#05,10 - 00.29, Siapa? [Deleted] Jujur?

3 1 0
                                    

----------------------------------

Adnan

Nada

Figuran

Supaya bisa dibedakan saat mereka telponan

-----------------------------------

Calling nadaaa...

"'Kan gue bener, lo pasti belum tidur."

"..........."

"Nad."

"Iya."

"....."

"Ehm, Nan, coba deh lo buka jendela kamar lo."

"Hm? Sekarang?"

"Tahun depan aja, Nan."

"Yeu, si kutu. Udah serius juga."

"Ya abis lo juga, udah tau sekarang, masih nanya."

"Nah, gini 'kan enak, Nad."
"Kalo lo jadi bawel, gue seneng."

"Hah?"
"Emang gue bawel?"

"Ya menurut lo?"
"Btw, kok gue perhatiin dari sini, lo jadi kurusan. Lo ga pernah makan yang bener, Nad?"

"Ah masa? Setau gue pipi gue masih ngembul."

"Beneran. Coba deh lo geleng-geleng kepala lo. Pasti pipi lo ikut goyang-goyang juga."

"Dih, kenapa gue jadi ambigu."

"Wah, otak lo jadi kotor ya sekarang."
"Pas gue ga ada siapa yang ngajarin lo jadi kotor gini?"

"Wah, wah, ga sadar diri dia. Bukannya elo yang ngajarin?"

"Lah kok gue? Gue kalo nyangkut masalah itu pasti diem-diem."

"Emang elo kok."
"Lo ga inget? Dulu pas gue di kamar lo, lo lagi buka begituan. Terus lo panik liat gue masuk ga ngetok pintu."

"Dan, hahaha! Lo waktu itu langsung teriak marah-marah. Terus gue langsung ngambek pas lo marahin abis-abisan."
"Hahaha! Yang bikin gue ngakak waktu itu. Gue sama lo sama-sama kesel. Terus akhirnya kita ga ngobrol berhari-hari, bahkan ga ada nge chat sama sekali. Terus, terus, lo langsung dateng ke kamar gue, bawa laptop lo. Gue bahkan ga ngerti kenapa waktu itu lo malah ngajakin gue nonton itu juga. Sejak kejadian itu kita jadi—"

"Hm? Kok lo berhenti? Jadi apa?"

"Muka lo kok rata banget."
"Gue serasa ngobrol sama tembok."

"Pft. Hahahaha! Gue nahan tawa daritadi tau ga."
"Hahaha."

"Tawa lo ga ikhlas tuh."

"Ah, masa?"
"Mungkin karena ada beberapa perubahan, jadi keliatannya gitu. Tapi ini yang terikhlas selama setahun terakhir."

"Nan. Gue penasaran sama lo selama setahun belakangan ini."

"Hm? Apaan?"

"Lo, kenapa ngilang gitu aja?"
"Kenapa lo ga pamit sama gue kalo mau pergi?"
"Sebenernya gue itu lo anggep apa sih, Nan?"

"......ah."
"Lo seriusan kangen gue, Nad?"

"Hah?"

"Kalo lo jawab pertanyaan gue. Gue bakal jawab pertanyaan lo."

"Bukannya gue udah pernah bilang? Kenapa lo masih nanya?"
"Adnan, gue kangen sama lo."

"Pft."

"........"

"Pfff.. Hahahahah!"

"Nan, lo minta gue tampol apa gimana? Gue lagi serius."

"Pff. Iya, iya. Haha."
"Oke, oke gue serius."
"Yang mana duluan nih yang gue jawab?"

"Terserah lo."

"Ehm..."
"Yang pertama, gue minta maaf karena gue ga pamit ke elo kalo gue pindah. Gue juga pindah karena gue ngikutin mama, karena mama mau nenangin diri dulu dari semua yang terjadi waktu itu."

"Alasan lo ga pamit apa, Nan?"

"Ya gue—"

"Gausah basa-basi. Badan lo udah bau basin."

"Eh, eh, sial lo."
"Serius deh, gue bahkan ga ngerti, kenapa dulu gue ga pamit sama lo. Padahal lo itu sahabat gue yang rumahnya nempel kek lem korea."

"Apasih? Kok jawabannya gantung banget."

"Haha, ya lo juga, kenapa nyari jawaban sama gue? Gue 'kan orangnya emang rada—"

"Edan."

"Wah sial lo! Dua kali lo ngina gue. Dasar nada dering telkomsel!"

"Hahaha."

"Haha!"

"Nan, gue mau nanya lagi."

"Dari nadanya, kayak nada-nada Dora."

"Apasih garing. Krenyes, kriuk-kriuk."
"Gue nanya lagi nih."

"Iyaudah nanya aja bawel."

"Pas lo pergi tanpa ngehubungin gue itu."
"Lo ada ga kepikiran kangen sama gue?"

"Hah? Maksudnya apaan?"

"....mikir dong pake otak, jangan pake mulut."

"Ya abis, pertanyaan lo kayaknya ga guna banget."
"Itu 'kan pertanyaan yang gue yakin, lo tau apa jawabannya."

"Gue gatau, Nan."
"Makanya gue nanya."

"Mikir dong pake otak, jangan pake mulut."

"Kok lo malah balikkin kata-kata gue."

"Hahaha! Biarin!"

"Ah dasar."
"Ngeharepin apa sih gue dari seorang Adnanta."

"Jangan berharap terlalu tinggi, nanti kalo lo jatuh, ga ada yang mau nangkep. Meskipun sekarang lo kurusan."

"Yeu, apaan sih."
"Btw Nan, gue jadi pengen nanya lagi. Boleh?"

"Nanti kalo gue jawab ga boleh. Lo bakal ngamuk."

"Hehe, berarti boleh."
"Nan, seharian ini. Gue yakin lo tau."

"Apaan?"

"Kenapa waktu itu, lo diem-diem dengerin pembicaraan gue sama Dira?"

"Emang kenapa? Ga boleh?"

"Ya ga gitu juga, Nan."

"Lagian tadi tuh, usil-usil aja. Lo nya serius amat."

"Usil?"

"Iya."
"Raut muka lo kenapa gitu banget deh? Lo kesel soal yang tadi?"

"Kalo iya, gimana?"

"Ya, sori."
"Besok, besok ga kejadian lagi."

"Anu, Nan—"

TING!

Call ended by Adnan

"Woi, kok lo matiin?" –Nada

"Ga sengaja pencet! Bentar!" –Adnan

Our Second GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang