Part [02]

49 10 5
                                    

••

Revina kembali ke kelasnya dengan perasaan campur aduk. Sebenarnya ia tidak ingin langsung kembali ke kelasnya, tetapi ingin tetap bersama Noval, walaupun jika untuk sekadar menemaninya makan.

Apa sulitnya?

Padahal bisa saja Revina memaksa untuk tetap di sana, namun ia tidak ingin ambil risiko takut-takut Noval marah padanya. Jika sudah membuatnya marah, Noval bisa menjadi lebih dingin daripada es. Walaupun biasanya pun sudah dingin, namun itu lebih dingin lagi.

Dan hanya Revina yang memahami hal itu.

Revina duduk di bangkunya yang langsung disambut ernyitan oleh teman sebangku sekaligus sabahatnya, Kayla.

"Abis darimana lo? Gue tungguin di kantin daritadi," ucap Kayla yang terdengar ketus.

Revina menghela napas, "nemenin Noval." Balasnya.

"Nemenin, atau nurutin?" pertanyaan Kayla lebih mirip seperti pernyataan. Revina bisa mendengar dalam kalimat Kayla itu terdapat sebuah sindiran.

"Yah, gue tadi dipanggil dan nurutin perintah Noval," jujur Revina.

Kayla tertawa hambar, "sampai kapan sih Rev, lo terus menerus nurutin semua kemauan dia? Dia emang pacar lo, tapi kelakuannya gak pantes disebut pacar,"

Revina tertohok. Ucapan Kayla hampir sama dengan apa yang diucapkan oleh laki-laki bernama Zivan tadi. Anggaplah semua orang memandang Noval sebagai laki-laki tidak baik yang suka berbuat semena-mena. Tetapi sekali lagi, Revina tidak peduli akan hal itu. Yang ia yakini adalah perasaannya pada Noval sudahlah benar. Ia tidak ingin meragukannya hanya karena ucapan dari orang-orang sekitar.

"Kay, walaupun Noval kayak gitu, gue akan terus sayang sama dia, gak peduli apapun kekurangannya."

Kayla hanya menggeleng-geleng pasrah. Jujur, sudah seringkali Kayla memperingati Revina agar tidak terlalu diperbudak oleh Noval, namun tetap saja gadis itu sangat keras kepala. Lebih keras dari batu.

"Terserah lo deh," ucap Kayla dan detik berikutnya ia melanjutkan, "capek gue lama-lama sama lo."

Revina mendelik sebal, "yaudah, ngapain juga repot-repot ngurusin gue,"

"Nggak paham, ya? Gue tuh peduli sama lo,"

Revina terkekeh pelan, "iya, makasih Kayla sayang, udah peduli sama gue."

Kayla mendelik sebal, "ralat, maksudnya bukan gue,"

"Banyak alesan udah kayak judul lagu Ayu Tingting," setelahnya Revina tertawa melihat ekspresi malu Kayla.

•••

Selepas bel pulang sekolah, Revina segera menuju kelas Noval untuk menghampirinya. Noval sudah mengirim pesan via LINE kepada Revina beberapa menit sebelum bel pulang, namun Revina baru membukanya setelah guru yang mengajar saat itu keluar kelas. Dan guru itu keluar setelah beberapa menit bel pulang berbunyi, bisa dibayangkan berapa lama Noval menunggunya?

Revina takut jika Noval akan marah padanya. Ia sangat tahu, Noval tidak suka menunggu. Sudah cukup saat istirahat tadi Revina telat 5 menit untuk menyerahkan makanan kepada Noval. Mungkin tadi Noval masih bisa memaafkannya, tapi sekarang?

"Val.." ucap Revina saat melihat Noval tengah melipat tangannya sambil menatap datar kepada Revina.

"Maaf, aku telat lagi," Revina menunduk. Ia siap jika Noval akan memarahinya habis-habisan.

"Gapapa."

Satu kata yang membuat Revina mendongak dan tersenyum lebar. Noval tidak marah padanya? Oh tuhan, Revina sangat senang. Padahal sejak tadi ia memikirkan kemungkinan kemarahan Noval.

