4.Di paksa

4.4K 171 6
                                    

Sheila mendapati wajah suaminya yang terpejam disebelahnya.

Kenapa pria ini begitu mudah merubah perasaannya? Kadang membuatnya marah, kesal, cemberut, pesimis, tapi begitu mudahnya juga Arka menghiburnya dan membuatnya bahagia, juga merasa dicintai.

"Aku cinta sama kamu..." Sheila bergumam pelan meneliti wajah Arka. Kemudian jari lentiknya berangsur mengusap sisi wajah Arka yang memiliki rahang kokoh. Sheila mendekatkan wajahnya dan memberi kecupan ringan dibibirnya. Hembusan nafas Arka yang tenang menerpa pipinya yang hangat.

Sheila menjauhkan wajahnya, menatap lekat wajah Arka dengan bangga, sampai pria itu bangun karena alarm yang mengejutkan. Rangan Arka yang panjang meraih ponselnya diatas nakas. Mematikan alarm dengan cepat.

"Pagi, Shei," Arka menyapa setelah alarm mati. Pasalnya sangat jarang Arka mendapati Sheila bangun lebih awal darinya.

"Pagi juga sayang,"

Panggilan sayang membuat Arka tersenyum kemudian menyentuh pipi Sheila dan mengusapnya. "Kamu jelek kalau baru bangun tidur," bisiknya bercanda.

"Biarin," balas Sheila.

Satu jam kemudian, sesudah sarapan bersama dan menghabiskan roti panggang. Arka mengecup kening Sheila sebelum dirinya berangkat kekantor.

"Saya harap kamu mau mengabulkan permintaan saya," kata Arka.

"Yang...?" Sheila mengerutkan kening tidak tahu.

"Berhenti bekerja,"

"Oh..." Sheila menjauhkan diri. "Maaf, aku enggak mau,"

"Saya meminta,"

"Aku enggak mau," Sheila bersikukuh.

"Saya mohon Shei, berhenti bekerja, saya bisa menafkahi kamu,"

"Udah aku jelasin berkali-kali kenapa aku kerja kan?" Sheila menatap Arka dengan jenah. "Apa kamu malu punya istri yang kerja dikedai?"

Arka mendesah. Melirik jam tangannya, dia masih punya waktu sejenak. "Bukan itu maksud saya. Saya cuma enggak mau kamu kecapekan."

Sesaat Sheila terdiam untuk mengingat, memang betul Sheila pernah kelelahan bekerja, tapi tidak sering kan? Jadi menurut Sheila tidak apa-apa toh kalau menurutnya pekerjaannya melelahkan ia pasti sudah berhenti bekerja dikedai dari dulu.

Arka mengambil kesimpulan yang salah. Sheila bukan kelelahan kerja, tapi Sheila lupa melakukan rutinitas itu karena pikirannya terlalu pekat pada kesedihan dan kesepian.

"Shei,"

"Pokoknya aku enggak mau!" Sheila bersuara lebih keras, seperti membentak. Itu akibat dirinya yang dibuat kesal lantaran Arka masih saja mempersalahkan soal dirinya yang bekerja. "Maksud aku, aku masih pingin kerja. Aku enggak cape kok," ralatnya lagi dengan nada yang lebih halus.

Arka menghembuskan napasnya dengan kasar. "Saya harus berangkat sekarang," katanya kemudian untuk mengakhiri percakapan yang hampir menuju perdebatan, dan akan berakhir dengan pertengkaran, meskipun selama ini mereka belum pernah bertengkar.

•••

"Shei, maafin nenek ya. Nenek memang kalau ngomong begitu orangnya jangan diambil hati," kata ibu mertuanya disela-sela perjalanan pulang kerumah. Ibu mertuanya sudah tau kalau Arka dan Sheila sempat mengunjungi rumahnya tapi tidak jadi karena mendengar pembicaraan neneknya yang keterlaluan.

Tadi saat Sheila sudah selesai kerja dan hendak pulang, dia dikejutkan dengan kemunculan ibu mertuanya didepan kedai, disebuah mobil yang menunggunya. Jelas Sheila kaget karena ibu mertuanya menunggu dan menjemputnya.

SHEILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang