"Hyung maaf.."
Hoseok terkekeh sambil menepuk pundak Taehyung pelan-pelan. "Teruskan saja dulu nangisnya. Nanti baru kita ketemu Seokjin Hyung."
Taehyung mengangguk. Sejak masuk ke dalam mobil, Taehyung tidak bisa menahan air matanya. Mereka jatuh satu-satu. Dia sangat malu harus begini di depan Hoseok. Taehyung berusaha mengusap air matanya dengan kasar tapi mereka tidak juga mau berhenti. Sampai Hoseok berkata kalau dia bisa menangis sepuasnya sebelum bertemu Seokjin. Sebagian hatinya merasa tenang. Sebagian lagi tetap merasa sedih. Jungkook kasar sekali. Kata-katanya menusuk Taehyung sampai Taehyung kapok menyukai orang itu sampai begini.
"Aku tidak tahu salahku apa Hyung. Kenapa Jungkook begitu padaku?"
Hoseok tertawa lagi. "Dia tidak membencimu. Percayalah."
Dia cemburu. Dia sangat cemburu Taehyungie. Benar kata Seokjin Hyung. Jungkook tidak bisa menyembunyikannya perasaannya padamu. Seandainya kau bisa melihat.
"Hyung dengar sendiri kan semua yang dia katakan tadi?"
"Iya Hyung dengar. Sudahlah, jangan dipikirkan. Dia hanya bercanda. Karna kalian sedang ada masalah jadi itu terdengar lebih menyakitkan dari biasanya. Iya kan?"
Taehyung tidak menjawab. Apa mungkin? biasanya Jungkook memang agak kasar kalau bicara dengannya tapi kali ini omongan Jungkook terdengar ratusan kali lebih menyakitkan dari biasanya.
"Taehyungie, mau jalan sekarang?" tanya Hoseok lagi.
"Iya Hyung. Aku sudah baikan kok." Taehyung pura-pura tersenyum. Hoseok mengusap kepalanya lembut.
"Nah, begitu baru benar."
.
.
.
"Yoongi Hyung?"
Jimin kaget melihat Yoongi sudah ada di rumah saat dia datang. Biasanya Yoongi jarang ada di rumah tapi belakangan ini dia jadi sering melihat Yoongi. Mungkin karna Yoongi baru saja putus dengan pacarnya jadi dia lebih sering uring-uringan di rumah.
"Oh, Jiminie. Kau sudah pulang sekolah?" tanya Yoongi sambil mempersilahkan Jimin masuk dan mengajaknya duduk di dalam.
"Iya Hyung. Aku mau bertemu Jungkook sebentar."
Yoongi terkekeh. "Kenapa? kau merindukannya?"
Wajah Jimin memerah. Bukan karna dia senang tapi dia malu juga agak kesal. Yoongi seolah-olah menggodanya.
"Ah, Hyung—"
"Orang yang belum lama berpacaran memang begitu. Cepat rindu. Apalagi di sekolah tadi kau tidak bertemu dengannya kan?"
Seandainya Yoongi tahu, Jimin sudah merindukan Yoongi begitu lama dan hari-hari begini jarang sekali terjadi.
"Aku hanya bercanda Jiminie. Kau boleh kesini kapanpun." kata Yoongi lagi. Kali ini sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mungkin dia merasa sedikit menyesal karna sudah menggoda Jimin.
"Hyung.."
"Hmm?"
"Aku boleh bertanya sesuatu?" tanya Jimin hati-hati
"Tentu."
"Kenapa Hyung tiba-tiba berubah pikiran? bukannya Hyung sama sekali tidak mau membantu Jungkook untuk kunjungan ke Yonsei?"
Yoongi terkekeh lagi. "Aigoo, kau membuatku terdengar menyeramkan sekali. Aku bukannya tidak mau membantu sama sekali tapi, semuanya tidak mudah. Kebetulan di bagian senat kampus ada perombakan di beberapa bagian jadi aku bisa masuk ke dalam dan memberikan ide dan temanku ini lumayan baik. Jadi rencana ini bisa berjalan."
Jimin mengangguk. "Oh begitu tapi biasanya kau memang tidak begitu suka berinteraksi dengan orang banyak."
"Tapi apa kau senang?"
"Hm?"
"Apa kau senang kalau aku bisa membantu kunjunganmu?"
Jimin mengangguk antusias. "Tentu aku senang sekali Hyung. Aku sangat ingin ke Yonsei."
Yoongi tersenyum lebar. "Kalau kau senang maka itu saja sudah cukup untukku."
Jimin tidak sempat menanyakan maksud perkataan Yoongi karna saat itu Jungkook turun dari kamarnya dengan wajah yang sangat kesal.
Yoongi terkekeh melihatnya dan beringsut pergi sambil mengacak-acak rambut Jungkook dengan iseng. Jungkook tidak menanggapinya.
"Kau pasti bikin ulah lagi ya Kook." seloroh Jimin begitu Jungkook duduk di sampingnya.
"Apa dia.. sudah menyukai orang lain?"
"Kook, sudahlah. Nyatakan saja perasaanmu. Kalau begini terus tidak akan selesai urusan kalian."
Jungkook tertawa lebar. "Kau bilang begitu karna Yoongi Hyung mulai terlihat mendekatimu ya? karna kau sedang senang kan?"
"Ya Tuhan! Kau ini benar-benar. Semua itu tidak ada hubungannya dengan Yoongi Hyung dan tolong pelankan suaramu karna orang yang kita bicarakan ada di rumah ini."
"Iya Jiminie." kata Jungkook dengan malas.
"Jadi, kemana Taehyung pergi dan dengan siapa?"
"Itulah, aku juga bingung kenapa dia bisa mengenal anggota geng Yoongi Hyung ya?"
"Siapa?"
"Hoseok Hyung. Kalau dia mengenal Hoseok Hyung pasti dia juga mengenal Seokjin Hyung."
"Memangnya ada apa dengan mereka?"
"Apa Taehyung sekarang masuk geng mereka? jadi dia ada di geng Yoongi Hyung?"
Jimin menatap tidak percaya pada orang yang ada di depannya. "Kook, kau ini sudah gila ya. Taehyung tidak begitu. Kau hanya perlu lembut sedikit demi sedikit padanya. Apa kau tidak mau dia ikut ke Yonsei? hanya karna kau begitu kasar padanya?"
Jungkook diam. "Iya juga sih."
"Makanya kau mesti berubah sedikit Kook. Taehyung butuh orang yang lembut. Bukan seperti kau yang kasar."
"Tapi bagaimana kalau dia tidak menyukaiku?"
"Percaya padaku Kook. Usahamu tidak akan sia-sia dan aku sudah bilang padanya kalau kau dan aku hanya berpura-pura karna yang kau sukai bukan aku."
"Huh? tapi kau tidak—"
"Tenang saja. Aku tidak akan bercerita apapun. Aku juga harus menyimpan rahasianya jadi dia tidak bertanya lagi."
"Kau menyimpan rahasia tentangnya? soal apa?"
"Sudahlah Kook. Namanya juga rahasia jadi mana mungkin aku memberitahumu. Pokoknya dengar kataku ya. Kau harus berubah. Kau, Aku, dan Taehyung sudah bersahabat sejak lama. Aku tidak akan membiarkan persahabatan kita hancur hanya karena perasaan bodoh kalian."
.
.
.
"Kau harus tahu Taehyungie, tiba-tiba saja Yoongi meminta bantuan senat kampus untuk acara kunjungan kalian. Dia bertindak cepat ya?" cerita Seokjin dengan semangat. Taehyung mengangguk setuju.
"Jimin memang ingin sekali kesana Hyung."
"Iya. Kau jangan khawatir. Pelan-pelan Yoongi akan membantumu. Aku, Namjoon, dan Hoseok juga begitu."
"Tidak usah Hyung. Aku jadi tidak enak. Hanya masalah seperti ini saja Hyung. Aku sudah hampir menyerah. Sudahlah."
Seokjin mendekat dan menepuk bahu Taehyung. "Tahan sebentar lagi Taehyungie. Kau harus berjuang sampai akhir. Kalau tidak, kau akan menyesal seumur hidupmu. Semua orang menyukaimu loh. Kau anak yang baik dan tulus. Kau juga peduli sekali dengan perasaan orang lain. Orang sepertimu sudah semakin sedikit. Kau pasti bahagia."
Taehyung ingin menangis lagi tapi entah mengapa di depan Seokjin dia selalu tidak bisa menangis. Seokjin memberikannya begitu banyak kekuatan hingga dia lupa kalau dia harusnya menangisi Jungkook lagi seperti yang sudah-sudah.
"Hyung, Jungkook menyukai orang lain."
"Huh? siapa? kau tahu darimana?" tanya Seokjin agak kaget.
"Aku— entahlah Hyung. Aku tidak bisa menceritakannya."
Seokjin terkekeh. "Kalian terlalu banyak bermain rahasia. Kalau memang Jungkook dan Jimin sahabatmu seharusnya tidak ada yang perlu dirahasiakan diantara kalian bertiga."
"Maksudmu Hyung?"
"Kau tahu mengapa aku dulunya merasa mencintai Namjoon sebelah tangan? karna aku tidak pernah mengatakan itu pada Yoongi atau Hoseok atau bahkan Namjoon sendiri. Aku hanya terkungkung pada perasaanku. Begitu juga Namjoon. Dia hanya berani bercerita pada Hoseok dan Yoongi tapi dia tidak berani bercerita padaku karna dia takut persahabatan ini menjadi hambar dan aneh. Padahal jika aku berkata sejak dulu pada Yoongi atau Hoseok, mungkin semuanya tidak menjadi lebih rumit. Apa kau pernah berfikir mungkin saja orang yang disukai Jungkook adalah kau?"
Taehyung tertawa lebar. "Hyung, kau pasti bercanda."
"Aku serius. Lalu apa inti dari perasaanmu pada Jungkook kalau bukan kau ingin bersamanya? kau ingin Jungkook menyukaimu kan?"
Taehyung terdiam.
"Kalau begitu tunjukkan Taehyung. Tunjukkan perasaanmu pelan-pelan. Kembali pada temanmu dan cobalah sedikit lebih sabar lagi. Itu baru namanya kau berjuang sampai akhir. Jangan menyerah begini."
"Tapi Hyung—"
"Taehyungie, kau mempunyai semuanya yang mungkin kau kira kau tidak punya. Kau punya semuanya yang membuat orang lain menyukaimu. Kau hanya tidak sadar kalau kau memiliki semua itu. Percayalah padaku." ucap Seokjin lagi.
Taehyung tidak bisa menahan senyumnya.
.
.
.
Akhir pekan ini Seokjin mengajak Taehyung menginap di rumah dan mengadakan pesta kecil di apartemennya.
Taehyung datang sabtu sore ketika urusan sekolahnya sudah selesai. Dia pulang ke rumah sebentar untuk mandi dan memberi makan Yeontan sebelum pergi ke apartemen Seokjin.
Sesampainya di sana, Taehyung langsung membuka pintu apartemen Seokjin dengan kata sandi yang sebelumnya sudah diberikan— terkadang Seokjin suka malas membuka pintu jika dia sedang asik memasak jadi dia memberikan kata sandi pintu apartemen pada orang-orang tertentu agar dia tidak perlu repot-repot menyambut di depan pintu.
Taehyung masuk ke dalam dan sebelum dia memanggil nama Seokjin dia mendengar Seokjin sedang bicara dengan beberapa orang di dalam.
"Hoseokie, aku tidak melarangmu tapi kau tahu kan keadaannya bagaimana? bagaimana jika kau salah dan kau terluka? apa kau siap?"
"Hoseok-ah, ikuti kata hatimu saja tapi jangan lupakan logikamu."
"Joon, tidak bisa begitu. Kau bahkan baru mengenal anak itu kan? dia masih terluka dan aku tidak ingin Hoseok terluka juga."
"Aku baik-baik saja Hyung. Percayalah."
"Hoseokie, kau yakin?"
"Aku yakin Yoongi Hyung. Aku akan mencobanya."
"Apapun hasilnya?"
"Iya. Kau jangan khawatir. Aku sudah paham resikonya. Aku hanya ingin kalian tahu. Itu saja."
"Sayang, sudahlah— kau tidak perlu begitu. Kasihan Hoseok."
"Hoseokie, kau mungkin sudah memikirkan ini tapi beri waktu sedikit lagi. Sedikit lagi. Kau paham maksudku kan?"
Taehyung tidak mengerti apa yang sedang mereka bicarakan tapi Taehyung yakin di sana ada Yoongi, Hoseok, Seokjin, dan Namjoon.
Taehyung berhenti berjalan dan memutuskan untuk memanggil nama Seokjin dari jauh agar tidak dianggap menguping— meski dia sudah terlanjur mendengar bagian dari percakapan mereka.
"Hyung. Seokjin Hyung." panggilnya.
Percakapan itu berhenti. Taehyung mendengar langkah seseorang mendekat ke arahnya. Seokjin keluar dan menghampirinya.
"Taehyungie, kau sudah datang." sapa Seokjin senang,
"Iya Hyung. Aku mendengar ada suara Yoongi Hyung di dalam. Hoseok Hyung juga."
"Iya. Mereka datang duluan untuk membantuku menyiapkan pesta." jawab Seokjin sambil merapikan beberapa majalah yang belum selesai dia baca.
"Oh, memangnya siapa saja yang akan datang?"
"Aku tidak mengundang banyak orang tapi Yoongi— Si Bodoh itu mengundang Park Jimin."
"Huh?"
"Iya. Dan kau tahu, Jimin juga mengajak Jungkook."
"Aish! Yoongi Hyung menyebalkan!"
Seokjin tertawa lebar dan saat itu Yoongi keluar dari persembunyiannya bersama Namjoon dan Hoseok.
"Hyung, kenapa kau mengundang Jimin?"
"Aku tidak mengundangnya. Aku hanya bilang kalau aku akan pergi bersama Gengku malam ini. Lalu dia bertanya apa kau juga datang. Aku mana mungkin berbohong. Jadi aku jawab sejujurnya saja dan Jimin tiba-tiba ingin ikut. Dia bilang dia juga ingin mengajak Jungkook kesini."
Taehyung menghela nafas berat dan tepat setelah itu bel apartemen Seokjin berbunyi.
Seokjin menatap Taehyung sebentar lalu tersenyum simpati. Dia berjalan ke arah pintu dan membukanya. Samar-samar Taehyung bisa mendengar suara orang yang ada di depan pintu.
"Selamat malam Seokjin Hyung. Aku datang bersama Jungkook."
.
.
.
Sejak pesta dimulai, Taehyung hanya bicara dengan Jimin. Selebihnya dia membantu Seokjin di dapur. Dia membiarkan Jimin mengobrol dengan yang lain. Untungnya mereka cepat akrab. Taehyung tidak tahu bagaimana dengan Jungkook. Saat orang itu datang, Taehyung hampir tidak menatapnya. Padahal dia sudah mengiyakan semua perkataan Seokjin untuk tidak menyerah. Jika menatap Jungkook hancur sudah pertahanan yang dia buat susah payah karna menatap Jungkook sama saja seperti menatap mimpi yang sudah usang. Semakin jauh dan semakin jauh, Taehyung tidak bisa lagi mengejarnya. Dia bisa menangis lagi. Dia bisa berharap lagi dan perasaannya menjadi kacau entah bagaimana.
Jadi Taehyung memutuskan untuk diam dan berpura-pura sibuk di dapur. Dia memang paling senang membuat puding. Seokjin memberikannya banyak bahan untuk membuat puding dan Taehyung dengan senang melakukannya.
Dia hanya perlu memotong beberapa buah sambil mengaduk adonan puding lalu semuanya selesai.
"Tae."
Gerakan Taehyung terhenti begitu dia mendengar suara itu. Taehyung memejamkan matanya sebentar. Menarik nafas sebelum menoleh.
"Kook." jawabnya. Oh, dia masih bisa tersenyum.
"Kau membuat puding lagi?" tanya Jungkook sambil menoleh ke arah panci yang berisi adonan puding.
"Iya. Seokjin Hyung tahu aku suka membuat puding jadi aku mencobanya."
Jungkook tersenyum lebar. "Kau mau kubantu?"
"Tidak usah Kook. Sebentar lagi aku selesai." tolak Taehyung dengan halus.
"Aku tidak tahu kalau kau mengenal Seokjin Hyung juga yang lainnya."
"Aku tidak sengaja bertemu dengannya. Hoseok Hyung sudah berkata soal itu kan?"
"Iya tapi aku merasa kau lebih dekat dengan Seokjin Hyung lebih dari Yoongi Hyung dekat dengannya."
Taehyung terkekeh. "Kau bisa saja. Seokjin Hyung orang yang hangat. Dia juga baik sekali padaku. Dia bisa membuat orang lain merasa nyaman."
"Iya. Namjoon Hyung sangat beruntung."
"Keduanya sangat beruntung."
Hening.
Hanya bunyi pisau yang meletuk sedikit terkena papan talenan buah.
"Aku— kata-kataku sangat kasar kemarin. Maafkan aku Tae."
Taehyung menoleh lagi karna dia harus menatap Jungkook. Dia harus tahu apa benar-benar Jungkook yang mengatakan itu padanya.
"Kau kenapa Kook? bukannya kita sudah biasa begitu?" kata Taehyung berpura-pura tidak mengerti.
"Iya tapi kurasa yang kemarin sedikit keterlaluan."
Taehyung tersenyum lebar. "Kau seperti bukan Jungkook yang aku kenal."
Jungkook meraih tangan Taehyung yang masih memegang pisau. Mereka berdiri berhadapan. Jungkook menatapnya dengan dalam. "Aku juga ingin kau kembali bermain denganku dan Jimin. Kau mau kan?"
Taehyung hampir kehilangan separuh kesadarannya. Hampir juga kehilangan pikiran warasnya. Apa ini benar-benar Jungkook? Apa ini Jungkook yang dia kenal? yang selalu berkata kasar padanya? apa benar? Apa ini hanya mimpi?
"Jungkook, aku—"
"Kau tahu aku dan Jimin tidak berpacaran. Jadi kau mau kan kembali padaku?"
Apa Jungkook tahu perasaannya?
Mengapa semakin menatapnya Taehyung semakin merasa dia hampir gila.
Oh Tuhan, sungguh perasaan cinta memang tidak bisa diatur. Selalu membuncah-buncah begitu terlihat ada harapan. Taehyung berharap dia bisa mengontrol perasaannya.
Tapi tentu, dia selalu kalah.
"Hmm. Tentu, kau mau menungguku setiap pagi lagi?"
"Iya. Jam tujuh di depan halte."
"Lalu bagaimana jika aku terlambat?"
"Aku akan tetap menunggu sampai kau datang."
"Seperti biasanya?"
"Iya. Seperti biasanya."
Dua orang itu tersenyum lebar. Genggaman tangan Jungkook begitu hangat. Begitu erat dan Taehyung berharap ini bukan mimpi. Oh, malam ini begitu indah.
.
.
.
.
To Be Continue..
hehehehheehe ini belum selesai kok. masih ada lanjutannya. Karna dari kemaren kita sedih-sedihan terus, kali ini chapternya aku tutup sama keberanian Jungkook yang pasti temen-temen juga udah nunggu momen ini kan? okayyy eh btw Hoseok kenapa ya? hehehehe nanti kita bahas di chapter selanjutnya.
see you soon. bye.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Serpentines
FanfictionJungkook, Taehyung, dan Jimin berteman dari kecil. Mereka menamakan dirinya sebagai Geng Ular. Jungkook mengira Taehyung menyukai Jimin. Taehyung mengira Jungkook menyukai Jimin. Sementara Jimin menyukai kakaknya Jungkook.