'Kenangan itu masih saja berputar-putar seolah mengajak untuk kembali lagi, walau hanya mengintip sebagiannya'
Author P.O.V
3 tahun yang lalu, keadaan masih menyenangkan ada Safira, Stella, dan Stevan yang sedang bermain layang-layang di lapangan kompleks. Meskipun angin saat itu tidak memenuhi syarat untuk menerbangkan layang-layang tapi mereka tetap berusaha membuat layang-layang berdiri di tengah-tengah angin."Safira, haus nggak?" kala itu Stevan membawa minuman yang tadi ia beli saat Stella dan Safira mengembangkan layang-layang.
"Enggak" Safira sedikit berteriak dan menghadap atas karena layang-layang yang tadi ia pegang sudah mulai berkibar.
"Gua haus gua" Stella berteriak seperti jaraknya yang bermeter-meter dengan Stevan. Dia masih terfokus dengan layang-layang yang oleng kesana kemari.
"Gua nggak beli buat lo" Stevan melirik Stella sinis, seperti itulah dulu hubungan Stella dan Stevan yang bisa dibilang musuh tapi sahabat, memang sulit diartikan. Tapi semenjak Safira pergi Stevan menjadi super duper baik kepada Stella.
"Yah kok jahat si" Stella melepas senar yang sedari tadi ia pegang kuat-kuat karena layang-layangnya sudah jatuh ke tanah.
"Lo nggak minta" Stevan memberikan botol minuman ke Safira dan tersenyum ke Safira. Stella yang melihatnya seolah-olah ingin memakan Stevan.
"Makasih, ni buat kamu aja" Safira menyerahkan botol air mineral ke Stella, langsung diterima oleh Stella dan Stella memeletkan lidahnya seolah mengejek Stevan. Stevan diam saja dan berdecak lalu berlalu mengajak Safira berteduh karena sinar matahari yang tidak bisa diajak kompromi.
***
"Kamu ngapain di sini" sedang Stella yang sibuk mengingat 3 tahun lalu sambil mengetuk-etuk jarinya di meja dan menyandarkan kepalanya di meja, Bima sedang berdiri di taman belakang sekolahnya bersama seseorang."Emang salah kalo aku ke sini?" Sekar memasukkan tangannya ke saku jas yang ia pakai sambil menatap Bima bingung akan pertanyaan yang dilontarkan Bima.
"Bukan, tapi kamu sendiri yang bilang jangan muncul di hadapan kamu lagi" Bima mendekatkan dirinya ke Sekar, Sekar yang mendapat pendekatan dari Bima langsung mundur dan menjauh dari Bima. Bima lantas diam ditempatnya dan menatap Sekar memelas.
"Maaf, tapi aku kesini nggak ada hubungannya sama kamu. Aku permisi dulu, aku udah ditunggu soalnya" Sekar berbalik dan berjalan meninggalkan Bima, sebesar apapun rasa Bima untuk mengejar Sekar tidak akan bisa karena Sekar orang yang tidak semudah itu ia dekati saat dia sudah disakiti.
"Sekar aku minta maaf" Bima mengumam dan berjalan dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celananya.
***
"Pengumuan bagi pemain basket SMA Setia Kusuma harap berkumpul di lapangan basket saat ini, terima kasih atas perhatiaannya" Bima berdiri dan berpamitan kepada guru yang mengajarnya, bersamaan dengan Agra yang ikut keluar."Bim, tungguin" Bima menoleh dan mendapati ketua basketnya sedang tersenyum lebar kepadanya.
"Maaf gua lupa lo anak basket" Bima melupakan pikirannya tentang Sekar dan menjadi Bima yang amat sangat jatuh cinta kepada basket.
"Yeee ketua basket dilupain"Agra mendengus dan mengajak Bima menuju lapangan basket secepatnya karena dia tidak enak sebagai ketua basket dia tidak datang awal.
Di lapangan belum banyak anak baset yang datang, bahkan pelatihnyapun belum ada di lapangan.
"Ini kita dikumpulin kenapa?" Salah satu anak basket yang datang pertama-Zico- bertanya kepada Agra yang dianggap tau tentang hal tersebut.
"Gua juga nggak tau, nggak ada yang ngasih tau gua dari tadi" Agra menjelaskan kepada Zico yang bertanya tadi. Jalan satu-satunya hanya menunggu sang pelatih yang masih belum menandakan kedatangannya.
"Anak-anak" suara bass sang pelatih terdengar sepenjuru lapangan, Pak Pram memang orang yang terbilang over jadi dia bisa berteriak padahal lawan bicaranya di depannya persis.
Semua baris dan menghadap pelatih yang akan menjelaskan pengumuman. Sementara Agra yang masih setia menunggu, Bima amalah jongkok di belakang Agra.
"Heh kamu ngapain jongkok disitu?" Pak Pram menunjuk Bima yang juga menatap Pak Pram dengan tatapan linglung.
"Panas pak" Bima menyengir mengakibatkan Pak Pram tersenyum kecut kearahnya. Sedetik kemudian Pak Pram audah menjewer telingga Bima.
"Kalo nggak mau panas jangan jadi pemain basket" Bima terpaksa berdiri dan memegangi telinganya yang memerah karena jeweran Pak Pram.
"Kan kalo jadi pemain basket hebat nggak bakal lomba di lapangan kaya gini" Bima mengerucutkan bibirnya, Pak Pram hanya diam saja.
"Ya memang benar, tapiiii kalian harus bersusah-susah dahulu seperti ini! Sebelum kalian menjadi orang yang lebih hebat dan jangan lupakan orang yang pernah membantumu untuk sampai ke tempat tersebut. Seperti kata pepatah be-" kata-kata Pak Pram dipotong oleh Agra karena melihat teman-temannya mendasak malas karena celotehan Pak Pram.
"Langsung ke pengumuman aja, pak" Agra tersenyum dan Pak Pram kembali ke tempatnya setelah berjalan ke kanan ke kiri tadi.
"Tu kan gara-gara semprul itu" Pak Pram menunjuk Bima dan Bima hanya menunjukkan ekspresi sebal, "jadi kalian akan menjadi pembuka even sekolah kali ini" Pak Pram menjelaskan sambil berjalan ke kanan ke kiri.
"Maksudnya? Even? Even apaan?" Zico kembali menyerocos seperti orang yang mengidap kepo akut.
"Minggu depan ada even sekolah, dan kalian harus membuka acara dengan pertandingan basket" Pak Pram kali ini hanya berdiri diam dan menatap satu persatu anak basket yang ada di depannya.
***
Stev P.O.V
Gua bejalan di koridor menuju belakang sekolah, mata gua terbelalak melihat seseorang yang berdiri di depan gua. 'Bima? Ngomong sama siapa?' Gua bertanya-tanya di dalam hati.Sedikit terdengar suara lemas seorang wanita, bukannya gua mau nguping tapi ini masalah kedengeran aja.
Gua langsung pergi saat wanita itu berjalan menuju arahnya, sesaat wanita itu menatap gua dan tersenyum. Gila cantik parah ini mah. Bima kenal sama cewek cantik nggak ngomong-ngomong.
"Stev" Bima berteriak dan gua menoleh secepat mungkin. Bima tersenyum dan mendekat.
"Paan?" gua menatap Bima saat dia sudah berdiri di depan gua. "Nggak papa, yok ke kelas" Bima menggandeng tangan gua. Jijik emang tapi entah kenapa Bima itu orangnya terlanjur asik jadi gua biasa aja.
"Bim" Bima menoleh saat kita jalan di koridor yang lumayan sepi karena semua sibuk di kantin.
"Hem" Bima menoleh dan bergumam, lalu kepalanya menatap ke depan lagi.
"Dia siapa?" Bima menoleh dan melirik ke arah gua terus senyum. Nggak paham gua sama sikap dia.
"Siapa?" Bima sok nggak paham, padahal raut mukanya udah berubah sejak gua panggil dia. Mungkin dia sadar kalo tadi gua denger percakapam dia tadi.
"Cewek tadi" lagi-lagi Bima tersenyum dan menaikkan kedua bahunya. Gua berhenti bertanya karena jawaban yang pasti, Bima sama cewek tadi hubungannya nggak baik.
***
Capek pingin berhenti aja
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen FictionKisah klasik beberapa remaja yang baru mengetahui apa arti cinta, apa arti menderita, serta ditinggalkan. Hingga mereka paham harus bertindak dan memilih sesuatu yang nyata. Ini kisah Stella, Stevan, dan Bima tentang indahnya hidup mereka dan pahit...