Tulisan Untukmu Ayah

3.7K 156 0
                                    


“kring...kring...kring” telfon berdering membuat Mala tersadar dari lamunannya. Panggilan masuk dari Bila .

“ Halo bil?” ujar Mala mengangkat telfon.

“ Mal, gue sama temen-temen mau kerumah lo. Pulang sekolah nanti. Lo dirumahkan?” tutur bila.

“eeee,,, iyaaa bil. Gue dirumah kok. Gak rame kan ? “ jawab Mala sedikit

“ enggak kok. Gue, beni, dila, widya, anggun, sama nabil. Gapapakan?” tanya bila.

“ Hah? Beni ikut?”.

“iyaa. Kenapa mal?” tanya bila heran.

“eeeemmmm, gapapa sih. Hehe” jawab Mala kikuk.

“ udah dulu ya Mal. Sampai ketemu nanti cantik” ujar bila menutup telfon.

Beni, semenjak ia mengetahui penyakit Mala. Mala semakin menjaga jarak darinya. Karena Mala takut jika nanti Beni kecewa. Kecewa karena sebentar lagi, Lupus ini akan membunuhnya. Beni pria yang lucu, setidaknya beni mampu membuat Mala tertawa dengan sedikit tingkah konyolnya itu. Pria yang sabar, menghadapi tingkah Mala yang kadang seperti anak-anak. Pria yang baik, yang dengan senang hati menjemput Mala di pagi hari dan mengantarkan gadis itu kesekolah, meski beni tak bisa menjemputnya. Terkadang, bersama Beni membuat hidup Mala sedikit lebih berarti. Ya hanya sedikit, mungkin 25 %. Karena Keterpurukan itu berhasil menduduki 75 % nya.

“ Beni, semoga nanti engkau mendapati gadis yang benar-benar ingin bersamamu. Merasakan kehidupan dengan belaian cinta yang manja. Menua bersama hingga nanti ajal menjemput. Semoga hidupmu bahagia” kalimat untuk Beni yang tertulis rapi didalam binder mala.

“ibu, ada Mala?” tanya bila kepada ibu.
“ohh, ada dikamarnya. Waah rame banget . masuk masuk” ujar ibu sembari berjalan menuju kamar Mala.

“ Mala. Teman-teman sudah datang” tutur ibu sedikit berteriak.

“Iya ibu. Masuklah” jawab Mala.

“ Assalamualaikum. Hai Mal” ujar Beni.

“ Hai. Ben” jawab Mala singkat.

“ loh, bil. Katanya cuman ber5? Kok rame banget” ketus Mala.

“ lah. Ini gak boleh? Yaudah kami pulang deh” ujar nabil mengancam.

“ heee heee jangan. Kan baru nyampe” kata Mala berusaha mencegah.

Mereka pun duduk mengelilingi Mala. Suasana tiba-tiba berubah hening. Ada banyak mata yang melihat prihatin kearahnya. Namun, mala berusaha kuat dan tetap ceria, walau sebenarnya ia menahan sakit yang teramat parah. Ia benar-benar mulai merasakannya. Meringis sedikit-sedikit ketika tubuhnya mulai bergerak untuk berpindah posisi.

“ Gimana keadaan dikelas? Baikkan” ujar Mala membuka pertanyaan.

“ baik kok Mal. Keadaan lo gimana? Pucat banget” tutur salah seorang diantara mereka.

“ gue baik kok. Gak perlu khawatir. Buktinya, gue masih bisa tersenyum. Ya gak Ben ?” tutur Mala sambil mengedipkan matanya ke arah Beni.

“ gue tau Mal. Lo berusaha untuk kuat, Gue tau lo berusaha untuk tetap ceria di depan kita-kita. Tapi kenyataan gak bisa dibohongi” ujar Bila menambahkan. Teman- teman mulai menundukkan kepalanya.

“ teman-teman, percayalah. Gue bisa ngelawan ini semua. gue pasti bisa. Walau pada akhirnya, kematianlah yang menjadi endingnya” Mala berusaha untuk tetap kuat.

“ Mal. Gue tau, lo wanita yang kuat, gue tau lo wanita yang tegar, dan gue tau lo pasti bisa bertahan ditengah kejamnya penyakit lo. Tapi, sakit tetaplah sakit. Lihatlah sekarang, Mala yang cantik dengan......” kalimat Beni terhenti, Mala jatuh terkulai lemas. Wajahnya benar-benar pucat. Semua panik, keadaan benar-benar kacau..

“pak, tolong anak saya pak, tolong” ibu berteriak-teriak meminta pertolongan kepada salah satu petugas rumah sakit.

“ tenang bu, ayo saya bantu menuju UGD” ujar salah seorang petugas yang berusaha menenangkan ibu.

“ ibuu. Tenang ya. Takkan terjadi apapun kepada Mala. Percaya saja ke dokternya” ujar Bila. Ibu, duduk terkulai didepan ruang UGD, wajahnya benar-benar cemas.

“ Bila. Boleh ibu minta tolong? Hubungi nomor ini, dan katakan bahwa Mala masuk Rumah sakit” ujar ibu kepada Bila sambil memberikan sehelai kertas yang bertuliskan sebuah nomor, entah siapa.

“ halo. Ini dengan Bila, temannya Mala” tutur Bila sedikit ragu.

“ iya. Ada apa?” tanya seorang pria dibalik sana.

“ maaf om. Saya hanya ingin memberitahu bahwa Mala sedang dirumah sakit” jawab bila langsung ke pokok masalah.

“ Rumah sakit mana ? saya akan kesana secepatnya” ujar pria itu. “ Rumah sakit Bakhti jl. Jendral sudirman, no.18” tutur Bila dan mematikan telfon.

Dokter keluar lalu memindahkan Mala ke salah satu ruangan, VIP B.

“bagaimana anak saya dok?” tanya ibu kepada dokter dengan wajah yang sangat cemas.

“ Ini cukup serius. Lupus telah meyerang tubuh Mala. Kemungkinan besar, ia tidak akan bertahan Mala. Tubuhnya sudah sangat Lemah. Kenapa ini dibiarkan saja? Ibu tau, penyakit ini sangat berbahaya. Lupus membuat seseorang seperti Vampire. Kulitnya akan sangat sakit apabila terkena paparan sinar matahari” tutur dokter menjelaskan.

Ibu hanya bisa menangis. Apalagi yang biasa ia perbuat. Cobaan apalagi yang datang kepada Wanita Malang ini. Dengan lemah, perlahan ibu berjalan memasuki ruangan dimana Mala dirawat. Terlihat disana, entah kapan ia datang dan entah darimana ia tau, pria itu memandangi Mala dengan penuh keprihatinan. Ibu menatap nanar dari balik pintu. Apakah ini akan menjadi ending yang bahagia untuk Mala?, entahlah .

“sejak kapan kau ada disini?” tanya ibu memecah suasana.

Teruntuk para pembaca yang budiman jangan lupa vote dan komentarnya ya...

“15 menit yang lalu” jawab Ayah singkat.
“lihatlah, putri kecil mu yang malang. Terbaring lemah tak berdaya. Putri kecil yang kau sia-siakan” perkataan ibu membuat Ayah menoleh

“ bisakah kau tidak membuatku seperti seorang pecundang?” tanya Ayah menatap ibu tajam.

“ kenyataannya memang seperti itu” jawab ibu membenarkan.

“ Bisakah Ayah dan Ibu tidak mengingatkan Mala tentang kejadian 10 tahun lalu?” Mala, gadis remaja itu terbangun.

“ Mala, bagaimana keadaanmu nak?” tanya Ayah sedikit kaget.

“ Mala tidak apa-apa Ayah” ujar Mala pelan. Mata menutup matanya, merasakan sedikit kenikmatan, bahwa dirinya terbangun.

“sejak kapan Ayah disini? Siapa yang memberi tau Ayah?” tanya Mala tanpa membuka mata.

“teman mu, Bila. Lewat telfon” jelas ayah.

“bisakah kau bicara denganku sebentar, tara?” tanya ibu kepada Ayah. Ayah berlalu tanpa menjawab.

Ibu harus sanggup, walau bagaimanapun Ayah harus segera mengetahui. Entah apa jadinya nanti.

“ kau tahu? Mala terserang penyakit Lupus” tutur Ibu membuka pembicaraan.

“Apaaaa? Sejak kapan? Bukankah itu penyakit berbahaya? Astagaaaa...... Ayah macam apa aku ini?” ujar Ayah seraya memukul dinding.

“ sudah lama. Dan aku juga baru mengetahui ini belum lama. Mala berusaha menutupi, agar Kau dan Aku tidak mengetahuinya.” Ibu sedikit menahan tangisnya.

“dan yang lebih parahnya. Penyakit ini telah sampai pada titik terparah. Bisa jadi besok, lusa, atau bahkan nanti Mala bisa pergi, untuk selamanya” kali ini air mata ibu Jatuh, namun ibu berusaha menutupi.

“ Ya Tuhan.. apa yang harus aku perbuat ?” tanya Ayah tampak cemas.

“ tak ada yang bisa kau perbuat, tara. Kau hanya bisa menunggu. Karena waktu yang akan menjawabnya” ibu berlalu, tanpa menoleh, beranjak masuk ke kamar Mala.

🌸🌸🌸

Thanks for reading
Hope you like thats..

For information tinggal ini part terakhir sebelum ending..

Tulisan Untukmu,  Ayah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang