'Makasih buat bahagia dan pedihnya disaat bersamaan, jangan lupa aku pernah hadir sekedar menambah list kenalan di hidupmu'
Author P.O.V
Tidak terasa sekarang kelas rasanya berbeda dengan adanya Bima sebagai murid di SMA Setia Kusuma ini.Mulai dari tingkahnya yang polos tapi berhasil membuat sekelas tertawa hingga tingkah lainnya yang menyebalkan di mata Stella.
Sampai akhir ini Safira juga belum kembali, bahkan laki-laki yang sempat memukuli Stella itu tak pernah terlihat lagi batang hidungnya.
"Lomba yok" Budi berteriak sambil menyetop teman kanan kirinya dengan kedua tangannya.
"Lomba apaan?" Tiok yang ada di samping Budi langsung mendorong tangan Budi yang ada di depan perutnya.
"Tu" Budi menunjuk plang kelas XI dengan dagunya, semua menatap arah yang ditunjuk oleh Budi.
"Paan?" Bima berjinjit dan menoleh ke sana kemari, berbeda dengan Stella yang memilih diam dan melipat tangannya di dada.
"Siapa yang bisa ngenain plang itu bakal ditraktir makan di kantin mau nggak?" Budi menjelaskan sambil menoleh ke belakang siapa tau aksinya di ketahui oleh guru piket, bisa bahaya.
"Oke oke" semua sepakat dan berbaris untuk mendapat urutannya. Urutan pertama Budi, Stevan, Tiok, Stella, Agra, Rizal, dan Bima.
Budi ancang-ancang sejauh 5 meter danlangsung menggapai plang tersebut. Tak perlu jauh-jauh kalau Stevan karena dia saja sudah tinggi dan bisa dengan mudah menggapai plang. Berbeda dengan Tiok yang tingginya pas-pasan sehingga dia tidak sampai dengan plang yang masih standar tingginya.
Stella ancang-ancang sejauh mungkin Stella berlari melewati pintu kelas sebelah dan ingin memukul plag kelas.
Brukk
Stella melompat dan tak sampai karena di depannya seorang wanita dengan baju yang ditutup oleh rompi OSIS keluar dari kelasnya. Karena hampir menabraknya Stella terjegal dan jatuh terduling ke samping. Bukannya membantu semua temannya malah asik tertawa sampai suasana hening karena wanita itu membantunya berdiri.
***
Sekar P.O.V
"Sekar, kamu sama anggota OSIS lainnya ditugaskan ke SMA Setia Kusuma untuk merumuskan agenda sekolah gabungan" kata guru pembina OSIS SMA Abadi."Ya, bu, kapan ya?" Tanyaku yang sedang duduk di ruang OSIS bersama banyak anggota OSIS lainnya. Jabatanku di SMA ini adalah Ketua OSIS.
"Nanti, setelah istirahat pertama" Bu Sinta melepas kaca mata yang sedari tadi bertengger di hidungnya. Kita semua menggangguk dan Bu Sinta berjalan keluar dari ruang OSIS.
"Jadi nanti yang kesana biar aku, Mia sama Dito aja ya, soalnya kalo rame-rame dikira nggak sopan nantinya" aku menutup pertemuan kali ini dan berjalan menuju parkiran untuk mengambil motorku yang akan kukendarai bersama Mia, sekertaris OSIS.
Sedangkan Dito adalah Wakil Ketua OSIS, kita sering pergi ke sekolah-sekolah untuk menjalankan tugas sumbangan bersama atau sekedar even.
***
Author P.O.V
Sekar berjalan melewati koridor SMA Setia Kusuma, semua menatapnya kagum atas kecantikannya dan tingginya. Bukan cuma itu jas OSIS yang ia kenakan serta tanda bahwa ia katua OSIS membuat cewek-cewek iri."Permisi, kami hendak menemui Bu Gini" Sekar mengetuk pintu ruang guru dan mencari guru pembimbing OSIS Setia Kusuma. Mereka harus menunggu Bu Gini karena Bu Gini masih mengajar di kelas XI.
"Aku ke kamar mandi dulu ya" Sekar berdiri dan mencari kamar mandi sesuai plang yang ada di depannya. Setelah urusannya selesai ia mengaca di depan kaca kamar mandi, mengecek apakah wajahnya masih layak untuk bertemu dengan guru.
"Perfect" Sekar tersenyum dan meninggalkan kamar mandi, langakhnya menuju koridor kelas XI. Setaunya sebentar lagi akan istirahat, ia berjalan dan dipanggil oleh seorang guru. Tepat saar bel istirahat berbunyi.
"Iya, bu" Sekar masuk lalu membungkuk dan menyalami tangan Bu Gini yang baru keliar dari kelas XI. Bu Gini hanya tersenyum dengan sikap sopan Sekar.
Bu Gini menyuruh Sekar keluar dulu dan menunggunya di ruang tamu, karena Bu Gini hendak menitipkan PR kepada ketua kelas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen FictionKisah klasik beberapa remaja yang baru mengetahui apa arti cinta, apa arti menderita, serta ditinggalkan. Hingga mereka paham harus bertindak dan memilih sesuatu yang nyata. Ini kisah Stella, Stevan, dan Bima tentang indahnya hidup mereka dan pahit...