'Kurasa, makin lama sakit ini makin nyata, bahkan saat-saat dimana kakiku kuat rasanya seperti dijepit oleh kilatan dari dalam tanah'
Seseorang dengan mata sayu serta segala lebam di sekujur tubuhnya kini mulai terbuka sedikit demi sedikit hingga kilatan cahaya putih dari lampu semakin jelas ia lihat. Meskipun lemas dia tetap mencoba menggerakkan kepalanya pelan untuk mencari tahu keberadaannya.
Laki-laki dengan kepala tertunduk dan topi yang menutupi seluruh mukanya, menjadi orang pertama yang ia lihat. Dengan sura kecil, dia mencoba memanggil laki-laki itu.
"Hei" dia menggerakkan tangannya untuk menyentuh bahu laki-laki tadi, ia terkejut karena tiba-tiba tangannya ditepis oleh laki-laki yang sudah menaikkan kepalanya itu.
"Oh, udah bangun?" Tanya laki-laki itu dengan senyum lebar, bahkan orang yang diajak berbicara hanya diam tak berkutik sambil mengelus tangannya yang tadi ditepis itu.
"Kamu siapa? Saya dimana?" Dia memundurkan tubuhnya meski sia-sia karena seluruh pergerakkan tubuhnya dikunci oleh laki-laki tadi.
"Kamu ada di- mana ya?" Laki-laki itu tertawa keras dan beranjak dari ranjang yang digunakan gadis itu.
"Lo nggak inget gua?" Tiba-tiba laki-laki itu membelai rambut wanita yang hanya diam sambil menelan salivanya susah payah, matanya mengisyaratkan ketakutan tapi lawan tatapnya mengisyaratkan kebahagiaan tak terbatas.
"Maaf tapi kamu siapa?" wanita itu berusaha menepis tangan di pucuk rambutnya itu, laki-laki itu tersenyum miring dan meluruskan lagi badannya lalu pergi dari kamar tadi.
***
"Stev, lo dimana?" Teriak Stella dari ponsel yang ada di gengaman tangannya. Orang di sebrang sana tengah tertawa.
Dengan menekan satu kali gagang warna merah sampai-sampai orang di sebrang sana berekspresi bingung dengan kelakuan Stella.
Stella menaikki bus di depan kompleksnya, tanpa pikir panjang Stella berlari dan mencari kursi kosong dan memperjelas pengelihatannya saat tanpa sengaja mendapati Agra yang duduk di kursi pojok.
Stella menyenggol kaki Agra membuat sang empunya menoleh kaget dan mendapati Setella sedang melipat tangannya sambil menyuruhnya pergi dengan dagunya. Dengan sigap Agra berdiri dan tempatnya tadi langsung diisi Stella.
"Tumben naik bus?" Tanya Agra saat bus melaju dengan kecepatan sedang. Stella menoleh dan tersenyum, "si kampret itu udah pergi duluan."
Bus berhenti dan menurunkan wanita di sebelah Stella, sehingga Agra langsung duduk di samping Stella. Stella menoleh," tumben naik bus? Mobil lo mana?" Agra terkekeh dan menatap Stella," gua jual" Stella mengerutkan dahinya dan tidak membalas lagi.
Hening di dalam bus, hingga tak terasa sudah sampai di depan gerbang sekolah mereka. Setelah turun dan hingga sampai di kelaspun tak ada sepatah kata yang keluar dari mulut mereka.
Stella yang asik dengan earphone yang menyumpal telinganya sedangkan Agra yang sedang bermain dengan permen karetnya. Semua tatap mata melihat ke arah mereka, bagaimana tidak Agra termasuk most wanted di sekolah karena kepengurusan orang tuanya serta wajah dan otaknya yang memadai.
"Loh, gua duduk mana?" Teriak Stella 5 menit sebelum bel masuk berbunyi tepat di depan Stevan dan Bima.
Stevan dan Bima menatap Stella sedetik sebelum saling bertatapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen FictionKisah klasik beberapa remaja yang baru mengetahui apa arti cinta, apa arti menderita, serta ditinggalkan. Hingga mereka paham harus bertindak dan memilih sesuatu yang nyata. Ini kisah Stella, Stevan, dan Bima tentang indahnya hidup mereka dan pahit...