Taehyung tidak ingat sejak kapan dia menyukai Jungkook. Mereka sudah bersama-sama sejak kanak-kanak dan kalau dipikir-pikir sebenarnya perlakuan Jungkook tidak berbeda padanya. Tidak ada yang spesial karena Jungkook bukan tipe anak yang periang dan gampang dekat dengan orang lain. Jungkook sama seperti kakaknya, Yoongi. Sama-sama pendiam dan tidak akan menunjukkan kepeduliannya pada orang lain terang-terangan. Mungkin karena itu, mungkin karena Jungkook jarang tersenyum dan tidak mudah terhibur jadi ketika Jungkook tersenyum lebar dengan tatapan hangatnya, Taehyung merasa ada yang salah. Rasa salah itu semakin lama semakin menguasainya sampai akhirnya dia tahu, mungkin saja dia menyukai Jungkook. Mungkin saja perasaan salah ini berarti dia menyayangi Jungkook lebih dari teman. Lebih dari seharusnya.
Tapi pada akhirnya semua itu tetap kesalahan karena hari ini dia kehilangan keduanya.
Taehyung menyalakan lampu kamar dan duduk di kursi belajarnya.
Dia tidak percaya, dia baru saja keluar dari Geng Ular. Salah satu alasan dia semangat bangun pagi selama ini. Dia masih tidak percaya Jungkook dan Jimin sudah berpacaran sekarang.
Rasa bersalah pada Jimin masih terasa di hatinya. Dia ingin memperbaiki semua ini tapi hatinya masih kelu. Seperti ada sesuatu yang menghantam jantungnya hingga dia merasa pengap.
Dia ingin meminta maaf lagi pada Jimin dan mungkin memulai pertemanan mereka dari awal tapi dia begitu terluka. Taehyung tidak bisa. Dia tidak akan bisa lagi melihat Jungkook sama seperti dulu. Bagaimana bisa Taehyung berada di antara mereka. Bagaimana bisa Taehyung bertahan melihat mereka bersama.
Oh Tuhan, hatiku begitu sakit.
Kenapa aku harus menyukai temanku sendiri?
Kenapa Jungkook tidak menyukaiku
Apa yang salah dariku
Taehyung tidak bisa menahannya lagi. Dia menenggelamkan kepalanya di atas kedua tangan dan menangis dengan keras di sana. Sudah sejak tadi dia menahan perasaan ini. Rasanya begitu menyakitkan bukan? menyukai sahabatmu sendiri sangat memalukan karena kau tidak lagi menginginkan persahabatan. Kau menginginkan perasaan yang sama.
Taehyung mengangkat kepala dan melihat semua foto mereka bertiga di meja belajar. Semuanya sudah berakhir dan dia tidak tahu bagaimana cara mengembalikannya. Dengan pelan Taehyung mematikan lampu kamarnya. Dia tidak ingin melihat foto itu lagi. Dia ingin menenangkan hatinya.
.
.
.
Jimin menaruh tasnya di sofa. Jungkook mengikutinya dari belakang. Mereka baru saja pulang dari rumah Taehyung. Bibi Kim bilang Taehyung sudah tidur sejak tadi sepulang sekolah. Jimin juga melihat lampu kamar Taehyung mati dari luar. Jimin tertunduk lesu. Jungkook yang baru saja keluar dari dapur, meletakkan minum dan duduk di sampingnya.
"Jimin, maafkan aku."
Jimin mendongak dan menatap Jungkook dengan matanya yang berair. "Kenapa kau meminta maaf Kook?"
"Sejak awal aku yang memberi ide untuk berpura-pura. Aku pikir mungkin dengan begitu aku bisa tahu perasaan Taehyung padaku. Aku ingin tahu apa dia akan cemburu. Aku ingin tahu apakah dia akan merasa kehilanganku tapi ternyata dia bilang dia tidak peduli."
"Kook—"
"Aku tahu aku salah Jimin. Aku tidak seharusnya begitu tapi perasaanku sangat sakit sekarang. Kuharap kau bisa mengerti."
"Kook, Taehyung bukan kau. Taehyung perlu berkali-kali dijelaskan soal rumus Newton dan fase fotosintesis. Bagaimana mungkin dia paham apa yang kau rasakan jika kau tidak bilang langsung padanya?"
Jungkook diam. Jimin merasa kepalanya sakit. Dua orang temannya begitu bebal dan kini dia yang harus menanggung semuanya.
"Aku tidak bisa mengatakannya. Aku tidak bisa bilang karena dia bukan kau yang mudah sekali aku baca pikirannya. Satu pandangan matanya bisa berarti banyak."
"Tapi Taehyung tetap temanku Kook. Aku harus mengatakan ini padanya. Dia harus tahu kalau semua ini hanya pura-pura."
"Dia tidak akan mendengarkannya karena dia hanya percaya pada dirinya sendiri."
"Kook, dia berfikir aku sungguhan menyukaimu."
"Dan? bukankah itu tidak masalah jika dia tidak menyukaiku?"
Ingin rasanya aku berteriak pada kalian berdua. Aku begitu tersiksa menjaga rahasia ini. Aku tidak kuat lagi. Aku menyesal telah berjanji kalau aku tidak akan bercerita pada siapapun tentang perasaan kalian berdua. Semua ini begitu konyol. Seharusnya aku yang tengah patah hati di sini. Seharusnya aku memikirkan perasaanku. Aku juga sedang sedih karena Yoongi berkencan dengan orang lain tapi kenapa sekarang malah aku yang harus bertanggung jawab atas kesalahpahaman di antara kalian.
Ya Tuhan.
"Kook, dengar—"
TING!!
"Hyung, kau sudah pulang?"
Jimin menoleh ke arah pintu. Dia melihat Yoongi sedang memakai slipper-nya. Sejenak Yoongi memperhatikan mereka berdua sebelum berlalu ke dapur.
"Ibu masak apa?" tanya Yoongi dari dapur.
"Japchae dan Bulgogi. Ada eskrim untukmu Hyung."
Yoongi keluar dari dapur sambil membawa satu gelas air. Dia menatap Jimin sekilas sebelum tersenyum.
"Jiminie, kau kenapa?" tanya Yoongi.
Jimin baru ingat kalau sejak tadi dia terus memperhatikan Yoongi.
"Tidak apa-apa Hyung. K-kau tumben sudah pulang." jawab Jimin berpura-pura riang.
"Aku sedang malas. Ah ya, kudengar kalian berpacaran?"
"I-iya." jawab Jimin pelan. Tanpa alasan yang jelas dia sedikit menunduk.
"Kau pasti sedang senang sekali kan?"
Perlahan Jimin kembali menatap Yoongi. Tatapan yang sejak dulu tidak bisa dia artikan dengan baik. Mata Yoongi yang teduh selalu membuatnya tersesat. "Tentu." jawab Jimin bohong.
Apa yang dia rasakan sekarang begitu menyiksanya. Jika saja Yoongi tahu.
"Pergilah, jangan menganggu."
Yoongi tertawa kesal. Dia mendekat dan menjitak Jungkook dengan gemas.
"Woah, bocah tengik! Hei Jiminie, seleramu sangat jelek." katanya sambil berlalu ke dalam kamar.
"Tidak buruk, kan?" tanya Jungkook sambil tersenyum lebar.
Jimin menghela nafas panjang. "Jungkook-ah, aku lebih baik kehilangan orang yang aku sukai dibanding kehilangan persahabatanku."
Jimin memang naif.
Jimin ingin Yoongi tapi dia juga ingin Taehyung dan Jungkook bersama.
Jimin ingin semuanya kembali menjadi normal tapi dia tahu itu tidak akan terjadi lagi.
.
.
.
Semenjak kemarin Taehyung tidak lagi terlambat. Dia selalu bangun lebih pagi dan mengecek semua pe'er nya sebelum berangkat. Dia juga sarapan di rumah. Tidak perlu mengejar-ngejar bus atau menunggu seseorang.
Oh sebentar, untuk sementara Taehyung tidak ingin menyebut namanya. Itu akan membuat perasaannya menjadi lebih baik.
Taehyung melirik ke arah kertas kecil yang tertinggal di mejanya.
"Taehyung-ie kalau mau masuk Yonsei belajar saja dengan kami. Aku bisa mengenalkanmu pada seseorang yang dulu mengajariku. Ini nomorku, kau simpan ya? busku sudah datang. Bye."
Sebenarnya Taehyung bukan tipe orang yang mudah percaya dengan perkataan orang lain. Apalagi orang yang dia temui di halte. Dia tidak mengenal Seokjin tapi Seokjin bilang Taehyung adalah adik kelasnya. Entahlah. Taehyung tidak ambil pusing tapi dia tetap memasukkan kertas kecil itu ke dalam tas sebelum berangkat.
Sesampainya di sekolah, Taehyung langsung beranjak ke perpustakaan. Dia membaca buku di sana sampai bel berbunyi baru kemudian dia masuk ke dalam kelas.
Jimin sudah menunggunya di luar kelas. Jimin tersenyum padanya sambil melambaikan tangan. Taehyung membalas tapi sewaktu dia akan mendekat, Jungkook keluar dari kelas.
Senyum Taehyung memudar.
"Taetae, kau terlambat?" tanya Jimin khawatir.
"Tidak. Aku bermain di kelas Jisoo." jawab Taehyung sambil masuk ke dalam kelas.
Dia harus berbohong.
Dia tidak akan pernah menunjukkan perasaannya pada siapapun. Dia tidak akan memberitahu Jimin hatinya begitu kelu sampai hari ini.
"Taetae, kau sudah sarapan?" tanya Jimin lagi setelah mereka duduk.
"Sudah Chim. Jangan khawatir aku baik-baik saja." tambah Taehyung. Dia tersenyum dan mengusap tangan Jimin lembut.
"Aku tidak ingin kau salah paham terlalu lama Tae." Jimin berkata setengah berbisik.
"Hey, aku baik-baik saja selama kau bahagia. Selama kau dan Jungkook bahagia."
Aku harus berbohong sampai kapan?
Sampai ada orang yang menyukaiku? tapi kapan?
Aku tidak merasa semakin hari perasaanku membaik. Melihat wajahnya saja seperti aku ditampar keras-keras oleh kenyataan.
.
.
.
"Jadi benar Taehyung? Kau keluar dari Geng Ular?" tanya Jisoo tidak percaya.
"Kalian bertengkar?" tambah Yujin.
Taehyung terkekeh. "Kami tidak bertengkar. Semua itu cuma rumor saja." jawab Taehyung santai.
"Tapi kalau dipikir kau pasti sedih karena Jimin dan Jungkook tiba-tiba saja berkencan. Apa mungkin mereka sering pergi bersama tanpa mengajakmu?"
kata Yujin lagi. Refleks Jisoo menyenggol lengan Yujin dengan sebal.
Taehyung tertawa lagi. "Aku baik-baik saja Jisoo. Jangan khawatir. Aku juga tidak tahu soal itu. Aku hanya tidak ingin membuat mereka kurang nyaman. Jadi lebih baik aku sendiri dulu saja."
"Kau tahu, kau bisa bergabung dengan kami kapan saja."ucap Jisoo sambil menepuk-nepuk pundak Taehyung.
"Iya. Jangan khawatir. Kau akan selalu aku panggil sekarang kalau aku tidak bisa mengerjakan pe'er."
Jisoo tertawa. "Tapi kau tidak terlihat baik-baik saja Tae."
"Kau jangan begitu. Nanti orang lain bisa salah paham. Sudah ya, aku harus pulang sekarang." kata Taehyung sambil bangkit dan memakai tasnya.
.
.
.
[Tae, kau dimana? Kita makan Eskrim yuk!]
Taehyung diam sebentar sebelum menjawab. "Chim, aku sedang mengerjakan tugas. Memangnya Jungkook kemana?"
[Aku ingin makan eskrim denganmu Taetae. Tidak boleh ya?]
Taehyung bisa menebak sekarang Jimin sedang cemberut. Dia terkekeh. "Bukan begitu, kukira dia menolakmu makan eskrim makanya kau menelponku."
[Jungkook sedang sinting karena Yoongi Hyung lebih sering berada di rumah sekarang dan menganggunya.]
"Hah? Yoongi Hyung kenapa?"
[Entahlah, kakak beradik itu hampir membuatku tidak waras.]
Taehyung tertawa lagi. "Mungkin Yoongi Hyung baru putus cinta Chim."
[Jangan mengada-ada, mungkin dia hanya bertengkar dengan kekasihnya.]
"Kau ajak Jungkook makan bersama saja. Dia pasti mau karena dia sedang stress." kata Taehyung akhirnya.
[Memangnya kenapa kalau kita makan bersama Tae? Kau tidak mau? Sudah kubilang kau salah paham dan aku harus menjelaskan padaku kalau Jungkook dan aku hanya berpura-pura..]
"Chim, aku tidak ingin bertemu Jungkook untuk sementara. Kuharap kau bisa mengerti perasaanku. Sudah ya?" potong Taehyung cepat. Dia tidak ingin mendengar apapun lagi soal hubungan Jimin dengan Jungkook. Tidak sekarang.
[Tae, aku harus bagaimana agar kau bisa mengerti?]
Dari seberang sana dia bisa mendengar Jimin sedang menghela nafas panjang. "Jangan khawatir Chim. Aku baik-baik saja. Kalaupun aku salah paham, beri aku waktu untuk mencerna semua ini. Kau tahu aku kan? Aku tidak bisa menelan bulat-bulat semua yang terjadi sekarang."
[Aku merindukanmu Taetae. Percayalah padaku, Jungkook juga merasakan yang sama.]
Taehyung tertawa getir. "Aku ingin perasaanku selesai Chim. Aku ingin sembuh dari rasa ini."
Taehyung tidak menunggu Jimin berbicara lagi. Dia mematikan ponsel dan menaruhnya lagi di dalam tas.
Taehyung menunduk sepanjang jalan sampai dia tidak sadar kalau dia sudah menabrak seseorang yang sedang membawa minuman hingga bajunya sedikit kotor terciprat air.
"Oh, maaf!" kata orang itu sambil berusaha mengeluarkan sapu tangan.
"Tidak apa-apa. Bukan masalah. Aku menunduk sejak tadi."
Orang itu terkekeh. "Memangnya kau kehilangan sesuatu?"
"Umh, tidak."
"Kau pasti anak sekolah Hwangsik ya? Aku dulu sekolah di sana. Namaku Hoseok."
"Aku Taehyung."
"Ayo aku traktir kau minuman. Anggap saja permintaan maafku."
Taehyung ingin menolak tapi orang itu sudah menarik tangannya dan membawanya ke kafe terdekat.
"Jin Hyung, satu caramel macchiato untuk bocah ini!" serunya pada seseorang yang berdiri di belakang kasir.
"Taehyungie?"
"Seokjin Hyung?"
Taehyung tidak percaya dia akan bertemu lagi dengan lelaki itu yang kemarin menyapanya di halte.
"Kau mengenal Taehyung, Hyung?"
"Iya. Kau ingat kan aku bertemu anak sekolah yang menangis di halte. Itu Taehyung."
Taehyung melirik Seokjin dengan sebal karena Seokjin dengan lugasnya bercerita soal itu. "Hyung, kenapa kau bercerita soal itu?" kata Taehyung sambil cemberut.
Seokjin tertawa dan saat itu Hoseok memperhatikannya dengan tatapan ragu. "Jadi kalian sudah saling mengenal."
"Ini pesananmu. Sebentar lagi aku off. Tunggu aku dan kita akan mengobrol banyak."
.
.
"Ah, jadi Taehyungie menubruk kau yang baru selesai membeli kopi dari sini?"
Hoseok mengangguk. "Iya, dia berjalan sambil menunduk."
Seokjin terkekeh. "Kau kenapa sih Taehyung? Apa yang terjadi? sedang ada masalah?"
"Tidak ada Hyung." jawab Taehyung pelan. Dia buru-buru menyeruput minumannya untuk mengalihkan cerita.
"Hyung bekerja di sini? aku sering kesini tapi saat itu kita tidak saling mengenal."
"Aku baru sebulan bekerja di sini. Berhubung tugasku sudah mulai berkurang jadi aku bisa bekerja lagi."
"Kalau Hoseok Hyung bagaimana? Kau juga kuliah dan bekerja?"
"Iya. Aku juga kuliah di Yonsei jurusan seni tapi aku tidak bekerja paruh waktu di kafe atau restoran."
"Hoseok membuat lagu dan sering mengisi acara show di kampus." tambah Seokjin.
Taehyung mengangguk paham. "Kau selalu sendirian Taehyungie, kemana temanmu?" tanya Seokjin lagi. Taehyung tersenyum tipis.
"Aku.. aku sedang ingin sendirian." jawabnya pelan.
Seokjin terkekeh lagi. "Kau pasti sedang ada masalah ya? Ceritakan saja pada kami."
Taehyung tersenyum malu-malu sambil menggelengkan kepalanya. "Aku baik-baik saja Hyung."
"Orang yang baik-baik saja tidak akan menangis di halte Taehyung. Aku sudah memberikan salah satu contohnya kenapa bukan?" kata Seokjin lagi sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Jangan khawatir, Seokjin Hyung bisa menyimpan rahasia. Kau bisa bercerita kapan saja padanya. Aku tidak akan mendengar jika itu membuatmu tidak nyaman." tambah Hoseok dengan riang.
"Aku memang sedang tidak ingin membahasnya Hyung."
"Semakin lama kau pendam akan semakin sakit rasanya. Percayalah."
"Tapi kenapa Hyung baik sekali padaku? padahal kita baru dua kali bertemu."
Seokjin mengusap tangan Taehyung." Aku penasaran dengan bocah yang menangis di halte."
Taehyung tersenyum lagi, kali ini lebih lebar. "Kau baik sekali Hyung. Terima kasih."
"Kalau begitu kau ikut pulang bersamaku saja. Nanti malam kita akan menonton film bersama."
"Kalian punya geng?"
"Iya. Kami sudah sejak lama berteman. Nanti malam kita akan berkumpul di tempatku. Sebelum itu kau bisa bercerita tentang dirimu lalu kita akan menonton bersama. Bagaimana?"
"Uhm— itu.. "
"Hoseok tidak akan ikut. Dia akan kusuruh menjemput temanku yang lain. Kau ingat tugasmu kan Hoseok-ah?"
Hoseok buru-buru berdiri. "Siap. Aku akan menjemput Si Bodoh-yang-sedang-patah-hati sekarang." katanya sambil berlalu.
"Ayo! aku tidak sabar mendengar ceritamu." kata Seokjin sambil menarik tangan Taehyung.
.
.
.
Apartemen Seokjin tidak begitu besar. Taehyung tidak tahu kalau Seokjin tidak tinggal dengan orang tuanya. Seokjin bilang sejak kuliah dia memutuskan untuk berpisah dari orang tuanya dan bekerja semampunya. Dia ingin belajar mandiri. Apartemennya tidak jauh dari halte tempat mereka pertama bertemu.
"Masuklah Taehyung. Maaf ya jika kau kurang nyaman. Tempatnya tidak terlalu luas tapi aku punya banyak makanan di dalam."
Taehyung tertawa sebal. "Hyung aku kesini bukan untuk mencari makanan. lagipula—"
"Sayang? kau sudah pulang?"
Taehyung sedikit kaget sewaktu ada seorang lelaki keluar dari dalam dan Taehyung lebih kaget lagi ketika Seokjin buru-buru memeluk lelaki itu dengan satu kecupan di pipi.
"Namjoonie, kenalkan ini Taehyung. Aku bertemu dengannya kemarin."
"Bicara dengan orang asing lagi? kau ini." kata lelaki itu gemas. Dia merangkul Seokjin sambil sedikit membungkuk kepada Taehyung.
"Halo. Aku Namjoon. Masuklah. Kau akan menonton film juga?"
"Aku Taehyung. Iya. Terima kasih." balas Taehyung ramah.
"Ah ya, lebih baik kau temani Hoseok. Si Bodoh itu pasti akan menolak di ajak kesini. Kau harus membantu Hoseok menariknya keluar rumah. Dia sudah terlalu lama berdiam diri di kamar."
Namjoon tertawa lebar. "Aish, benar-benar menyusahkan."
"Lagipula, Taehyung akan bercerita sebentar."
Namjoon menoleh ke arah Taehyung yang kini sudah duduk di depan televisi.
"Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu."
"Iya. Hati-hati di jalan."
Taehyung tidak melihat keduanya berciuman tapi Taehyung tahu mereka sedang berciuman. Jadi dia hanya berpura-pura membaca majalah yang ada di dekat televisi sampai Seokjin kembali dan duduk di depannya.
"Apa aku menganggu kalian Hyung?" tanya Taehyung hati-hati. Seokjin menggeleng cepat.
"Tidak. Tenang saja ahahaha." jawabnya sambil menurunkan beberapa toples kue.
"Kau tinggal bersama Namjoon Hyung?"
"Iya. Kami sudah berpacaran sejak lulus sekolah jadi Namjoon meminta izin pada ibu dan ayahku untuk mengajakku pindah ke apartemennya. Ini apartemen Namjoon. Dia sejak sekolah memang sudah berpisah dari orang tuanya yang ada di Ilsan." jelas Seokjin. Taehyung mengangguk paham.
"Tapi bukankah kau dulu sempat menangis di halte juga Hyung? Kau sudah melupakan orang itu?"
Seokjin tertawa keras. Taehyung melihatnya dengan tatapan tidak mengerti. "Taehyungie, kau ingat kan kalau aku bilang aku menyukai sahabatku sendiri? dia adalah Namjoon. Kami sama-sama mengira cinta kami bertepuk sebelah tangan jadi aku begitu tersiksa karena berfikir dia menyukai orang lain. Ternyata dia menyukaiku. Butuh waktu lama sekali sampai akhirnya teman-temanku menyatukan kami. Kalau diingat-ingat rasanya aku bisa tertawa seharian. Aku sangat senang Namjoon ada bersamaku sekarang."
Taehyung diam.
Betapa beruntungnya Seokjin. Dia menyukai temannya sendiri dan orang itu malah menyukai temannya yang lain.
"Hey, kau diam saja. Apa yang kau pikirkan?" tanya Seokjin penasaran.
"Ah tidak. Aku hanya merasa Hyung sangat beruntung. Kau menyukai seseorang yang ternyata juga menyukaimu. Semua tangisanmu waktu itu tidak sia-sia."
Seokjin tersenyum. "Kenapa kau berfikir semua itu bisa sia-sia?"
"Karena aku juga sepertimu Hyung. Aku menyukai sahabatku sendiri tapi dia menyukai orang lain."
"Dan kau bisa berkata begitu karena?"
"Karena sekarang dia sudah berkencan dengan sahabatku yang lain. Kami bertiga bersahabat sejak dulu. Aku, Si A dan Si B. Aku menyukai A tapi A menyukai si B. Aku selalu menceritakan semuanya pada B dan aku merasa tidak enak karena B mungkin saja selama ini si B menyukai A tapi karena tidak enak padaku akhirnya dia tidak bisa mengutarakan perasaannya."
Seokjin berfikir sebentar. "Rumit sekali."
Taehyung menunduk. "Tidak rumit kalau aku sudah sejak lama mengerti semua ini Hyung. Aku tahu selama ini Si A selalu bersikap lembut pada B tapi aku terlalu egois untuk menyimpulkan kalau Si A menyukai Si B."
Seokjin mengusap tangan Taehyung dengan lembut. "Apa B tidak berusaha menjelaskan sesuatu padamu?"
"Mereka tiba-tiba saja mengubah status di Facebook dan aku tahu karena aku membaca itu. Mereka tidak bercerita apapun tapi besoknya B mencoba menjelaskan padaku semuanya. Dia berkata kalau semua ini tidak seperti apa yang aku pikirkan tapi aku tahu, A menyukainya sejak lama. Aku tidak ingin hanya karena aku B lalu merasa bersalah."
"Dan si A?"
"Sebelum kabar mereka berkencan, dia sempat mengajakku menonton film bersama. Aku sangat senang karena baru kali itu aku dan dia akan menonton film berdua. Filmnya horor dan B tidak menyukai film horror. Aku sangat menantikan semua itu tapi B tiba-tiba sakit dan A bilang dia akan menemui B sebentar di UKS. Aku tidak tahu apa yang terjadi tapi saat aku menyusul ke UKS aku melihat B sedang menangis dan A berusaha menenangkannya. A kemudian memintaku untuk lebih dulu ke bioskop. Aku menunggu di sana begitu lama tapi dia tidak juga datang. Akhirnya aku pergi dan bermain dengan geng lain sampai seseorang bilang kalau Si A mengganti status hubungannya."
Seokjin menarik nafas panjang. "Aku tidak mengerti si A ini maksudnya bagaimana. Dia kelihatannya sama bodoh dengan temanku."
"Dia menungguku di depan rumah saat aku pulang Hyung. Awalnya dia bilang dia merasa bersalah tapi aku tidak ingin terlihat lemah di depannya jadi aku bilang aku tidak ke bioskop dan aku tidak peduli dia berkencan dengan siapapun."
Seokjin menaikkan satu alisnya. "Dan dia marah?"
"Iya dia marah padaku sampai hari ini tanpa alasan yang jelas. Dia juga menyangka kalau aku sebenarnya ingin keluar dari Geng Ular sejak lama dan menjadikan hubungannya dengan si B sebagai alasan aku untuk menghindari mereka."
Seokjin tiba-tiba tersenyum lebar. "Taehyungie, mungkin saja si A menyukaimu."
Taehyung tertawa lebar. "Tidak mungkin Hyung. Dia begitu kasar kepadaku. Dia sering sekali marah hanya karena aku begitu bebal dengan pelajaran. Orang yang menyukai kita tidak mungkin begitu kan?"
"Ada tipe orang yang salah tingkah di depan orang yang dia sukai. Siapa tahu saja dia selalu gugup di depanmu."
"Lalu kenapa dia mengencani temanku sendiri?"
"Mungkin untuk membuatmu cemburu?"
"Aku? hanya karena aku dia rela berbuat begitu? Tidak Hyung."
Seokjin menggelengkan kepalanya gemas."Kau benar-benar sama dengan Si Bodoh. Sebentar lagi dia datang dan lihat lah persamaan kalian nanti."
"Jadi aku juga bodoh? begitu maksudmu Hyung?" sungut Taehyung dengan mimik kesal. Seokjin tertawa.
"Kalian tidak bodoh. Kalian hanya mempunyai kesulitan mengartikan perasaan kalian sendiri. Taehyungie, coba dengarkan maksud B baik-baik. Dia pasti ingin menjelaskan padamu semuanya. Percayalah padaku. Dia pasti anak yang baik. Dia terus-terusan menghubungimu kan?"
Taehyung mengangguk.
"Dan untuk si A karena kalian sama bodohnya jadi biarkan saja dia. Kau fokus belajar saja. Bukankah kau bilang kau mau masuk ke Yonsei?"
"Iya. Aku ingin masuk Yonsei Hyung."
"Nanti kau bisa belajar dengan Namjoonie. Dia sangat pintar. Paling pintar di sekolah dulu dan seharusnya dia bisa masuk SNU tapi karena aku di Yonsei dia memutuskan untuk kuliah di sana juga."
"Namjoon Hyung pasti sangat menyayangimu ya?"
Seokjin terkekeh. "Kami berdua sama-sama saling menyayangi Taehyungie. Aku dan Namjoon mempunyai banyak kelemahan tapi kami berdua mencoba mengisi kelemahan itu dengan kelebihan yang kita punya. Aku harap dengan bertemu denganku perasaanmu bisa menjadi lebih baik. Kau bisa bercerita padaku kapan saja. Kau sudah tahu aku tinggal di sini. Jadi kau bisa kesini sepulang sekolah atau ke kafe."
"Iya Hyung. Terima kasih. Kau sangat baik."
Seokjin mengangguk senang. "Ngomong-ngomong, kau bilang tadi nama gengmu itu Geng Ular?"
"Iya Hyung. Kenapa?"
"Rasanya aku pernah mendengar nama Geng Ular. Apa salah satu temanmu ada yang bernama Jungkook? Min Jungkook?"
Taehyung membulatkan matanya terkejut. "Hyung mengenal Jungkook?"
"Iya. Jungkook adalah adiknya Si Bodoh."
"Huh? j-jadi.."
"KAMI DATAAANG. Hyung liat lah Si Bodoh sudah datang!!"
Taehyung menoleh ke arah pintu dan melihat Namjoon, Hoseok, juga seseorang yang sangat dia kenal berdiri di sana. "Apa-apaan kau Jung Hoseok mengataiku Si Bodoh." ucap orang itu dengan gusar. Dia kemudian duduk di satu-satunya sofa yang ada di sana.
"Yoongi Hyung?" ucap Taehyung masih tidak percaya.
Lelaki itu menoleh ke arahnya yang juga menatap kaget. "Taehyung? Kenapa kau di sini?"
Hanya Seokjin yang terkekeh saat itu. Dia tidak percaya kalau dunia ini begitu sempit.
Sekarang dia tahu siapa yang dimaksud oleh Taehyung. Orang Bodoh yang disukai Taehyung tentu adiknya Yoongi karena keturunan Min sangat bodoh dengan perasaan mereka sendiri.
.
.
.
.
To Be Continue..
Hai! terima kasih banyak atas responnya teman-teman. Dimohon untuk sabar ya. Cerita ini memang agak angst gitu wkwkwk
oh iya, kalau bisa tolong bantu share cerita ini ya ke temannya yang lain. Supaya tambah rame dan seru.
Jangan lupa komen dan votenya ya. It keeps me alive. See you again soon. Bye.
![](https://img.wattpad.com/cover/143511543-288-k200403.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Serpentines
FanfictionJungkook, Taehyung, dan Jimin berteman dari kecil. Mereka menamakan dirinya sebagai Geng Ular. Jungkook mengira Taehyung menyukai Jimin. Taehyung mengira Jungkook menyukai Jimin. Sementara Jimin menyukai kakaknya Jungkook.