happy reading:)
🌈🌈
Sosok itu masih setia menatap nisan seseorang yang sangat berarti bagi hidupnya. Sorot matanya memandang kosong ke depan. Tak ada tetesan air mata, karena dirinya menganggap itu semua hanyalah mimpi buruk yang terburuk sepanjang hidupnya. Semua kerabat sosok itu menatap iba ke arahnya. Hujan yang mengguyur tubuhnya, tak ia hiraukan.
Satu persatu orang mulai meninggalkan tempat itu. Hanya tersisa dua orang di sana, Zero dan sosok itu.
Zero berjongkok di samping orang itu, "Lo harus kuat!" Zero meremas pelan pundaknya berusaha untuk menguatkan. Cowok itu kemudian bangkit lalu meninggalkan dia seorang diri.
Ketika Zero sudah pergi dari hadapannya, sosok itu mulai terisak seraya menggenggam erat gundukan tanah yang masih basah itu.
"Gue gak nyangka lo bakal ninggalin gue secepat itu," Isak tangisnya begitu memilukan. "kenapa lo tega biarin gue sendirian, Dav?"
Gadis itu mengulurkan tangannya, mengusap nisan bertuliskan Davin Darmawan.
"Kemarin gue masih bisa denger suara lo. Masih bisa mandi hujan sama lo. Gue juga masih bisa peluk lo 'kan, Dav?" Athala tertawa miris. "bodohnya gue ngebiarin lo pergi gitu aja. Harusnya gue yang pergi, Dav! Gue!"
Dia menangis tersedu-sedu sambil memeluk makam Davin. Gadis itu bahkan belum sempat meminta maaf atas kelakuannya selama ini pada cowok itu. Davin begitu mencintainya sampai rela mengorbankan nyawanya sendiri. Begitu bodoh dirinya karena pernah mengabaikan Davin.
"Gue gak rela lo pergi. Sampai kapanpun gue gak rela, Davin!"
Setelah berkata seperti itu, Athala bangkit lalu berlari menuju rumahnya. Dia mengunci pintu kamarnya kemudian menghempaskan apa saja yang ada di kamar itu.
"Athala lo kenapa?! Lo jangan nekat, Tha!"
Gadis itu menghiraukan teriakan dan ketukan pintu dari Zero yang tertuju padanya. Dia melempar vas bunga lalu seketika benda itu menjadi serpihan kaca yang begitu kecil. Athala seperti kerasukan sekarang, dia mengacak-acak selimut dan bantalnya. Tak peduli kakinya yang sakit karena menginjak pecahan kaca.
"Gue gak rela, Davinnnn!?"
Gadis itu berjongkok lalu menyembunyikan wajah pada tekukan lututnya. Tangisan frustrasi terdengar dari mulutnya itu.
"Ya ampun, Athala!"
Akhirnya Sinta berhasil membuka pintu kamar dengan kunci cadangan lalu terkejut melihat isi kamar gadisnya begitu berantakan. Wanita itu dengan berhati-hati masuk ke dalam, menghampiri anaknya. Dia menarik Athala ke dalam pelukannya.
"Ma, Davin masih ada 'kan?" tanya Athala lirih.
Sinta tak bisa menjawab apa-apa. Lidahnya kelu untuk menjawab pertanyaan itu. Wanita tersebut menangis melihat kondisi Athala. Dia mengusap lembut puncak kepala perempuan itu.
Isakan Athala terdengar lebih keras, "Jawab, Ma! Davin gak mungkin ninggalin Athala sendirian, hiks,"
Zero memandang adiknya dengan sorot mata sendu. Cowok itu tak tega melihat keadaan Athala yang seperti ini. Deringan dari ponsel miliknya menyentakan Zero. Dia berjalan menjauh dari kamar Athala lalu mengangkat telpon tersebut.
"Ya, halo?"
"Nak Zero, pelaku penabrakan saudara Davin tadi siang sudah kami tangkap,"
"Tolong urus semuanya, Pak. Saya ingin pelaku ditahan sesuai apa yang telah dia lakukan,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Setelah Hujan
Novela Juvenil(COMPLITED) Jangan pernah jatuh cinta saat hujan. Karena ketika besok lusa kamu patah hati, setiap kali hujan turun, kamu akan terkenang dengan kejadian menyakitkan itu. Saat orang lain bahagia menatap hujan, kamu justru nelangsa sedih melihat kelua...