3.Sakit hati

4.4K 195 8
                                    

Rumah orang tua Arka terletak dikawasan perumahan elit. Rumahnya seperti istana. Sampai sekarang, saat menginjakan kaki dirumah mertuanya dengan status sebagai menantu, rasanya tak percaya bagi Sheila. Bahkan dirinya merasa lebih cocok sebagai pembantu dari pada menantu. Namun Arka mengatakan, ia harus percaya diri, kalau dirinya pantas menjadi bagian keluarga Prasetya.

"Tidak tahu diri sekali Sheila itu. Sudah untung Arka menerima dia apa adanya, tapi diminta hamil saja susahnya minta ampun. Belagu sekali dia itu. Harusnya Arka itu menikah saja dengan Wulan. Wulan kan sudah dewasa, jelas asal-usulnya. Sederajat dengan keluarga kita. Tidak seperti Sheila. Nenek tidak suka sama Sheila,"

Sheila mematung didepan pintu masuk. Langkahnya terhenti mendengarkan suara neneknya Arka yang sedang mencelanya.

"Shei, jangan didengerin," Arka berbisik dengan khawatir meminta Sheila agar tidak menghiraukan perkataan neneknya didalam. "Ayo masuk,"

Sheila tetap diam. Dia berhenti. Ingin mendengarkan lebih lanjut. Separah apa neneknya Arka mencelanya.

Terdengar suara Ibu mertuanya menjawab. "Nenek, Sheila itu perempuan baik. Mungkin dia belum siap untuk hamil, usianya kan masih muda 20 tahun. Saya juga pengen cucu. Tapi kalau Sheila belum siap. Ya udah. Saya tidak memaksa,"

"Maka dari itu, seharusnya Arka menikahnya dengan Wulan yang lebih dewasa, kan cocok,"

"Sudah nek, Arka mencintai Sheila karena Sheila gadis yang baik. Dia sangat sederhana, dan dia mandiri. Sudahlah. Bentar lagi Arka sama Sheila datang, kalau Sheila denger, dia bakal sakit hati,"

"Alah, kamu ini, malah membela gadis yang tidak jelas itu. Arka memang bodoh memilih perempuan,"

Siapapun yang ada diposisi Sheila, dia pasti terluka. Sudah pasti. Dan perempuan yang sedang terluka itu mengurungkan niat memasuki pintu yang terbuka lebar itu.

"Aku mau pulang," kata Sheila menahan diri untuk tidak menangis saat itu juga.

"Dengerin saya. Tadi saya sudah bilang, jangan dengerin apapun yang nenek katakan. Kamu bilang sudah tahu karakter nenek seperti apa,"

"Aku mau pulang," kata Sheila lagi. Mengulang kata yang sama. Matanya merah dan berkaca-kaca.

"Shei..." Arka kebingungan bagaimana caranya membujuk.

"Aku bilang. Aku mau pulang,"

Karena Arka yang tidak kunjung menuruti kemauannya. Sheila lebih dulu berbalik badan untuk pulang. Namun Arka berhasil menahan tangannya.

"Iya, kita pulang," katanya.

Mereka kembali memasuki mobil yang sudah terpakir. Pak satpam segera membuka gerbang dengan bingung. Kemudian mobil melesat meninggalkan rumah orang tuanya.

•••

"Siapapun bakal marah kalau ada diposisi aku, Kak,"

"Iya. Saya mengerti, Shei,"

"Pura-pura enggak denger tapi nyatanya telinga aku enggak tuli. Gimana aku enggak sakit hati, sementara hati aku masih berfungsi,"

"Shei, saya mengerti perasaan kamu. Sudah saya bilang, jangan diambil hati perkataan nenek. Nenek memang seperti itu orangnya," Arka berusaha keras membujuk dan menenangkan Sheila yang menangis, meringkuk dikamar.

Tadi dalam perjalanan pulang Sheila sempat diam dengan bibir terkatup rapat, pandangannya lurus kedepan, dan tidak memperdulikan apapun yang dikatakan Arka. Perempuan itu pura-pura tuli dan betingkah bisu. Setibanya di apartemen Sheila langsung masuk ke kamar, menaiki kasur dan langsung terisak.

SHEILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang