Keping Lima

331 34 3
                                    

Film yang dipilih Seokjin bergenre romansa komedi yang cukup terkenal di tahun 2000-an. Mereka menghabiskan lebih dari setengah film tertawa karena kelucuan jalan cerita. Taehyung menemukan satu alasan kenapa dia harus tertawa lagi di hidupnya, mugkin saja dia harus memberi satu kesempatan pada dirinya untuk bangkit dan memulai semuanya dari awal. Lalu memangnya kenapa jika Jungkook tidak menyukainya? hidupnya tidak akan berhenti sampai di sini bukan? perjalanan ini masih panjang.
Taehyung menoleh ke arah satu orang yang duduk tidak jauh darinya. Min Yoongi. Orang yang tidak pernah dia sangka akan menyukai Jimin. Dia tidak pernah merasa Yoongi memperhatikan Jimin. Mereka bahkan tidak pernah terlibat pembicaraan serius. Pasti berat untuk Yoongi menerima kenyataan kalau orang yang dia sukai berkencan dengan adiknya sendiri.
Mereka awalnya terdiam canggung sebelum Yoongi beringsut mengambil cemilan yang ada tidak jauh dari Taehyung. Sekilas Yoongi tampak seperti tidak peduli dengan apa yang terjadi.
"Jadi, kau korban baru Kim Seokjin?"
"Itu 'hyung' untukmu Min Yoongi." koreksi Seokjin. Yoongi memutar bola matanya.
"Hyung menyukai Jimin?" seloroh Taehyung. Yoongi menghela nafas panjang.
"Apa kau benar-benar harus bertanya itu bocah?" gerutunya tapi dia tidak terlihat kesal pada Taehyung.
"Iya. Aku kan anaknya harus dijelaskan sampai jelas sekali baru aku akan mengerti." jawab Taehyung polos. Seokjin tersenyum lebar.
"Well, aku hanya— aku hanya tidak menyangka kejadiannya begini. Aku menunggu waktu yang pas— aku menunggunya sampai— hei, aku tidak suka wajahmu Kim Seokjin!"
"Memangnya apa yang aku lakukan? aku hanya diam dan makan cemilan di sini!" sungut Seokjin. Dari dapur, Namjoon dan Hoseok keluar sambil membawa minuman dan ayam goreng. Mungkin mereka membelinya di jalan pulang ke apartemen.
"Sayang, biarkan saja mereka." kata Namjoon. Lelaki itu memberi isyarat agar Seokjin duduk di pangkuannya dan Seokjin menurut. Dia beringsut pindah ke bawah sofa dimana Namjoon sedang bersandar dan duduk dalam rangkulannya.
Yoongi menghela nafas. "Kita bicara nanti saja ya. Sekarang kau pasti belum makan dan butuh banyak hiburan. Jadi kita nikmati filmnya." ucap Yoongi sambil tersenyum lembut.
Jadi beginilah Taehyung sekarang. Berada di antara Yoongi dan teman-temannya. Dia mencoba tertawa tapi dia tidak bisa memungkiri kalau ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Terkadang pikirannya melayang entah kemana. Dia tiba-tiba teringat saat Jungkook selalu menunggunya di halte dengan wajah yang cemberut atau ketika mereka bertiga bermain bersama sambil mengerjakan pe'er. Bagaimana Taehyung bisa melupakan semua itu? semua yang sudah mereka lalui bertiga seperti tato yang ada di kulitnya. Suara kecil di hatinya berkata kalau dia tidak ingin melupakan semua itu. Dia tidak bisa.
.
.
Yoongi mengantarnya pulang. Mereka berjalan kaki ke arah halte dan menunggu bus. Keduanya diam sepanjang perjalanan. Taehyung sendiri tidak pernah berada di tempat yang sama dengan Yoongi begitu lama. Mereka hanya bertemu beberapa kali dan biasanya Taehyung hanya menyapa Yoongi seadanya karena Yoongi pun jarang terlihat antusias dengan apapun yang menjadi bahan obrolan mereka. Jadi semua percakapan Taehyung dan Yoongi jika diakumulasi hanya seperti basa-basi saja.
Mereka turun di pemberhentian ketiga. Yoongi menunggunya turun dan mereka kembali berjalan menyusuri trotoar.
"Kau sudah lama menyukai Jungkook?" tanya Yoongi. Taehyung menoleh dengan ekspresi agak terkejut karena dia tidak siap dengan pertanyaan itu. Sejenak Taehyung diam sebelum menarik nafas.
"Iya. Aku lupa sejak kapan tapi aku rasa sudah lama sekali." jawab Taehyung.
"Pantas saja akhir-akhir ini kau jarang main ke rumah."
Taehyung tersenyum tipis. "Aku terlalu egois Hyung."
"Kenapa kau berfikir begitu?"
"Selama ini aku selalu menceritakan perasaanku pada Jimin. Aku tidak pernah tahu siapa yang dia sukai, bagaimana orang itu, aku hanya sibuk menceritakan hidupku sendiri. Selama ini Jimin selalu menahan perasaannya. Aku merasa seperti teman yang buruk. Seharusnya aku tahu kalau Jungkook menyukai Jimin. Mereka berdua begitu berbeda."
Yoongi tersenyum tipis. Dia mengusap kepala Taehyung dengan lembut. "Kau bukan anak yang buruk Taehyungie. Tidak ada yang salah dalam menyukai seseorang. Kita hanya butuh waktu banyak untuk membuat semuanya kembali menjadi normal lagi. Aku yakin semua ini pasti akan berlalu. Jimin sangat menyayangimu dan meski kau tidak percaya ini, aku juga yakin Jungkook menyayangimu. Jikapun bukan sebagai sebagai orang yang dia suka, kau tetap sahabatnya bukan?"
Taehyung tersenyum tipis. "Iya mungkin saja. Entahlah, aku tidak pernah melihat diriku di mata Jungkook. Aku baru sadar setelah sekian lama. Taehyung yang ada di mata Jungkook hanya seperti anak kecil yang kehilangan mainan. Bebal juga menyusahkan."
"Jungkook tidak sesempurna itu Taehyung sampai dia merasa kau seperti anak kecil, bebal, dan menyusahkan. Dia tetap adikku yang banyak kelemahan. Kau tahu kan, kami sama-sama tidak bisa mengekspresikan diri kami dengan benar. Kurasa itu juga yang membuatmu agak salah paham.   Kalian harus berteman sampai nanti. Siapa yang akan menolongmu jika bukan temanmu sendiri?"
"Aku tidak bisa menjadi temannya lagi Hyung. Aku tidak menginginkan itu lagi. Perasaanku tidak akan menjadi lebih baik. Setelah dia berpacaran dengan Jimin, dia semakin terlihat membenciku. Jadi, kurasa tidak ada gunanya juga aku kembali bermain dengan mereka."
Yoongi terkekeh. "Entah mengapa, kau mungkin tidak akan setuju dengan hal ini tapi aku selalu merasa Jungkook tidak membencimu. Dia memang sering terlihat kesal tapi dia paling sering membicarakanmu jika dia bersama Jimin. Dia terlihat senang. Dia selalu bangun tiap pagi untuk menunggumu di halte. Aku tidak ingin semua ini membuat perasaanmu menjadi campur aduk tapi aku tahu Jungkook. Dia tidak akan melakukan hal yang menyebalkan untuknya. Mungkin saja, dia hanya tidak bisa mengekspresikannya dengan baik."
Taehyung tersenyum tipis. "Terima kasih Hyung."
"Kau tidak boleh menilai dirimu begitu buruk Taehyung. Menyukai seseorang tidak boleh membuatmu begini. Apa yang kau punya itulah kelebihanmu meski semua itu terlihat seperti kekurangan. Kau anak yang tulus. Kau baik sekali. Aku rasa bukan hanya Jimin dan Jungkook yang bisa melihat itu tapi juga Seokjin, Namjoon, Hoseok, dan mungkin temanmu yang lain. Jadi, percayalah. Jika memang bukan Jungkook. Pasti akan ada satu orang yang akan menarik tanganmu dan menyelamatkanmu nanti."
Wow.
Taehyung tidak tahu kalau Yoongi ternyata begitu hangat. Dari luar dia seperti terlihat tidak peduli tapi ternyata dia tahu semuanya yang terjadi. Kata-katanya begitu menyejukkan. Selama ini Taehyung selalu sungkan untuk mengajak Yoongi bicara karena di pikirannya Yoongi hanya seperti orang tua yang terganggu dengan semua keberisikannya. Dia tidak tahu kalau Yoongi bisa berkata banyak.
"Kau sendiri Hyung? kau sudah lama menyukai Jimin?"
Yoongi terkekeh lagi. "Iya. Aku juga sudah lupa sejak kapan tapi aku memang berencana menunggunya sampai dia lulus sekolah karena setelah itu aku ingin mengajaknya tinggal bersamaku."
"Huh? kau serius Hyung?"
"Iya tentu saja." kata Yoongi sedikit sebal. Taehyung tertawa kecil.
"Aku bahkan tidak pernah melihatmu bicara dengan Jimin dengan serius."
"Well, itu memang wajar. Aku hanya ingin memperhatikannya dari jauh. Aku tidak ingin membuat Jimin tidak nyaman dan canggung. Bagaimanapun juga kalian sering bermain ke rumah."
"Lalu apa kau yakin Jimin akan menyukaimu Hyung? kau bahkan tidak melakukan apapun?"
Yoongi tersenyum penuh arti. "Dia tidak perlu tahu sekarang Taehyungie."
"Tapi sekarang orang yang kau sukai berkencan dengan adikmu sendiri Hyung."
"Aku akan mencari tahu apa yang terjadi. Aku ingin tahu perasaan Jimin yang sebenarnya dan jika memang Jungkook menyukai Jimin, aku akan menyerah. Bagaimanapun juga Jungkook adikku."
Taehyung mengangguk pelan. Yoongi tersenyum lagi lalu menoleh.
"Kebahagiaan kita tidak akan sebanding dengan kebahagiaan orang yang kita sayangi Taehyungie. Percayalah."
.
.
.
.
Pagi ini Taehyung terlambat. Sesampainya di rumah semalam, dia hanya mengulang-ulang perkataan Yoongi yang entah mengapa membuat hatinya lumayan lega. Semua itu membuatnya telat mengerjakan pe'er dan berlarian di halte pagi ini. Taehyung mendapat hukuman satu jam pelajaran untuk membersihkan sampah di dekat lapangan. Untung saja bukan hanya dia yang terlambat hari ini. Selesainya dia merapikan sampah, Taehyung melihat Jimin melambaikan tangannya dan mendekat. Taehyung membalasnya dengan riang.
"Taetae kau terlambat?"
Taehyung tersenyum malu. "Iya Chim, aku baru mengerjakan pe'er tengah malam karena aku ketiduran."
"Ya ampun, kenapa kau tidak memintaku untuk membangunkanmu?"
"Sudah, itu bukan apa-apa kok. Kau sudah sarapan Chim?"
"Sudah. Kau pasti belum makan ya Taetae? mau kutemani sebentar ke kantin?"
Taehyung terdiam sebentar. Ada keraguan yang menyelimutinya tapi sepertinya Jimin tahu apa yang ada di pikirannya.
"Kau tenang saja, Jungkook tidak ada hari ini. Dia sedang ke Yonsei."
"Oh apa ini soal kunjungan ke Yonsei?"
"Iya. Akhirnya Yoongi Hyung mau membantu Osis kita supaya bisa kunjungan kesana."
"Yoongi Hyung?"
Jimin mengangguk antusias. "Jungkook bilang tiba-tiba saja semalam Yoongi Hyung bertanya soal rencana Osis untuk kunjungan kesana. Tumben sekali bukan?"
Taehyung tersenyum penuh arti. Jadi ini maksud Yoongi Hyung. Dia melakukan semuanya demi Jimin. Wah, Jimin sungguh beruntung disukai kakak juga adik secara bersamaan.
"Tae, kau tidak apa-apa?" tanya Jimin sewaktu Taehyung hanya terdiam. Taehyung tersenyum lagi.
"Kau pasti senang sekali Jimin-ah. Kau sudah lama ingin kesana kan?"
"Iya. Aku ingin melihat Yoongi Hyung kuliah."
"Huh?"
"Ah itu, maksudku aku ingin melihat tempat Yoongi Hyung kuliah. Klub Dance di sana bagus sekali loh dan terkenal." kata Jimin buru-buru mengoreksi pernyataannya.
Taehyung mengangguk dengan ragu. "Iya aku sudah mendengar dari Jisoo."
"Bicara soal itu, berjanjilan kalau nanti siang kau akan makan bersamaku bukan dengan Jisoo."
Taehyung tertawa dan mengiyakan.
.
.
.
"Bagaimana kau dan Jungkook? semua baik-baik saja kan?"
"Oh Tae, ayolah kami tidak berpacaran. Itu hanya salah paham."
Taehyung tersenyum tipis. "Tapi semua orang di sekolah ini tahu kalian berpacaran. Apa kau benar-benar tega bicara begini? Jungkook bisa marah jika kau terus-terusan berkata kalau kalian tidak berpacaran."
"Kami memang tidak berpacaran Tae. Jungkook tidak menyukaiku dan aku tidak menyukai Jungkook. Itu hanya salah paham.Kau mungkin akan terus-terusan tidak percaya tapi aku tidak peduli aku akan mengatakannya padamu sampai kau percaya."
"Ayolah Chim, Jungkook memang menyukaimu."
"Yang Jungkook sukai bukan aku Tae tapi—"
"Tapi? siapa?"
Jimin menghela nafas panjang. "Kau ingat bukan kalau aku pernah berjanji padamu untuk tidak memberitahu perasaanmu pada orang lain? aku juga berjanji hal yang sama pada Jungkook dan mungkin itu juga yang membuat semua ini semakin rumit. Maafkan aku Tae."
"Jadi selama ini kau juga tahu siapa yang disukai Jungkook?"
Jimin mengangguk pelan. "Tae, aku merasa serba salah. Jika aku tidak mengatakan ini kau akan terus berfikir kalau aku sungguhan berpacaran dengan Jungkook tapi jika aku mengatakan ini, kau juga akan sedih. Maafkan aku Tae."
Taehyung tersenyum. "Chim, aku justru ingin berterima kasih padamu. Kau sudah mendengarkan banyak ceritaku. Kau sahabat yang baik."
Jimin mengenggam jemari Taehyung. "Kumohon Tae kembalilah bermain dengan kami. Aku sangat merindukanmu."
"Aku juga Chim. Aku sangat merindukanmu tapi Chim, berarti kau punya seseorang yang kau sukai? siapa dia?"
Jimin menatapnya ragu. "Aku tidak bisa menceritakannya padamu Tae. Kau juga tidak begitu mengenal orang ini jadi apa yang kita bicarakan di sini biarkan di sini saja ya. Jangan sampai orang lain tahu. Siapapun itu. Kau janji kan?"
Taehyung mengangguk.
Itu semua mempunyai arti bukan? Jimin menyukai seseorang dan bukan Jungkook. Yoongi Hyung juga tidak perlu bersaing dengan adiknya sendiri tapi siapa yang disukai Jimin? dan Jungkook, jika Jungkook tidak menyukai Jimin lalu siapa yang disukai oleh Jungkook? apa diam-diam Jungkook menyukai orang lain?
rumit sekali. Taehyung menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
.
.
.
.
"Hoseok Hyung?"
"Oh! Jungkookie! kata Yoongi kau datang ke kampus hari ini ya?" sapa Hoseok sambil melambaikan tangannya.
"Iya. Aku kembali setelah makan siang tadi. Kenapa Hyung datang ke sekolah? Apa ada hal penting?"
"Ah tidak, aku menunggu seseorang. Aku berjanji bertemu dengannya di sini."
Jungkook terkekeh. "Wow, siapa orang itu Hyung?l tanya Jungkook setengah meledek. Hoseok tersenyum.
"Ah itu dia! Taehyungie!"
Jungkook tidak ingin menoleh sekarang. Dia akan terlihat bodoh sekali jika Taehyung melihatnya. Sebenarnya Jungkook masih tidak ingin percaya kalau nama yang Hoseok sebut adalah nama Taehyung. Nama orang yang bahkan tidak lagi bicara dengan benar kepadanya.
Jungkook tidak ingin menoleh demi Tuhan Jungkook hanya ingin berlari dari sana.
Bagimana bisa?
Bagaimana bisa Taehyung mengenal Hoseok Hyung. Bagaimana bisa Taehyung berjalan ke arah Hoseok Hyung dengan riang seakan mereka sudah sering bertemu sebelumnya.
Jungkook sangat mual.
Tiba-tiba saja perutnya seperti diaduk-aduk. Rasa kesal yang tiba-tiba muncul seperti memakannya hidup-hidup.
"Kau sudah lama Hyung? Oh Jungkook. Kau sudah kembali ya?"
Dan Jungkook tidak menginginkan hal lain selain menarik Taehyung dari sana dan membawanya pergi jauh-jauh. Tentu saja dia tidak bisa melakukan itu.
"Sejak kapan kau mengenal Hoseok Hyung?" tanya Jungkook tanpa menjawab pertanyaan Taehyung lebih dulu.
Taehyung menatapnya dengan sendu sebelum tertawa lebar. "Waktu itu aku menabrak Hoseok Hyung saat sedang berjalan dan menumpahkan kopinya. Jadi kami berkenalan dan ternyata Hoseok Hyung teman dekat Yoongi Hyung." cerita Taehyung antusias dan Jungkook sangat kesal dengan nada ceria yang keluar dari bibir Taehyung. Semua itu menyebalkan. Semua itu membuatnya muak. Kenapa hanya dia yang tersiksa sendirian di sini. Kenapa mencintai Taehyung sangat melelahkan.
"Well, mengingat kau anak yang bebal juga ceroboh semua orang pasti kena masalah jika bertemu denganmu. Benar kan Hyung?"
Hoseok terkekeh. "Tapi Taehyung begitu manis. Dia anak yang baik sekali. Jungkookie kau senang sekali meledeknya."
"Aku tidak meledeknya. Aku memang tidak menyukai sifatnya yang menyusahkan."
Taehyung menunduk. Dia menarik nafas panjang. Detik itu Jungkook menyesali kata-kata yang keluar dari bibirnya. Taehyung kemudian tersenyum lebar.
"Tapi aku tahu caranya memperlakukan orang dengan baik. Aku tahu caranya bersikap baik. Berterima kasih dan meminta maaf. Jika yang kau inginkan orang yang sempurna, aku senang bukan aku orangnya Kook. Pasti bukan aku. Kau tidak akan pernah bisa membuatku bahagia. Atau sebaliknya dan mungkin sebaiknya kita tidak begitu. Aku bersyukur kita tidak begitu. Ayo Hyung. Aku ingin bertemu Seokjin Hyung."
Jungkook memejamkan matanya dan saat itu dia tidak melihat Taehyung yang juga memejamkan matanya. Keduanya menangis dengan air mata yang jatuh satu-satu. Taehyung tidak menoleh ke belakang. Dia terus berjalan. Jungkook juga tidak ingin menoleh ke arah Taehyung lagi.

Kapan terakhir kali kita bicara dengan baik tanpa berakhir begini.
Kapan terakhir kali kau bisa merasa aku adalah temanmu. Aku bisa menjadi sahabatmu selamanya.
Aku tidak menemukan kenyamanan yang dulu yang membuatku menyukaimu.
Semua itu pergi dan ada sebagian hatiku yang bersyukur semua itu sudah pergi.
.
.
.
.
.
To Be Continue
Halo. maaf ya baru update. terima kasih buat responnnya yang sangat menyenangkan untuk dibaca. Part ini enga aku edit jadi maaf jg kalo banyak typo heheheheheh
jangan lupa vote dan promote cerita ini ya.
sampai jumpa lagi^^

The SerpentinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang