Senin, 24 April 2028
Back to Arian POV
Aku pun terbangun di pagi hari. Aku sudah mengetahui siapa yang akan menjengukku pagi ini. “Hai, tuan. Aku membawakanmu air minum,” Sapanya setelah aku terbangun. Aku tersenyum dan membalas sapaanya, “Selamat pagi, Seila. Sudah kuduga hidupmu sudah berubah.” Ia masih tersenyum dengan mata tertutup. Sungguh senyuman yang indah pagi itu.
“Oh iya, apa tuan sudah sarapan pagi?” Tanyanya. “Aku baru saja terbangun dari mimpi indahku,” Jawabku. “Kalo gitu kita makan dulu ya,” Sembari mengambil sebuah kotak makanannya ia berkata seperti itu tanpa basa basi.
“Tuan, bisa makan sendiri kan?” Tanyanya. “Kau bisa melihat tanganku seperti ini bukan?” Jawabku. “Yasudah tuan. Kalo gitu sini biar aku suapi. Aaaa,” Ia menawarkan diri untuk membantuku memakan makanannya. Ini mengingatkanku dengan apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Dimana Sevian, istriku menyuapiku seperti ini.
Mode konversasi
Arian : “Entah mengapa tapi kau jelas sangat mirip dengannya kali ini.”
Seila : “Maksud tuan istri tuan?”
Arian : “Iya, mereka sama sepertimu.”
Seila : “Aku bisa merasakannya, aku juga mengerti alasan mereka seperti itu, tuan.”
Arian : “Uhuk.” (Aku tersedak setelah ia berkata seperti itu)
Seila : “Aduh, maaf tuan maafkan kesalahanku. Apa tadi panas?”
Arian : “Tidak, itu bukan salahmu Seila. Aku sedikit terkejut kamu berkata seperti itu.”
Seila : “Maafkan aku, tuan.”
Arian : “Tolong jangan panggil aku tuan. Panggil saja aku Arian.”
Seila : “Baiklah, aku harap kita bisa menjadi teman baik.”
Arian : “Tentu saja, tapi aku takut jika kau bersamaku nanti kau tidak akan merasa aman.”
Seila : “Tenang saja, Arian. Aku bisa menjaga diriku sendiri.”
Arian : “Baiklah jika itu maumu, hehe.”
(Tok Tok Tok... Dave mengetuk pintu kamar tempatku menginap)
Dave : “Hey, kau baru saja sehari menginap di rumah sakit ini. Tetapi mengapa kau membawa pacarmu kemari.”
Arian : “Pacar? Sorry, Dave. Aku sudah memiliki dua istri.”
Dave : “Hell, i though she is your girlfriend.”
Seila : “Salam kenal tuan Dave.”
Dave : “Yeah, me too.”
Seila : “Aku calon istri ketiganya Arian, tuan Dave.”
Dave : “Wow! See. Sudah kuduga kau adalah pacarnya.”
Arian : “Ayolah Seila. Jangan membuatnya menjadi sebuah lelucon.”
Dave : “Hey, i have so many question for you.”
Arian : “Okay, Dave. Kau percaya atau tidak tapi aku adalah pengendali waktu.”
Seila : “Hah?! Jadi kamu pengendali waktu? Pfft hahahahah.”
Dave : “Are you fuckin kidding me?! Ahahaha.”
Arian : “Okay, jika kalian tidak percaya. Maka kalian keluarlah dari sini. Dan i’ll show you this power.”
Dave : “Wowowow, are you serious mate?”
Arian : “Apa nama rumah sakit ini?”
Dave : “JL HOSPITAL CITY.”
Arian : “Okay, sekarang kalian keluarlah dan tunggu saja 5 menit lagi.”
Seila : “Apa yang nantinya akan terjadi?”
Arian : “Ini lantai berapa?”
Seila : “Umm, 57 Arian.”
Arian : “Okay. Sekarang kalian keluar dan tutup pintu itu rapat rapat.”
Back to Arian POV
Okay, sekarang aku harus memikirkan apa yang akan terjadi. “Apa aku harus mencoba menuliskan kisah Seila atau Dave lagi?” Aku berpikir dan aku rasa itulah yang terbaik. Dan aku sudah memutuskannya bahwa aku akan menuliskan kisah seorang Dave lagi.
Okay, Smartwatch. Mari kita wujudkan keajaiban dan aku pun mulai menuliskan sejarah menggunakan suaraku. “Aku, Dave. Pagi ini aku menemui seseorang tersebut. Ia berkata bahwa ia adalah pengendali waktu. Aku pikir ia sudah gila karena hidup sendiri. Aku disuruhnya keluar. Dan aku pun mengikutinya. Aku disuruh menunggu selama lima menit. Entah mengapa setiap satu menit lamanya. Perutku pun sakit sekali. Dan karena tidak tertahankan lagi, maka aku pun menuju kamar mandi tuk mengeluarkan sisa sampah didalam perutku ini. Dan ini terjadi satu menit sekali selama lima menit aku berada diluar kamarnya.”
Dan selanjutnya adalah kisah Seila. Okay, let’s start, “Aku, Seila. Dan aku jatuh cinta kepada Arian. Diluar sini aku merasakan kegelisahan. Aku sedang berada di lantai 57 di JL HOSPITAL CITY. Setiap detik diluar sini. Aku selalu merasakan kegelisahan dan terus bertambah. Dan sebelum 5 menit. Ternyata aku sudah tidak tahan untuk masuk kedalam kamar itu. Segera aku membuka pintu itu.” Selesai.
Dan saat itu pula aku melihat Seila masuk kedalam kamarku dan terlihat sangat berkeringat seperti orang yang sangat khawatir. Aku melihatnya sedang menatap kearahku dengan membaca bola matanya itu, aku sudah tahu bahwa ia sangat mengkhawatirkanku dan ia bersyukur karena aku tidak apa apa.
Ia pun berlari dan memelukku.
Mode Konversasi
Seila : “Tuan!”(Memeluk Arian sangat erat hingga lupa bahwa Arian masih terluka).
Arian : “Adu duh duh.” (Arian kesakitan karena luka lukanya bersentuhan dengan Seila).
Dave : “Sorry guys, im late.” (Dave yang tiba tiba masuk kedalam kamar lebih dari lima menit itu meminta maaf).
Arian : “Im sorry jika kau harus kekamar mandi sebanyak lima kali, Dave.”
Dave : “How did you know that?!”
Seila : “Apa kau juga yang membuatku gelisah, Arian?”
Arian : “Kau memang sedang mengkhawatirkanku bukan? Ahahaha.”
Seila : “Yah sebel kan jadinya. Huft.”
Arian : “Cup cup cup.” (Arian mengelus kepala Seila)
Dave : “Did you really knew what happened?”
Arian : “Yap, itu sepenuhnya berada didalam genggamanku.”
Dave : “Wow! Cool.”
Seila : “Arian, bagaimana caranya kau mengetahui semua itu?”
Arian : “Ah itu, aku hanya melakukan dan mengatakan apa yang mungkin terjadi.”
Seila : “Tapi mengapa itu sangat tepat dengan sasaran?”
Arian : “Anugerah ini Tuhan berikan untuk menebus kesalahanku.”
Seila : “Maksudmu untuk mencari kedua istrimu?”
Arian : “Istriku menghilang karena dosa dosaku di masa depan.”
Seila : “Apa kau juga berasal dari masa depan?”
Arian : “Bukan aku yang berasal dari masa depan, karena kita tidak dapat menjelajahi waktu yang belum pernah kita lewati bukan?”
Dave : “Then, how? Bagaimana kau bisa mengetahui beberapa hal di masa depan?”
Arian : “Simpel saja. Manusia sebenarnya sudah memilih sebelum dihadapkan dengan pilihan. Bagaikan sebuah pintu yang terbuka lebar, dan didepan pintu itu kalian berdiri. Kalin mau masuk atau mau tetap diluar juga pintu tersebut tetaplah terbuka. Jadi pada dasarnya kalian mau memilih atau tidak sekalipun itu sudah jalan cerita yang akan terjadi. Kalian cukup mencari alasannya saja.”
Seila : “Tapi bukankah jika seperti itu kami tidak dapat mengubah hasil dari semuanya dan lebih bergantung kepada takdir?”
Arian : “satu dikali enam hasilnya adalah enam. Dua dikali 3 juga sama hasilnya. Dan ini hanyalah sebuah contoh kecil.”
Dave : “Ohh i get it. Jadi jika aku memilih satu dikali enam atau aku memilih dua dikali tiga sekalipun hasilnya tetap sama?”
Arian : “Yeah, tapi ada cara untuk mengubah hasilnya.”
Dave : “How?”
Arian : Dengan memberi tanda negatif di salah satu angka tersebut. Jika negatif satu dikali dengan positif enam tentu saja hasilnya berubah bukan?”
Seila : “Jadi begitu cara kerja dunia ini.”
Arian : “Kalian sudah mengetahui diriku sebenarnya. Sekarang aku mohon kepada kalian untuk merahasiakan ini.”
Seila : “Bagaimanapun juga, aku sudah mencintaimu. Dan-“
Arian : “Kamu mencintaiku? Hahaha sudah kuduga. Tapi adakah alasan lain?”
Seila : “Aku merasa bahwa semua ini juga merupakan takdir. Hilangnya kedua istrimu lalu kamu bertemu denganku. Bukankah itu sebuah takdir? Aku akan terus berada disisimu dan menuntunmu sejauh yang aku bisa.”
Arian : “...” (Seketika aku teringat dengan Sevian dan Sevile yang pernah berkata seperti itu).
Seila “Hei, Arian! Jangan mengacuhkanku!”
Arian “ Ehh, maaf maaf hehe.”
Seila : “Huft.”
Dave : “And this is our fate? Is that right? By the way i dunno who the hell your name.”
Arian : “Just call me Arian.”
Dave : “Where did you from Arian?”
Arian : “Im from nowhere. Aku tidak tinggal dimana mana saat ini. Aku menjelajahi kehidupanku di garis waktu yang lain setiap kalinya.”
Dave : “Ohh i see. But, when it will end?”
Arian : “Aku tidak tahu. Aku tidak merasa ada akhir dari hidup ini. Jika memang aku yang di masa depan sudah mencapai akhirat, mengapa ia masih bisa mengunjungiku?”
Dave : “Is there will be a problem if you stay with us?”
Arian : “Sebaliknya, kalian yang akan berada dalam bahaya jika bersamaku.”
Seila : “Apapun resikonya, kali ini aku tidak akan meninggalkanmu.”
Arian : “Kamu tidak meninggalkanku tapi bisa jadi aku yang meninggalkanmu.”
Seila : “Apa kau tega meninggalkan calon istrimu sendiri? Huuum” (Dengan wajah sok imutnya ia pura pura bersedih).
Arian : “Akan aku tukarkan nyawaku untuk menyelamatkan kalian.”
Dave : “Good! Only girls that will be save. What about me?!”
Arian : “Dave, youre a men. And Men doesn’t need to be protected.”
Dave : “What on Earth!”
Back to Arian POV
Kami pun tertawa bersama sama dan menghabiskan waktu hingga cukup larut malam. Mereka berdua pun terpaksa harus diusir dari tempatku menginap karena aku butuh istirahat.
Aku rasa hari ini adalah hari yang cukup tenang dan cukup indah bagi kita bertiga. Semoga hal semacam ini terus terjadi. Setelah itu aku tertidur dan melepaskan Smartwatchku.
Mode Konversasi
Arian : “Yo!”
Bayangan hitam : “Selamat datang kembali, aku yang dulu.”
Arian : “Hei, berapa banyak istri yang aku miliki?”
Bayangan hitam : “Kau bisa mendapatkan sebanyak mungkin.”
Arian : “WOW! Apa aku menikahi seorang model muda dan kaya raya?”
Bayangan hitam : “Bersenang senang itu perlu tapi tetaplah berhati hati dengan pilihanmu.”
Arian : “Okay, aku pasti melakukannya.”
Bayangan hitam : “Jangan bermain main dengan kutukan ini.”
Arian : “Seharusnya kau bisa menggunakannya dengan amat sangat maksimal.”
Bayangan hitam : “Kau pasti tidak mengerti saat ini.”
Arian : “Maka dari itu, beritahu aku.”
Bayangan hitam : “Percuma, kau tidak mendengarkannya.”
Arian : “Apa aku masih memiliki anugerah lain?”
Bayangan hitam : “Sejauh ini kita memiliki semua hal yang berkaitan dengan waktu. Kau bisa melakukan time rewind atau mengulang kembali waktu namun dengan syarat kau harus memejamkan mata.”
Arian : “Apakah aku memerlukan media lainnya?”
Bayangan hitam : “Kau hanya memerlukan pikiranmu untuk saat ini.”
Arian : “Aku bisa menguasai dunia.”
Bayangan hitam : “Maksudmu merusak dunia. Bahkan dengan ceritamu? Jawabannya adalah Ya.”
Arian : “Mengapa dunia hancur jika berada dalam genggamanku?”
Bayangan hitam : “Kau ingin melawan Tuhan?! Sudah cukup! Jangan bermain main dengan semua ini!”
Arian : “Wow! Slow dude. Santai saja, aku tidak akan melakukan hal bodoh.”
Bayangan hitam : “KAU MELUPAKAN TUJUAN UTAMAMU!” (Seketika bayangan hitam itu berubah menjadi semacam wujud iblis).
Arian : “WHAT THE F THINGS!!!”
Bayangan hitam : “Jangan pernah melupakan tujuan utamamu.”
Arian : “Apa aku juga dapat berubah wujud seperti itu?”
Bayangan hitam : “Jika kau mengikuti apa yang aku katakan, maka kau tidak akan pernah berubah menjadi seperti itu.”
Arian : “Tapi kelihatannya keren dan itu cukup menyeramkan.”
Bayangan hitam : “Jangan pernah tertipu dengan wujud. Ini merupakan kutukanku.”
Arian : “Kalau begitu itu juga kutukanku.”
Bayangan hitam : “Mengertilah, dan yakinlah bahwa kau akan membuat sebuah perubahan besar.”
Arian : “Aku harap aku dapat menemukan istriku.”
Bayangan hitam : “Aku juga berharap seperti itu.”
Arian : “Hey, Bukankah kau sudah bebas dari tempat itu? Dinding 0,00001 diantara garis alpha dan beta.”
Bayangan hitam : “Kemarin sudah kujelaskan bukan?”
Arian : “Lalu apa yang kau inginkan?”
Bayangan hitam : “Aku ingin mengakhiri ini semua.”
Arian : “Kau ingin kematian?”
Bayangan hitam : “Tentu saja, Namun hingga saat ini kutukan itu tetap bersarang didalam tubuhku. Seakan akan Tuhan memberi pesan untuk melihat setiap penderitaan di dunia ini dan melihat anak anakmu satu demi satu meninggalkanmu.”
Arian : “Walau mereka sudah pernah menggunakan mesin waktu seperti kita?”
Bayangan hitam : “Hanya kitalah seorang yang merusak sistem kerja waktu dunia kita sendiri. Dan kita seperti diberikan tugas untuk melihat kematian tiap orang dimuka bumi dengan garis waktu yang berbeda beda.”
Arian : “Bagaimana caranya menghentikan penderitaan kita?”
Bayangan hitam : “Temui orang yang menuliskan cerita tentangmu.”
Arian : “Aku masih tidak memiliki petunjuk, dan aku belum mengerti mengapa harus mencari penulis cerita tentang hidupku.”
Bayangan hitam : “Cepatlah mencari petunjuk dan tetaplah berhati hati.”
Arian : “Tunggu sebentar. Jika didalam mimpi aku dapat bertemu kedua istriku, dan aku bertemu dengan aku yang lain. Apakah mereka dapat kemari?”
Bayangan hitam : “Sayang sekali tidak. Aku dapat bertemu denganmu karena tidak ada yang sedang bersamamu saat ini.”
Arian : “Tapi bagaimana itu semua bisa terjadi?”
Bayangan hitam : “Jangan terburu buru tuk mengerti segalanya. Saat ini cukup pikirkan saja apa yang bisa mengubah masa depan kita.”
Arian : “Apakah diriku yang dahulu menikah dengan seorang perawat?”
Bayangan hitam : “Tidak tahu. Aku tidak mengingatnya.”
Arian : “Bukankah kau mencintai mereka? Bagaimana kau bisa melupakan mereka?”
Bayangan hitam : “Ini sama seperti kau yang melupakan teman teman maupun keluargamu. Begitu pula sebaliknya. Semua telah berubah dan diubah.”
Arian : “Tapi kaulah yang mengubahnya bukan?!”
Bayangan hitam : “Seperti yang aku katakan dahulu kala. Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan.”
Arian : “Tapi mengapa karakterku berbeda denganmu?”
Bayangan hitam : “Kau sama seperti aku yang dulu, namun cepat atau lambat kau akan merasakan penderitaanku.”
(Arian terbangun di pagi yang baru).
Back to Arian POV
Selasa, 25 April 2028
Disini aku dapat melihat dengan samar samar, gadis manis disamping kananku yang memegang tanganku tentu saja Seila, disebelah kiriku tentu saja ada seorang pria mapan bernama Dave, dan anaknya mungkin.
Aku terbangun dan disambut hangat oleh mereka layaknya keluarga.
Mode Konversasi
Arian : “Uhm, pagi.”
Seila : “Selamat pagi.”
Dave : “Arian, this is my child.”
Arian : “Wah, you has a child?”
Dave : “Yeah, his name is Furhan.”
Arian : “Wait, i’ve heard that name before.”
Dave : “I though the superhuman has already known anything, hahah.”
Arian : “No no no, not in this place. Maybe in another place.”
Dave : “You sure that is my child?”
Arian : “Maybe im just little bit confused because im not already full awaken.”
Dave : “Haha, just go eat your breakfast first with your girlfriend.”
Seila : “Nah iya, sarapan dulu ya.”
Arian : “Ambilin deh.”
Seila : “Tunggu sebentar, tuan.”
Arian : “Jangan bercanda deh Seil.”
Seila : “Hihihi.”
Arian : “Hey, little Furhan. Buku apa itu?”
Furhan kecil : “Ini buku karanganku paman.”
Dave : “Dia bercita cita menjadi seorang penulis cerita.”
Arian : “Bolehkah aku membacanya?”
Furhan kecil : “Boleh sekali paman.” (Furhan memberikan buku karangannya kepada Arian)
Back to Arian POV
Setelahku memegang buku tersebut. Aku tanpa ragu membaca satu demi satu kata didalam buku itu, “Aku bersama tiga kawanku sedang dalam perjalanan menuju suatu daerah untuk mengisi waktu luang, aku Arian sang pengemudi mobil milik orang tuaku, teman sebelah kemudiku adalah Furhan, dibelakangku adalah teman semasa Sekolah Dasarnya merupakan sahabatku Khwan, dan orang yang duduk dibelakang Kursi Furhan adalah Temannya mereka berdua bernama David.”
Aku segera menjatuhkan buku itu karena kaget. Tiba tiba aku merasa kesakitan sekujur badan. Dave dan Seila pun panik dan segera memanggil dokter. Kemudian aku mencoba mengambil buku itu. Aku segera membuka halaman belakang dari buku tersebut untuk melihat sejauh mana buku itu ditulis. Dan ternyata didalam buku itu hanyalah ada bercak darah yang terlihat bahwa darah darah itu berasal dari waktu dan orang yang berbeda.
Segera disitu aku pun muntah darah karena menahan semua rasa sakit yang mencoba membunuhku perlahan. Masih memegang buku itu. Aku mencoba merangkak kearah jendela kaca yang sangat besar. Aku mencoba memecahkan jendela itu dan mengambil serpihan kaca itu untuk merusak buku tersebut.
Dengan darah yang meneteskan bagai sebuah pipa air yang bocor itu aku terus mencoba merusak buku itu layaknya seseorang yang sudah kehilangan akal pikirannya. Dokter, beberapa perawat, Dave, Seila, bahkan Furhan kecil pun datang kembali ke ruanganku. Aku mengatakan kepada mereka, “Inilah akhir dari hidupku. Buku inilah yang aku cari selama ini.” Dave terkejut dan Furhan kecilpun juga sangat terkejut.
Lalu aku menjatuhkan diriku dari lantai yang sangat tinggi itu. Sembari memeluk buku yang sudah hancur itu aku merasa tugasku sudah selesai. Dan tiba tiba saja aku tertidur berharap kematian yang indah segera menjemputku.
Tiba tiba saja aku mendengar suara kecil. Suara itu berasal dari seseorang yang membuatku bertahan sejauh ini. “Sevile! Sevian!” Teriakku. Lalu aku kembali memuntahkan beberapa darah yang mengikutiku terjun dari ketinggian.
“Sayang! Sadarlah sayang!” Aku mendengar suara mereka satu per satu silih berganti memanggilku. Lalu aku masuk kedalam sebuah mimpi. Dan bertemu dengan bayangan hitam dan dua bayangan putih sekaligus.
Mode Konversasi
Arian : “Aku sudah menemukan buku itu dan menghancurkannya.”
Bayangan hitam : “Aku tidak menyuruhmu menghancurkannya.”
Arian : “Apa?!”
Bayangan putih I : “Sayangku, ia menyuruhmu untuk menemui penulisnya, bukan merusak karyanya.”
Bayangan putih II : “Sudah kuduga akhirnya mereka semua sama.”
Arian : “Hah?! Apa yang kalian maksud?! Aku tidak merasakan adanya garis waktu yang saling bersimpangan!”
Bayangan hitam : “Kau merusak buku itu, kau membunuh dirimu sendiri.”
Arian : “Apa maksudmu?!”
Bayangan I : “Sayang, ada banyak hal yang tidak pernah dapat kau mengerti.”
Arian : “Bukankah dengan tidak adanya buku itu maka aku dapat hidup dengan bebas?!”
Bayangan II : “Sayang, kau merusak pintu dimana kau bisa masuk dan keluar dari kehidupanmu. Sekarang pintu tersebut sudah tertutup, dan tidak akan ada yang namanya pilihan lagi.”
Arian : “Hahaha! Akulah pengendali waktu! Aku tidak akan mati! Aku masih hidup di garis waktu yang lain!”
(Bayangan hitam menampakkan wujud aslinya).
Arian : “...” (Diam terpaku seakan akan tidak percaya).
(Kedua bayangan putih pun menampakkan wajahnya).
Arian : “Tidak mungkin!!! Kalian membodohiku! Ini tidak mungkin terjadi.”
(Bayangan hitam itu adalah Furhan. Kawan lamanya yang telah menghilang selama 8 tahun. Bayangan putih I adalah Sheva dan bayangan putih II adalah Seila).
Furhan : “Maafkan kami, karena telah membohongimu.”
Sheva : “Kami bertigalah yang merubah semua kehidupanmu.”
Arian : “Tidak mungkin!!! Ini tidak nyata!!!”
Seila : “Lalu bagimu apa yang nyata?!”
Furhan : “Dengarkan aku! Jika kau mengetahui bahwa aku yang menyelamatkanmu. Maka kau tidak akan pernah percaya bahkan dengan keberadaanku!”
Arian : “Tidak, memang hanya Arian yang terdahulu lah yang dapat menyelamatkanku.”
Sheva : “Ya, menyelamatkanmu dari semua kesalahannya.”
Arian : “Kalian semua palsu! Kembalikan mereka.”
Seila : “Khwan, Sevile, Sevian, dan Arian adalah korban kecelakaan maut di dalam sebuah terowongan. Mereka berempat dinyatakan tewas kecuali Furhan.”
Arian : “Aku tidak akan mempercayai perkataan kalian!”
Furhan : “Sheva adalah istriku. Dan Seila adalah adikku.”
Arian : “Bohong! Bagaimana Sheva bisa menjadi istrimu bila ia tidak pernah ada?!”
Furhan : “Mungkin didalam kehidupan asliku ia memang baru kutemui setelah insiden tersebut. Tepatnya ialah yang memberikanku rumah dan tempat tinggal yang hangat karena aku sudah tidak memiliki keluarga.”
Arian : “Lalu bagaimana caranya aku dapat selamat dari terowongan maut itu dan kehilangan memori 8 tahun yang lalu?!”
Seila : “Kami menyelamatkanmu dari kecelakaan maut.”
Sheva : “Furhan menyamar sebagai seorang dokter untuk mengelabui pasiennya yaitu ayah dari kedua istrimu!”
Furhan : “Kalian berdua, tenanglah. Ia hanya shock karena kita membohonginya.”
Arian : “Mengapa kalian melakukan itu?!”
Furhan : “Kami terpaksa melakukannya. Karena keluargamu, keluarga Khwan. Semua orang disana menuduhku dan mengatakan bahwa aku juga seharusnya menjadi salah satu korban disana.”
Sheva : “Furhan ingin menyelamatkan kalian agar ia dapat diterima dan mencoba menebus dosa dosanya.”
Arian : “Mengapa kalian tidak membiarkan kami bertiga hidup tenang di akhirat?!”
Seila : “Jika kau menginginkannya maka kamilah yang tidak akan pernah merasakan ketenangan saat hidup. Banyak sekali yang mencoba menjatuhkan keluarga kami hanya karena insiden itu!”
Furhan : “Kemudian aku menuliskan buku itu. Buku tentang kalian sahabat sahabatku.”
Sheva : “David kawan lamamu, atau sekarang yang kau sebut Dave itu adalah orang tua dari Furhan yang sama sama mencoba menyelamatkanmu!”
Furhan : “Kami mencoba menyelamatkanmu sejauh yang kami bisa. Bahkan jika kamu harus melakukannya beratus ratus abad sekalipun kami akan menerimanya.”
Seila : “Kami hanya membutuhkan kalian untuk hidup bersama kami.”
Arian : “Apa kalian sosok putih di lorong dan sosok yang selalu mengikutiku?!”
Sheva : “Maaf, kami hanya dapat berkomunikasi denganmu melalui mimpimu.”
Arian : “Lalu siapa sosok itu?!”
Furhan : “Saat kau terbangun nanti, kau akan ada bersama denganku di terowongan itu.”
Sheva : “Aku mohon ubahlah sebanyak apapun kejadian yang kau ingat didalam situ.”
Arian : “Tunggu dulu, jika aku bukan pengendali waktu. Lantas bagaimana caranya aku melakukan berbagai macam keajaiban itu?!”
Seila : “Kau yang mengutuk dirimu sendiri.”
Arian : “Mengutuk?!” (Aku pun membuka kedua mataku)
Back to Arian POV
Aku terbangun tepat ditengah keramaian jalan raya. “Woi, malah tidur njay. Lu lagi nyupir bego!” Ya, aku mengingatnya. Ia adalah Khwan. Teman lamaku. “Kalo kamu lelah lebih baik kita istriahat dulu,” Dan dia adalah Furhan, seseorang yang menanggung semua hal yang terjadi karena insiden yang aku sebabkan.
“Nggak kok, aku nggak apa apa,” Jawabku. Jadi pada saat sebelum memasuki terowongan itu aku sudah merasakan badan yang kurang fit dan cukup lelah. Aku pun berhati hati dalam mengemudi. Aku masih mendengarkan kedua temanku sedang mengagumi keindahan terowongan itu, sedangkan aku sedang fokus mengemudikan mobil.
Aku sama sekali tidak mengingat kejadian 8 tahun lalu. Semua ingatan samar samar ini sedikit membuatku pusing. Yang aku ingat aku menabrak mobil milik Sevian dan Sevile.
Tidak lama kemudian, ada sebuah mobil Mercedez SL AMG menuju kearahku. Dan menabrakku yang sedang berada pada kecepatan 40km/jam. Untunglah teman temanku dan aku tidak terluka.
Namun, kecelakaan beruntun tak dapat dihindari. Dari arah belakang dan dari arah depan terdapat sebuah bis dan truk yang ukurannya tidak terlalu besar melaju dengan cepat dan menabrak kedua mobil yang baru saja bertabrakan.
Aku tidak sadarkan diri beberapa saat. Dan aku melihat keadaan teman temanku. Sialnya, mereka berdua berlumuran darah terutama Khwan yang berada dikursi belakang yang langsung berhadapan dengan bis itu. Disisi lain aku melihat darah dari mobil Mercy itu.
Darah itu seakan akan mengundangku untuk mengeceknya. “Akkhhh!” Ternyata kakiku terjepit. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Tiba tiba saja guncangan terjadi lagi. Sesuatu dengan cepatnya segera menabrak truk dan bis yang berada dibelakang mobilku dan dibelakang mobil Mercy tersebut.
“GLDK,” Suara keras dari belakang bis dan truk itu terdengar jelas olehku yang semakin terjepit. Aku melihat kearah mobil Mercy itu dengan keadaan sekarat. Aku melihat darah mengalir dari dalam mobil Mercy itu melalui celah pintu mobil layaknya sebuah air terjun.
Aku mencoba keluar tapi tetap saja kedua kakiku tidak dapat digerakkan. Dengan keadaan seadanya itu akupun putus asa. Aku mengambil jalan ternekatku. Aku mengepalkan kedua tanganku dan menyobekkan kain bajuku. Aku gigit gumpalan kain yang sudah kusobek itu.
Aku menarik nafasku sekuat tenaga dan mematahkan paha kedua kakiku menggunakan kekuatan tangan yang tersalurkan oleh siku ku yang dengan sekuat tenagaku tuk mematahkan kedua kakiku. Aku berteriak sembari menggigit gumpalan kain yang ada didalam mulutku.
Aku merintih kesakitan dan meneteskan beberapa bulir air mata. Namun, tetap saja aku tidak bisa berhenti sampai situ. Kemudian aku mengambil sebuah pisau didalam tasku. Memegangnya dengan sekuat tenaga dan menancapkannya tepat dimana aku melihat kulit kakiku yang berubah menjadi ungu itu.
Aku menancapkannya sedalam dalamnya. “UAKH... IIIIAAAAHHHHH!!!” Aku menjerit sekeras mungkin dan mengeluarkan air mata. Air mata terus mengalir dari mataku dan jatuh tepat dipahaku yang berlumuran darah. Air mataku bersatu dengan merah kental diatas pahaku. Aku mengerti bahwa ini bukanlah saatnya aku untuk mati. Aku mencabut pisau itu. “Srrkk,” Suara pisau itu yang kucabut dari pahaku. Aku melakukannya kembali terhadap pahaku yang satunya dan berharap bahwa ini bukanlah saatku tuk mati meninggalkan dunia.
Aku mengalirkan air mata. Mataku memerah. Tanganku dipenuhi dengan darahku sendiri. Aku dapat merasakan bahwa aku sudah berada diambang batasku. Dimana kolam darah didalam mobilku terus mengisi seakan akan ingin menenggelamkanku. Aku memutuskan semua nadi nadi dan beberapa yang masih tersambung dengan paha bawahku.
Aku memutuskan semua urat dan daging yang ada. Aku memutuskan semuanya hingga ke belakang pahaku. Aku merasa mengingat keadaan dimana Furhan harus merasakan rasa sakit seperti ini saat berada didalam lorong. Melihat kedua kakiku sudah tidak tersambung lagi. Aku pun segera membuka pintu mobilku.
Aku membukanya dan aku pun segera terjatuh. Lalu tangan kananku menancap tepat di salah satu serpihan kaca dari mobilku. Aku merangkak menggunakan tangan kiriku. Aku menyeret badanku diatas serpihan kaca yang masih baru. Aku merasakan ada beberapa serpih kaca yang mencoba menusuk tubuhku. Tapi tetap saja aku tidak akan berhenti dan aku akan berusaha sampai akhir hayat hidupku.
Aku sampai disebelah dari mobil Mercy itu. Namun, tiba tiba Furhan membukakan pintu tersebut untukku dengan kepalanya yang masih terlihat bekas benturan serta darah beku didepan kepalanya, dengan baju penuh darah dan dengan air mata yang menetes satu demi satu saat melihatku. Aku mengerti kalau dia tidak mengetahui apapun soal mobil Mercy yang aku tuju itu. Saat dibukakan pintu mobil itu. Ternyata aku melihat Sevian dan Sevile yang sudah tidak bernyawa karena pendarahan hebat yang dihasilkan oleh sepasang besi dari truk yang menabrak belakang mobil Mercy ini menusuk tepat di perut mereka berdua.
Aku terbelolok dan seketika muntah darah dan darahku bersatu dengan darahnya yang menggenangiku. Furhan menangis dan menggendongku. Aku pun menjatuhkan semua air mata yang dapat kuhasilkan saat itu dan memukuli Furhan dan berteriak, “TURUNKAN AKU!!! AKU INGIN MATI BERSAMA MEREKA!!! HOI!!! TURUNKAN AKU!!!” Dan aku pun dijatuhkan oleh Furhan. Lalu aku merangkak kembali menuju kesamping mobil Mercy itu. Furhan yang melihatku seperti itu hanya bisa bertekuk lutut dan menangis.
Disaat yang sama Sheva yang merupakan salah satu penumpang di bis yang menabrak belakang mobilku pun keluar dan mencoba menenangkan Furhan. Namun, saat Sheva melihatku. Ia pun menjatuhkan air mata yang sangat bening itu hingga jatuh tepat didalam genangan darahku tadi.
Mereka berdua menangis melihatku. Aku berada tepat didepan pintu dimana Sevian dan Sevile duduk. “Aku akan lakukan apapun untuk menyelamatkan kalian,” Dalam hatiku aku mengatakan hal seperti itu seakan akan ada cara lain untuk membuatnya terwujud.
Kemudian aku menyatakan sumpahku yang disaksikan oleh Furhan dan Sheva. “AKU BERJANJI DENGAN DARAH DAN JIWAKU!!! AKU AKAN MENGEMBALIKAN KEDUA ISTRIKU DAN HIDUP BAHAGIA BERSAMA ANAK ANAKKU MESKIPUN HARUS PERGI KEDALAM NERAKA SEKALIPUN!!!” Aku merangkak masuk kedalam mobil dan mencoba berdiri menggunakan kedua tanganku.
Aku melihat kearah kedua telapak tanganku yang terbuka. Lalu aku menggoreskan kedua telapak tanganku kearah besi yang berkarat dan cukup tajam yang menusuk mereka berdua itu.
Jika hidup setajam dan sekejam besi berkarat ini. Maka aku bersedia menyerahkan seluruh jiwaku demi mereka yang membuatku bahagia walaupun berada dibawah neraka terdalam sekalipun.
Darahku mengalir dengan cepatnya dari kedua telapak tanganku. Dan aku memegang perut Sevian dan Sevile yang masih berkucuran darah itu. Kusatukan darahku dan darah mereka berdua.
Kemudian aku menyatukan kedua telapak tanganku. Dan seketika itupun aku merasakan bahwa malaikat maut menyapaku dan memberitahukanku bahwa ini saatnya aku untuk pulang.
Namun dengan sekuat tenaga aku bangkit dan berkata, “INI BUKANLAH KEMATIANKU.” Seketika itu pula aku terjatuh dan tertidur.
Didalam mimpi itu aku merasakan hawa yang sangat mencekam seakan akan berada di dalam kegelapan abadi dunia. Lalu satu demi satu pertanyaan menyerangku.
Mode konversasi
Asap hitam : “Wahai manusia yang kehilangan arah. Apa yang membuatmu seperti ini?”
Arian : “Aku hanya ingin mereka selamat dari kecelakaan itu.”
Asap merah : “Sekalipun kau harus mengorbankan dan menentang Tuhanmu?”
Asap abu-abu : “Wahai manusia, makhluk paling mulia yang pernah diciptakan. Apa yang membuatmu melakukan hal seperti ini?”
Asap merah : “Kuberikan apa yang kau inginkan jika kau dapat memenuhi syaratku.”
Asap abu-abu : “Cinta dan Kenikmatan dunia memanglah membutakan hati.”
Asap hijau kehitaman : “Kami berada jauh dari semua pencapaian umat manusia.”
Asap merah kehitaman : “Kau akan kami berikan hadiah jika kau dapat melakukan apa yang kami syaratkan.”
Arian : “AKU AKAN LAKUKAN APAPUN DEMI MEREKA BERDUA SEKALIPUN AKU HARUS BERADA DIDALAM NERAKA BERSAMA IBLIS.”
Iblis : “Beraninya kau menyebutku!”
Asap hitam : “Kami menawarkanmu keabadian, namun kau akan memberikan kehancuran abadi juga terhadap alam semesta.”
Asap merah : “Kami akan memberikanmu apapun yang kau inginkan tanpa memerlukan jiwamu sebagai penggantinya namun dengan syarat tertentu.”
Asap abu-abu : “Kau tidak memerlukan Iblis untuk mencampuri urusan duniamu.”
Arian : “Akan aku lakukan apa yang kalian syaratkan.”
Asap hitam : “Aku akan memberikanmu hal yang disebut keajaiban, dengan gantinya kau harus menggunakannya untuk merubah dunia ini menjadi lebih baik.”
Asap merah : “Aku akan memberikanmu keabadian, namun kau harus merubah dunia ini hingga akhir zaman nanti. Tentu saja kau harus melihat cucu cucumu mati. Itulah yang ku tawarkan untukmu.”
Asap abu-abu : “Aku akan memberikanmu kekuatan yang membuatmu dapat mengubah dunia lebih mudah namun dengan syarat kau harus menerima tawaran mereka berdua.”
Asap merah kehitaman : “Aku akan menawarkanmu ruang dan waktu didalam alam semesta ini. Dengan syarat kau menerima tawaran mereka bertiga.”
Asap putih : “Aku tidak akan memberikanmu hal berbentuk wujud atau fisik. Namun aku akan memberikanmu ketangguhan dan keangkuhan hati dalam menjalankan semua yang telah dibebani kepadamu.”
Arian : “Aku menerima itu semua. Dan aku siap akan semua yang akan terjadi asal dapat hidup bersama mereka berdua.”
Asap ungu kehitaman : “Aku akan menawarkan penuntun untukmu dalam melakukan semua itu.”
Iblis : “Suatu saat nanti datanglah padaku bila kau membutuhkan sesuatu yang lebih besar dari semua itu.”
Arian : “Apa yang dapat kau tawarkan kepadaku?”
Iblis : “Semua yang tidak dapat kau pikirkan.”
Arian : “Apa kau dapat melebihi semua tawaran mereka?”
Iblis : “Aku bahkan bisa membuatmu menjadi Tuhan yang hidup.”
Para asap : “Kau tidak membutuhkan iblis. Jangan melakukan penawaran dengan iblis apapun yang terjadi. Kami sudah memberikanmu apa yang kau perlukan.”
Arian : “Sepertinya begitu. Maaf Iblis, aku tidak membutuhkanmu.”
Iblis : “Darahmu yang sekarang ini, aku sangat menyukainya. Cepatlah kembali dan segeralah menemuiku.”
Minggu, 11 Oktober 2020
Back to Arian POV
Aku terbangun dengan keadaan sehat sehat saja. Seakan akan tidak ada hal yang terjadi. Aku melihat ponselku dan smartwatchku. Semua berada pada tanggal Minggu, 11 Oktober 2020.
Ini adalah hari sebelum aku melakukan perjalanan. Segera aku menghubungi teman temanku dan mengecek apa ada sesuatu yang berubah. Namun, semuanya kembali seperti semula. Bahkan aku dikira aneh oleh mereka saat kutanyakan kabar mereka. Aku membatalkan perjanjian kita bertiga dan memutuskan untuk tidak berangkat kemana mana pada hari itu.
Aku melihat kedua orang tuaku di ruang tamu sedang mengobrolkan soal diriku yang akan melakukan perjalanan. “Yah, Bu. Aku nggak jadi berangkat,” Jelasku kepada kedua orang tuaku. “Loh? Kenapa Ar?” Tanya Ayahku. “Kayaknya aku nggak enak badan,” Jawabku.
Segera setelah itu aku melihat adikku muncul dari tangga menuju ke lantai dimana aku berada. “Mas Ar, gak usahlah main terus! Bantuin aku ngerjain tugas aja,”Seru adikku. Adikku adalah gadis yang manja dan tidak terlalu menyukai bermain keluar rumah dan lebih memilih untuk berada dirumah mengerjakan tugasnya.
Aku pikir hari ini pasti akan menjadi hari yang baru bagiku. Aku mengharapkan kejadian besar akan terjadi esok hari. Dan semoga saja Furhan di masa depan tidak sedang mencoba mengusik kehidupanku saat ini.
Oh iya, Aku menerima tawaran dari asap asap itu tanpa adanya jaminan. Aku pikir mereka seperti iblis yang mengharuskanku menjual jiwaku kepada mereka terlebih dahulu. Tiba tiba saja aku mendengar bisikan, “Kau menjual dirimu kepada dunia fana ini.”
Seketika aku menoleh kearah ruangan yang gelap dan disadarkan oleh adikku sembari menepuk pundakku, “Woi! Lu kesambet ya?! Udah ayo!” Dan akupun langsung sadar lalu mengikuti adikku menuju kamarnya. Aku masuk kedalam kamarnya. Seketika aku melihat sebuah bayangan bahwa kamarnya terbakar dan api menyelimuti tempat itu.
Aku mencoba menyadarkan diriku dengan menggelengkan kepalaku beberapa kali. Adikku yang melihatnya merasa aneh dan mengejekku, “Iss malah jadi gila kakakku ini padahal belum aja liat soalnya.”
Aku merasakan bahwa apa yang kulihat itu nyata dan benar benar akan terjadi. “Maaf dek, aku lagi gak enak badan,” Jelasku. “Yaudah sana keluar aja! Gak guna juga kalo aku tanya sama orang stres,” Adikku mendorongku keluar kamarnya.
Aku merasakan hal buruk akan terjadi dengan keluargaku. Lalu aku mencoba menenangkan diri dengan tidur di kamarku. Walau itu belum terlalu malam. Tiba tiba saja pada pukul 22.56 sebuah alarm kebakaran yang mengingatkan seisi rumahku pun membuatku terbangun.
Aku terkejut karena hampir semua yang ada didalam kamarku terlahap api. Aku menghalangi wajahku dengan salah satu tanganku karena merasakan panas yang teramat panas. Segera setelah itu aku mendengar jeritan dari arah kamar adikku. Aku sudah menduga jika hal ini akan terjadi. Tiba tiba ada sosok putih yang membisikkan sesuatu, “Pejamkan matamu dan mulailah merubah dunia.”
Lalu aku memejamkan mataku dan berharap dapat kembali ke beberapa jam sebelum itu. Sesaat setelah itu aku membukakan mataku, dan aku masih berbaring didalam tempat tidurku. Aku melihat jamku dan ini pukul 21.56 tepatnya 1 jam yang lalu. Aku keluar dari kamarku dan berlari mencari sumber api tersebut. Aku melihat ada beberapa faktor yang menyebabkan kejadian ini terjadi yaitu salah satunya karena korsleting listrik. Aku tidak tahu pasti letaknya namun aku mencoba membangunkan Adikku yang tertidur di meja belajarnya.
Mode Konversasi
Arian : “Dek! Woi! Bangun! Cepetan!” (Sambil menggerakkan badannya supaya ia terbangun dan terusik).
Adik Arian : “Hzz apaan sih kak!” (Adiknya membentak Arian karena mengganggunya).
Arian : “Udah ikut kakak!” (Sambil menariknya keluar dari kamar).
(Tiba tiba terjadilah sebuah korsleting listrik)
Arian : “Buruan keluar dari rumah!”
Adik Arian segera berlari keluar rumah dengan keadaan panik.
Arian masih mencoba menyelamatkan kedua orang tuanya.
Arian : Yah! Bu! Bangun! Kebakaran kebakaran! Ahh pake dikunci segala!” (Arian mencoba membuka pintu kamar kedua orang tuanya namun terkunci)
Arian mencoba menggunakan alat alat disekitarnya untuk membuka kamar orang tuanya dan berhasil.
Kedua orang tuanya masih sedang tertidur lelap.
Arian membangunkan kedua orang tuanya dan segera menyuruh mereka berdua pergi keluar rumah sementara Arian mencoba menyelamatkan barang berharga milik keluarganya.
Back to Arian POV
Aku mencoba menyelamatkan barang berharga yang dapatku selamatkan. Surat surat berharga dan berkas berkas penting lainnya sudah ku bawa dan aku mencari kunci mobil milik Ayahku. Aku menemukannya tetapi api semakin besar. Keluargaku meneriakki namaku dari luar dan aku dapat mengerti kekhawatiran mereka sama seperti kekhawatiran yang pernah aku rasakan.
Segera aku berlari menuju ke garasi dan membuka garasi itu. Memasukkan semua barang berharga kedalam mobil beserta diriku. Lalu aku menancap gas dan keluar dari rumah itu. Aku memerintahkan mereka untuk menaiki mobil itu dan menyuruh keluargaku untuk menginap dirumah saudaraku.
Sesampainya dirumah saudaraku, kami disambut dan merekapun melihat kami yang sedang bersedih ini seakan akan ada bencana yang melanda. Kemudian disini aku menginap dan tinggal sementara dirumah ini.
Senin, 12 Oktober 2020
Aku bangun dari tidurku, aku berjalan menuju kearah ruang makan. Aku melihat disana ada adikku, dan juga kedua orang tuaku beserta saudara saudaraku yang mungkin sudah mengerti situasinya.
Aku segera duduk berhadapan dengan adikku. Nama adikku adalah Laura. Ia merupakan tipe anak yang manja, sulit diatur, namun sangat pandai dan cerdas. Oleh karena itu ia sangat dimanja dan melakukan hal semau dan sesukanya. Tapi berbeda setelah kejadian semalam.
Kali ini aku melihatnya murung dan terdiam. Aku mengerti semua merasakan kesedihan yang amat dalam jika kehilangan sesuatu yang berharga. Lalu seketika saja kepalaku sakit dan tiba tiba aku muntah darah. Darah itu berwarna agak kehitaman yang merusak suasana sarapan pagi dirumah itu. Keluargaku kaget terlebih dengan adikku yang baru kali ini melihat muntah darah yang sesungguhnya.
Rasa sakit dikepalaku membawaku berhalusinasi bahwa jika aku tetap pergi piknik maka semua keluargaku akan meninggal dilalap si jago merah. Aku mengacaukan suasana dan segera berlari kearah kamar mandi.
Disana aku melihat sosok putih itu. Awalnya aku pikir itu adalah makhluk halus yang ada di rumah saudaraku tapi setelah aku mendengarnya berbicara seperti ini, “Hai, tuanku. Maafkan aku karena muncul dengan wujud yang aneh ini.” Lalu aku segera berlari kearah wash tuffle dan melanjutkan muntah darahku yang belum selesai. “Tuanku, ini adalah efeknya bila seorang manusia menerima semua keajaiban yang bahkan dapat merubah dunia,” Jelas sosok putih tersebut.
“Ahh, aku sudah menduganya. Ada berapa banyak kekuatan yang aku terima dari mereka?” Tanyaku. “Sekitar sepuluh juta keajaiban yang mungkin terjadi didalam hidupmu yang saat ini,” Jelasnya. “Sepuluh juta?! Apa mereka sudah gila?! Apa aku merupakan dewa yang hidup?!” Tanyaku. “Tidak tuanku, saat ini kau hanya dapat menggunakan tiga keajaiban saja, butuh waktu dan beberapa pengorbanan untuk mewujudkan keajaiban yang lainnya,” Jelasnya lagi.
“Haha, aku sudah mengorbankan setiap detik dan setiap hirupan nafasku,” Jelasku. “Tuan, bila kau tidak segera kembali ke terowongan itu hari ini maka kau tidak akan menemukan perbedaan didalam hidupmu,”Jelasnya.
Aku hampir saja melupakan Sevian dan Sevile yang pada tanggal dan hari ini merupakan nafas terakhirnya. “Tapi apakah mungkin jika aku tidak ada disana lalu kecelakaan itu terjadi?” Tanyaku. “Setiap kejadian yang pernah terjadi. Adanya dirimu atau tidak itu bukanlah masalahnya tuan. Bahkan kejadian semalam yang sama sekali belum pernah kau alami sebelumnya,” Jawabnya.
Segera saja aku bergegas mengambil kunci mobil milik ayahku dan segera dengan kecepatan tinggi aku menuju terowongan itu. “Aku tidak bisa berada disana tepat waktu,” Aku merasa sedikit putus asa. “Gunakanlah kemampuanmu semalam, karena kali ini kau hanya dapat menggunakan kemampuan itu,” Seketika sosok itu muncul disamping tempatku mengemudi.
Aku yakin pasti aku akan menyelamatkannya kali ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Your Question is The Answer
General FictionMenceritakan tentang kehidupan seorang pemuda yang bernama Arian yang menulis kembali petualangannya yang terjadi setelah lulus SMA