Lembar 9

339 55 19
                                    

Gakushuu Asano menatap dataran Helheim dengan mata menggelap. Semilir angin sedingin es menerpa wajahnya, tidak sejuk dan tidak nyaman sama sekali. Helheim memang tidak bisa dibedakan pagi dan siangnya, Gakushuu yakin bahwa sudah 24 jam lebih waktu berlalu, namun matahari belum muncul. Tangannya menyilang di atas balkon marmer yang ikut mendingin karena suhu, ia berusaha menenangkan pikirannya. Di balik tubuhnya, ditutupi jendela besar itu, (Name) dan Shiota Nagisa masih bisa dilihat sedang berdiri di sebelah tubuh Karma yang terkulai lemas di atas kasur megah. Kadang kali terlihat (Name) mencelupkan kain putih yang sudah menguning ke baskom berisi air hangat yang dibawa Nagisa, memerasnya, kemudian menaruhnya di atas dahi Karma dengan hati-hati.

Keadaan Karma memang menyedihkan sekali, kalau Gakushuu diperbolehkan jujur. Matanya tertutup rapat-namun sang Pangeran seperti berusaha keras untuk membukanya. Napasnya menderu-deru, keringat dingin mengalir terus, sesekali kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat dan tak mantap, seperti sedang berjuang melawan riwan tanpa akhir. Bahkan kemungkinan Gakushuu bisa membunuhnya saat ini tinggi sekali-tapi tidak. Telapak tangan kanannya terlihat semakin biru, apakah itu memar? Apakah memar bisa separah itu? Tidak, tidak mungkin, Gakushuu yakin itu bukan memar, lagi pula Karma tidak menghantam apapun dengan tangannya.

Tiba-tiba terdengar kenop pintu yang dibuka, Gakushuu melirik ke belakang, melihat sosok baru yang mungkin ingin ikut bersantai dengannya di balkon sambil menatap pemandangan suram dataran Helheim. "Ah, (Name) ...."

Gadis itu kemudian ikut menyandarkan tubuhnya di tembok marmer balkon. Hidungnya memerah. "Dingin sekali ...."

.

.

.

Borders

an Karma x Reader story written by Aka-niira

Ansatsu Kyoushitsu (c) Matsui Yuusei

Warning/Disclaimer: Gabungan mitologi, tema dan pembahasan sensitif, OOC, etc.

Happy Reading!

.

Lembar 9

.

.

"Gakuhou pasti dalang dari malapetaka ini."

Mendengar pendapat yang dilontarkan olehku dengan tiba-tiba, Gakushuu memutar badannya yang semula memunggungi jendela kemudian mendesah. "Itu sudah pasti. Orang itu memang benar-benar."

"Kadang aku bersyukur, selain mata kalian dan sifat perfeksionis yang membosankan itu, tidak ada hal lain yang mirip dari kalian berdua."

"Begitu?" Gakushuu memiringkan kepala. Padahal hampir delapan puluh persen warga Aflheim mengatakan mereka seakan serupa.

Untuk beberapa saat aku dan Gakushuu saling diam. Gakushuu terlihat tengah memandangi wajah Karma yang tertidur di atas kasur dengan tidak fokus, sepertinya ia tengah berpikir-mungkin juga melamun. Aku sudah cukup puas sampai rasanya aku sudah tidak kuasa lagi menatap wajah Karma yang terlihat tengah menanggung rasa sakit yang cukup pedih itu. Keringatnya masih bercucuran tanpa henti meski di tengah kedinginan bak musim dingin ini. Helheim bagaikan dunia yang monokrom, ya, hampir seperti itu. Sama sekali tidak ada saturasi, perpaduan warna yang kucam cocok untuk melungsurkan semangat hidup. Ketika aku memandang dedaunan yang ditiup angin, tiba-tiba aku baru tersadar akan sesuatu.

Between the Borders [Karma Akabane X Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang