung mengapit dagunya dengan ibu jari dan telunjuk, tersenyum narsis dengan alis dinaik-turunkan.
Namjoon sempat mengadu dalam hati pasal salah apa aku punya adik begini, tetapi ucapan Taehyung memang tidak ada salah-salahnya juga.
“Gantengan aku kemana-mana.”
Namjoon mematai gerak-gerik Taehyung meraih sekotak susu melon, lalu berjalan melewatinya dan belok ke rak sebelah.
Taehyung yang hilang dari pandangan sempat mengukir sebuah kernyitan heran di wajah Namjoon.
“Percuma ganteng tapi tidak laku.”
Muka Taehyung tiba-tiba muncul dan terlihat dari sela-sela rak.
Sementara itu, Namjoon sempat blank out,terpaku sebentar di tempat untuk mencerna kata-kata Taehyung.
Baru ketika senyuman jahil terbentuk di bibir Taehyung, dia benar-benar paham celaan adiknya.
Maksudnya aku jomblo?
Mulutnya baru saja membuka untuk membalas cercaan adiknya, tetapi sosok yang dicari sudah menghilang dari sela-sela rak. Namjoon berlari sampai ke ujung rak mencari objek dampratannya nanti.
Taehyung sedang bertransaksi membayar susunya, serta memamerkan senyum menawan kepada kasir wanita ketika menolak pemakaian plastik.
Toh, untuk apa. Dia hanya beli sekotak kecil susu melon, ribet pakai plastik.
Taehyung menyempatkan diri untuk memeletkan lidah pada kakaknya yang berdiri di ujung rak, kemudian melarikan diri sambil cekikikan.
Simpang empat imajiner muncul di kening Namjoon. Cercaan sudah tidak bisa dikulum lagi,
“Ngaca bangsat!”
Taehyung tidak berkilah, karena faktanya dia juga memang tidak punya pacar.
Bukan karena tidak laku, buktinya mantan-mantan Kim Taehyung tidak bisa dihitung jari. Tetapi sejak blog-blognya yang berisi travel notes dibukukan dan laris di pasaran, waktu luangnya kian menyempit. Susah mau berduaan dengan pacar.
Jadi, pacarannya nanti-nanti dulu.
Masalah pacar itu mudah, Taehyung hanya perlu mencari target. Memangnya ada yang mau menolak Kim Taehyung?