"Beneran gapapa? Tadi guru yang ngajar di kelas aku nggak keluar-keluar walaupun bel pulang udah bunyi, dan lagi aku baru buka pesan kam--"

"Iya. Bawel banget," potong Noval. Walaupun ia mengatakannya dengan nada yang dingin namun Revina cukup senang dengan hal itu.

Noval melenggang pergi meninggalkan Revina di tempatnya. Walaupun keduanya akan pulang bersama, namun sama sekali tidak ada basi-basi yang Noval lontarkan. Tidak ada walaupun sekadar 'ayo pulang,' atau yang lainnya.

Revina mengekori Noval yang terus berjalan tanpa menolehkan pandangannya kepada Revina. Tak lama mereka tiba di parkiran dan memasuki mobil untuk pulang.

••

Drrrtt

Ponsel Noval bergetar di pertengahan jalan. Namun ia mengabaikannya dan terus fokus menyetir.

Drrrtt

Ponsel kembali bergetar setelah beberapa detik terdiam. Noval masih terlihat enggan untuk mengangkat. Revina sejak tadi menatap Noval heran, mengapa tidak mengangkatnya?

"Angkat dulu, siapa tau penting," titah Revina.

"Gak penting."

"Takutnya itu hal penting, Noval." Balas Revina harap-harap cemas. Setidaknya Noval mencoba untuk menerima panggilan itu. Ia tidak akan tahu 'kan, itu hal penting atau bukan jika tidak mengangkatnya.

"Bukan urusan lo."

Revina menghela napas. Terserah Noval saja.

Drrrtt

"Ck," decak Noval kesal. Ia langsung mengambil ponselnya yang berada di sakunya tanpa aba-aba, lalu mengangkatnya.

"Halo?!" ucapnya kesal. Lalu wajah kesalnya itu berubah menjadi serius setelah mendengar balasan di sebrang sana.

"..."

"Ngapain?"

"..."

"Serius?"

"..."

"Yaudah."

"..."

"Oke."

Noval mematikan ponselnya. Ia menatap Revina sekilas lalu pelan-pelan menepikan mobilnya.

Revina menyadari keanehan Noval, wajah kekasihnya itu terlihat menjadi lebih serius.

"Kenapa, Val?"

"Turun." perintah Noval.

Revina menautkan alisnya, "lho, kenapa?"

"Lo turun, sekarang."

"Kamu ada perlu, ya? Dan harus muter balik karena itu nggak bisa nganter aku sampe rumah? Yaudah, aku ikut. Pulangnya nanti juga gapapa," ucap Revina meyakinkan. Ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa bersama Noval. Mengingat pulang bersama seperti ini sangat jarang sekali.

"Gue bilang turun, ya turun!" bentak Noval meninggikan suaranya. Wajah Noval kembali terlihat kesal, sangat kesal.

Revina meneguk salivanya lamat-lamat. Ia mengangguk lalu turun dari mobil. Noval marah, dan Revina tidak akan membuatnya lebih marah karena membantahnya dan bersikeras untuk ikut dengan Noval.

Mobil Noval berbalik arah dan kembali melaju dengan cepat. Meninggalkan Revina tanpa sepatah kata apapun. Oh bagus, di sini jarang sekali dilewati oleh Taxi. Lalu bagaimana Revina bisa pulang jika tidak ada Taxi yang bisa ditumpanginya? Terlebih lagi rumah gadis itu terbilang masih cukup jauh.

Setelah beberapa langkah Revina berjalan di pinggir trotoar, suara deruman motor terdengar mendekat ke arahnya. Dan benar saja, motor itu berhenti tepat disamping Revina.

"Perlu tumpangan, cantik?"

-----

TBC


Nah loh, Itu siapa yang nawarin tumpangan? Orang baik atau...

Tunggu next part-nya, ya!😉

See you!

Tertanda,

nndrchmlna_

INAPPROPRIATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang