Ringan.
Tersenyum untuk Jungkook sebenarnya sangat ringan. Dia bisa melakukan itu kapan saja dan detik itu Jungkook akan menoleh lalu membalas senyumannya.
Apa ini mimpi?
Oh, Taehyung ingin sekali berulang-ulang mencubit tangannya. Sayang saja, acara di tempat Seokjin sudah dimulai dan mereka sekarang sudah menonton.
Karena dia sudah tahu semua yang terjadi pada Jimin dan Jungkook hanya pura-pura, jadi dia tidak terlalu bertanya-tanya mengapa Jimin duduk terpisah dari Jungkook. Tiba-tiba saja Jimin berada di samping Yoongi. Mereka tampak sesekali mengomentari film yang sedang diputar. Sebenarnya Taehyung ingin berkata pada Yoongi kalau mereka hanya berpura-pura tapi apa dengan bercerita begitu semuanya akan menjadi lebih baik? bahkan Taehyung juga belum tahu siapa yang benar-benar disukai oleh Jimin. Dia juga tidak tahu mengapa mereka berdua melakukan itu. Ditambah lagi, kenyataan kalau Jungkook melakukan semua itu untuk orang yang dia sukai membuat Taehyung berfikir kesempatannya memang sudah lewat. Dia dan Jungkook memang lebih pantas berteman karena Jungkook sudah punya seseorang yang disukai.
Tanpa sadar Taehyung terbawa arus pikirannya sendiri sampai dia lupa kalau film yang diputar Seokjin sebentar lagi akan habis. Taehyung tersadar dari lamunannya saat seseorang menyentuh lengannya lembut.
"Kau ingin minum?"
Taehyung mengangguk pelan. Menerima satu gelas cola yang diberikan oleh Hoseok.
"Taetae tidak suka film detektif ya?" tanya Hoseok lagi.
Wow darimana Hoseok tahu nama panggilannya?
Taehyung tersenyum malu. "Aku tidak begitu suka film yang membuatku berfikir Hyung. Aku jadi tidak bisa menikmatinya. Aku juga tidak bisa menebak siapa yang jahat karena aku begitu bebal." cicit Taehyung. Hoseok mengusap kepalanya dengan gemas.
"Nikmati saja. Tidak usah dipikirkan. Di filmnya sudah ada detektif kenapa kau harus memikirkan siapa yang jadi penjahatnya? itu tugas mereka. Akhirnya juga kau akan tahu siapa yang jahat." tukas Hoseok. Taehyung terkekeh.
"Tapi kebanyakan orang pasti menebak-nebak."
"Kau tidak perlu menjadi salah satu dari mereka Taetae. Nikmati film dengan caramu sendiri. Aku justru lebih penasaran dengan cara penjahat membunuhnya bukan siapa yang jahatnya."
"Tetap saja Hyung itu membuatmu juga berfikir kan?"
Hoseok tertawa lagi. "Iya itu kan aku. Kau bisa melakukan apapun yang membuatmu nyaman."
Taehyung mengangguk setuju sambil kembali meneguk cola yang ada di tangannya.
.
.
.
Hanya Taehyung yang menginap di sana malam itu. Jungkook dan Jimin pulang bersama Yoongi. Hoseok yang pulang paling terakhir karena dia membantu Seokjin merapikan sisa-sisa makan malam yang masih berantakan di ruang tamu.
Selesai mandi Taehyung kembali bergabung bersama Seokjin dan Namjoon. Mereka sudah menyulap ruang tamu menjadi satu tempat tidur dengan selimut dan beberapa bantal.
"Oh, Taehyungie sudah mandi?" tanya Seokjin begitu melihatnya.
Taehyung mengangguk. "Wah terima kasih Hyung. Kasurnya terlihat hangat."
Seokjin tertawa kecil. "Kau tidur bersamaku. Namjoon yang akan tidur di sini."
"Eh? tidak usah Hyung. Aku saja."
"Tidak apa-apa Tae. Aku akan mengerjakan tugas kuliah malam ini dan biasanya aku tertidur. Jadi sekalian saja. Kau tidur di kamarku ya?"
Taehyung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aku jadi merepotkan Hyung." katanya menyesal.
"Bukan masalah. Seokjin sudah lama ingin kau menginap." kata Namjoon lagi.
Taehyung akhirnya mengangguk dan masuk ke dalam kamar. Seokjin sudah menyediakan satu piyama untuknya di pinggir ranjang. Taehyung dengan senang mengganti bajunya. Tidak lama setelah itu, Seokjin masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Dia merebahkan tubuh di samping Taehyung.
"Bagaimana? apa ranjangnya membuatmu nyaman?" tanya Seokjin.
"Iya Hyung. Terima kasih. Kalian berdua jadi tidur terpisah."
Seokjin terkekeh."Jangan khawatir soal itu."
"Bagaimana rasanya saat pertama kali kalian pindah dan tinggal bersama?"
"Hmm, sepertinya kami agak kikuk. Aku masih ingat Namjoon hampir membuang hasil tugasnya karena dia khawatir apartemennya terlihat berantakan dan menyapu seluruh ruangan. Tanpa sadar hasil tugasnya terbuang. Untung saja masih bisa diselamatkan." kenang Seokjin. Taehyung tertawa.
"Hyung pasti sangat senang ya?"
Seokjin berbalik menghadap Taehyung. "Iya. Aku sangat senang. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku tanpa Namjoon. Mungkin aku masih bisa hidup tapi membayangkan merindukan Namjoon saja sudah membuat aku hampir gila."
"Aku iri dengan Hyung. Aku juga ingin mempunyai seseorang yang mencintaiku." kata Taehyung dengan suara serak.
"Jangan khawatir. Semua itu bukan hal yang bisa kau atur. Pasti. Aku percaya. Pasti suatu saat akan ada saatnya kau juga bahagia dengan orang yang mencintaimu Taehyung. Kau masih sekolah sekarang, perjalananmu masih panjang."
"Iya Hyung."
"Kulihat kau sudah berbicara lagi dengan Jungkook tadi. Apa itu membuat perasaanmu lebih baik?"
Taehyung tersenyum. "Iya. Aku sangat senang. Dia bilang akan menungguku lagi di halte seperti biasa."
"Syukurlah. Semoga semuanya semakin membaik."
"Iya. Meski aku tidak tahu apa aku masih bisa menjadi temannya jika dia sudah bersama orang lain nanti."
"Hm? kenapa kau berkata begitu?"
"Aku tidak tahu Hyung. Aku hanya tidak bisa berhenti memikirkan itu sejak tadi."
Seokjin tersenyum lagi. "Aku kan sudah bilang, berjuanglah sampai akhir. Tunjukkan kalau kau memang mempunyai perasaan yang tulus."
"Tapi semua itu tidak semudah yang kau bayangkan Hyung."
"Iya aku tahu lalu kalau begitu apa kau sempat berfikir untuk membuka hatimu pada orang lain?"
Taehyung terdiam. Cukup lama hingga Seokjin harus mengusap kepalanya.
"Kau kenapa?"
"Maaf Hyung, aku hanya kaget dengan pertanyaan Hyung karna aku tidak pernah berfikir untuk menyukai orang lain selain Jungkook."
Seokjin tertawa. "Ya ampun aku kira kau kenapa. Kau berkata begitu karna kau masih menyukai Jungkook. Kalau tiba-tiba ada yang mendekatimu bagaimana?"
Kali ini Taehyung yang tertawa lebar. "Hyung ada-ada saja. Siapa yang akan menyukaiku?"
"Iya siapa yang tahu kan? kalau tiba-tiba orang itu berkata menyukaimu apa yang akan kau lakukan?"
Taehyung masih tertawa lebar. "Aku rasa aku bisa tertawa sampai menangis. Aku tidak tahu Hyung karena itu pasti tidak mungkin."
"Hey, kenapa kau selalu pesimis. Mungkin saja memang ada banyak orang yang menyukaimu tapi mereka tidak pernah bisa mengatakannya. Jangan terlalu pesimis."
"Entahlah Hyung. Kau memang paling pintar menghiburku."
Seokjin merangkul Taehyung dan menepuk pundaknya berulang-ulang. "Tidurlah kalau begitu. Besok pagi akan aku buatkan masakan enak untukmu."
Taehyung tidak menjawab. Dia hanya mengangguk lalu mencoba memejamkan matanya. Sama seperti malam-malam sebelumnya, Jungkook adalah orang yang pertama dia lihat saat matanya terpejam. Jungkook yang tersenyum, Jungkook yang tertawa, Jungkook yang sedang berbicara dengan orang lain. Jungkook yang sedang berjalan di koridor kelas. Jungkook yang sedang bermain basket.
Jungkook tidak pernah hilang di pikirannya lalu bagaimana bisa dia menyukai orang lain?
Taehyung tidak sadar sudah berapa lama dia tidur hingga saat dia tiba-tiba terbangun Seokjin tidak ada di sampingnya. Pintu kamar masih tertutup rapat. Taehyung meraih ponselnya dan melihat jam masih menujukkan pukul dua dini hari. Dia berfikir untuk ke toilet dan beranjak dari ranjang. Taehyung memutar kenop pintu dan hampir membukanya lebar saat dia mendengar suara Seokjin samar-samar.
"Joon— Oh—"
"Di sini Sayang?"
Taehyung menghentikan gerakannya begitu dia sadar apa yang hampir dia lihat. Buru-buru dia menutup kembali pintu kamar dan memakai selimut sampai menutupi wajahnya yang panas.
Dia tidak begitu melihat tapi dia tahu apa yang mereka berdua lakukan.
Ruang tamu sudah gelap tapi dia bisa melihat tubuh Seokjin tertutup oleh Namjoon yang berada di atasnya. Suara desahan Seokjin masih terngiang-ngiang.
Oh Tuhan.
Bagaimana cara menghilangkan suara Seokjin dari kepalanya.
Dan mengapa Seokjin menyuruhnya tidur di sini kalau dia akan pindah dan bercinta dengan Namjoon pada akhirnya. Menyebalkan.
Taehyung kembali mencoba memejamkan matanya. Meski rasanya dia ingin sekali tertawa di tengah rasa kesalnya. Baru pertama kali dia memergoki orang yang tengah bercinta.
.
.
.
Pagi ini ketika Taehyung keluar dari kamar, dia melihat Seokjin sedang memasak sesuatu di dapur dan Namjoon sedang membaca di ruang tamu. Kasur yang dipakai 'tidur' mereka semalam sudah dirapikan.
"Pagi Hyung." sapa Taehyung ke arah Namjoon.
"Oh Pagi Taehyungie. Bagaimana tidurmu?"
Taehyung tersenyum dan setengah mati menahan tawanya. "Aku tidur dengan nyenyak terima kasih. Tugas Hyung sudah selesai?"
"Sudah. Aku sudah menyelesaikan semuanya semalam."
"Iya. Hyung tampak kurang tidur." sindir Taehyung tapi Namjoon sepertinya tidak sadar kalau Taehyung sedang menyindirnya.
"Aku berencana tidur sepulang kuliah nanti."
Taehyung tidak menjawab, dia menghampiri Seokjin yang sedang memasak. Taehyung baru sadar kalau pagi ini Seokjin sudah mandi dan sudah berpakaian rapi. Seokjin memakai sepotong turtle neck yang menutup sampai ke lehernya.
"Hyung." sapa Taehyung.
"Tunggu sebentar ya. Sarapannya sebentar lagi selesai."
Taehyung mengangguk senang.
Mereka bertiga sarapan dengan riang. Sesekali Namjoon dan Seokjin berdiskusi soal buku yang sedang Namjoon baca akhir-akhir ini.
"Hyung, mungkin setelah sarapan aku akan pulang. Hoseok Hyung bilang dia akan menjemputku."
"Hoseok?" tanya Namjoon sedikit terkejut namun saat Seokjin menatap Namjoon sambil mengedipkan kedua matanya, Namjoon berpura-pura bersikap biasa.
"Oh, kupikir kau akan di sini sampai makan malam. Kami bisa mengantarmu pulang Taehyungie."
"Tidak usah Hyung lagipula Hoseok Hyung mengajakku pergi ke toko buku. Dia memintaku mengantarnya. Aku sangat berterima kasih bisa menginap di sini."
Namjoon terkekeh. "Kau bisa datang kapanpun kau mau Taehyungie."
"Terima kasih Hyung."
Seokjin mengusap tangannya lembut. "Kalau begitu kau siap-siap saja. Biar aku yang merapikan ini ya?"
"Terima kasih Hyung."
"Ei, tidak usah sungkan." kata Seokjin dengan senyuman lebarnya.
.
.
.
Mereka berdua sudah pegi dari Apartemen Seokjin dan Taehyung menceritakan kejadian semalam pada Hoseok. Lelaki itu tertawa keras dan Taehyung tidak mengerti bagian mana dari ceritanya yang begitu lucu hingga Hoseok tertawa terpingkal-pingkal.
"Hahahaha jadi kau melihat mereka bercinta?"
Taehyung memukul Hoseok dengan gemas. "Hyung! kenapa kau bisa bersikap santai begini. Aku sangat malu."
"Percayalah kau bukan orang yang pertama memergoki mereka. Aku dan Yoongi sudah kebal. Namjoon dan Seokjin tidak bisa dipisahkan dari dulu apalagi sewaktu awal-awal mereka berkencan. Aku dan Yoongi baru lega setelah mereka tinggal bersama."
Taehyung menutup wajahnya. "Ya Tuhan bahkan sampai sekarang aku tidak bisa membuang suara Seokjin Hyung semalam dari kepalaku."
Hoseok tertawa lagi. "Jangan khawatir. Nanti juga kau terbiasa. Lain kali kalau menginap kau harus membuat perjanjian dengan Seokjin. Kau akan tidur di ruang tamu dan mereka tidak boleh berisik."
"Bagaimana cara mengatakannya Hyung? Aku kan bukan kau yang sudah sejak dulu mengenal mereka."
"Kalau begitu bicarakan pelan-pelan dengan Seokjin tapi percayalah jangan berharap dia akan merasa bersalah. Mereka berdua justru senang jika melihat orang lain menderita."
Taehyung mendengus sebal. "Menyebalkan."
"Aigoo kau masih polos sekali Taetae." ucap Hoseok sambil mengusap kepalanya gemas.
"Hentikan Hyung! lebih baik kau ajak aku berjalan-jalan sampai aku lupa dan jangan pernah mengingatkan aku lagi soal ini." gerutu Taehyung lagi.
"Oke baiklah. Kita berputar-putar hari ini ya sampai kau puas bagaimana?"
Taehyung mengangguk senang.
.
.
.
Hari ini adalah hari kunjungan ke Yonsei. Taehyung dan Jimin sudah berada di dalam bus yang membawa mereka ke Yonsei.
Jimin tampak paling senang. Mungkin karena dia bercita-cita untuk kuliah di sana. Taehyung juga ingin kuliah di sana tapi di sadar dia anak yang bebal. Hasil ujiannya sering dibawah rata-rata berbeda dengan Jungkook dan Jimin. Taehyung juga sering minder jika mereka sedang belajar bersama. Dia lebih banyak berpura-pura mengerti. Dia tidak ingin Jungkook melihatnya dengan tatapan kasihan. Dia juga tidak ingin Jungkook habis kesabaran mengajarinya.
Jadi, Taehyung tetap senang berkunjung ke Yonsei. Seokjin bilang mereka akan datang menemani karena kebetulan kelas mereka kosong hari ini.
Jungkook sudah berada di Yonsei lebih dulu. Pagi tadi mereka memang berangkat bersama. Jungkook menunggunya di halte tapi Jungkook tidak turun di sekolah karena dia harus langsung ke Yonsei. Sebenarnya Taehyung tidak mengerti kenapa Jungkook tidak pergi bersama Yoongi padahal kakaknya itu punya mobil dan mereka bisa bersama-sama ke kampus toh Yoongi juga akan kesana.
Selama perjalanan Jimin menceritakan rencananya hari ini. Salah satunya Jimin ingin berkunjung ke kelas dance di Yonsei. Taehyung dengan semangat mendengarkan juga berjanji akan menemani Jimin berkeliling selama di sana.
.
.
Jungkook termasuk anak yang terkenal di sekolah. Dia pintar di semua bidang. Pintar dalam belajar, pintar juga berorganisasi. Semua itu membuatnya disukai banyak orang. Seperti sekarang, ada banyak orang yang mengelilingi Jungkook. Selain panitia yang mengatur jalannya acara kunjungan, beberapa mahasiswa juga ada di sana berbicara dengan Jungkook. Di mata Taehyung, Jungkook sangat sempurna. Bagaimana tidak? Jungkook bisa melakukan semua hal yang tidak bisa Taehyung lakukan. Jungkook mempunyai banyak orang yang mau bekerja sama dengannya. Jungkook juga bisa mengatur acara di semua kegiatan sekolah. Guru-guru menyukainya. Jadi tidak heran jika ada banyak orang yang mengagumi Jungkook. Beberapa diantara mereka juga ada yang menyatakan perasaan pada Jungkook. Hanya saja Jungkook selalu menolak dan beralasan kalau dia belum ingin mempunyai pacar karena dia harus lulus dengan nilai yang baik.
Beberapa hari yang lalu Taehyung sadar kalau mungkin alasan Jungkook yang sebenarnya adalah karena dia sudah mempunyai seseorang yang dia sukai. Orang itu pasti sangat beruntung.
"Kudengar Jungkook datang bersama Seulgi hari ini. Padahal yang kuingat Seulgi bukan salah satu panitia."
Taehyung mendengarnya. Sekecil apapun menurut mereka bisikan itu bersuara, Taehyung tetap mendengarnya.
"Beberapa bilang mereka sekarang sedang berdekatan. Kau tahu Kang Seulgi kan? Dia cheerleader yang paling banyak disukai laki-laki di sekolah. Wow. Jeon Jungkook sepertinya bergerak cepat."
"Tapi Jungkook dan Jimin bukannya sedang berkencan."
"Jungkook tidak menyukai pria. Dia pasti hanya disuruh Jimin melakukan itu. Kau tahu kan, teman satu gengnya itu aneh semua. Tidak ada yang benar sama sekali. Kasihan Jungkook."
"Kau bisa bayangkan begitu banyak yang akan patah hati jika mereka benar-benar berkencan nanti."
Taehyung menarik nafas. Kesal.
Dia memutuskan untuk keluar dari barisan lalu ke toilet. Taehyung membasuh wajahnya supaya semua pikiran aneh tadi melayang pergi dan tidak kembali. Gadis-gadis penggosip itu memang menyebalkan.
Mereka selalu bicara dengan asal. Sama sekali tidak mengerti perasaan orang lain. Bagaimana jika Jimin mendengar? Hell! bahkan mereka bisa membicarakan Jungkook di tengah-tengah barisan.
Taehyung keluar dari toilet dan menyadari kalau barisannya sudah jauh berjalan ke arah fakultas lain.
Taehyung mencoba mengejar mereka tapi langkahnya terhenti begitu dia melihat Jungkook. Taehyung tersenyum. Dia ingin menghampiri Jungkook. Ingin menyapanya karena sejak tadi mereka belum bertemu.Namun keinginannya mendadak lenyap begitu melihat seseorang menghampiri Jungkook.
Kang Seulgi.
Mereka berdua berbicara dengan riang. Jungkook tersenyum ke arah gadis itu sambil sekali-sekali mengangguk.
Ya Tuhan.
Tiba-tiba saja omongan gadis penggosip tadi kembali ke pikirannya dan semua itu sangat memuakkan.
Taehyung memejamkan matanya sejenak. Dia harus mencari Jimin. Jimin berada di barisan lain karena Jimin memang ingin mengambil jurusan post modern dance. Berbeda dengan Taehyung yang ingin mengambil psikologi.
Inilah kenapa dia seharusnya mengikuti kemana Jimin pergi seperti janjinya tadi di bus. Dengan panik, Taehyung kembali berjalan menyusuri koridor kelas-kelas sebelum dia menubruk seseorang.
"Taetae?"
"Hyung!! Hoseok Hyung! Syukurlah, aku tertinggal barisan karena aku ke toilet dan mereka sekarang entah kemana. Aku—"
Hoseok terkekeh. "Tenanglah sebentar. Aku akan mengantarmu."
"Untung kau di sini Hyung." ucap Taehyung penuh haru. Hoseok tertawa lagi.
"Lebih baik kau ikut aku saja. Aku akan mengajakmu berkeliling. Seokjin dan Namjoon tiba-tiba harus kuliah pagi ini. Jadi mereka akan bergabung nanti."
"Pantas saja aku tidak melihat kalian sejak tadi. Kemana Yoongi Hyung?"
Hoseok tidak buru-buru menjawab. Dia terkekeh lagi. "Jangan khawatir. Yoongi Hyung sedang menikmati kebahagiaannya."
Taehyung menatap sebal. "Maksudnya apa Hyung?"
"Sudahlah. Nanti saja. Ayo!"
.
.
.
Dari semua tempat yang ditunjukkan Hoseok padanya. Hanya tempat inilah yang membuat Taehyung senang. Benar-benar senang karena jauh dari kebisingan dan pemandangannya sangat indah.
"Ini tempat favorit kami berempat. Biasanya kami kesini untuk bertukar pikiran dan saling bercerita. Oh ya, ini juga tempat dimana Namjoon akhirnya menyatakan perasaan pada Seokjin. Jadi Seokjin menamai tempat ini dengan 'Rooftop Sakral'."
Taehyung tertawa lebar tapi dia tidak menyangkal kalau rooftop ini pantas diberi nama begitu.
"Mereka bilang, rooftop ini membuat segala keinginan dan pemikiran dari hatimu yang terdalam terkabul."
"Oh ya? sesakral itu kah Hyung?"
"Entahlah tapi aku juga ingin mencobanya." kata Hoseok lagi.
"Hm? Mencoba bagaimana?"
"Mencoba memikirkan satu hal dan berharap menjadi nyata. Kau juga ingin mencobanya?"
Taehyung diam sebentar sebelum mengangguk. Apalagi yang dia inginkan sekarang? kuliah di sini. Belajar bersama Seokjin Hyung tentang psikologi. Dia juga ingin Geng Ular berkuliah di tempat yang sama. Dia juga ingin...
Dia menginginkan Jungkook. Dia menginginkan Jungkook lebih dari apapun. Dia ingin berdiri bersama Jungkook di tempat ini. Apakah itu bisa terkabul? Jungkook mungkin sekarang sedang bersama orang yang dia sukai. Entahlah, apa benar-benar kemungkinan mereka bersama sudah begitu tipis. Taehyung bahkan takut untuk mengharapkan semua itu.
"Tae? sudah selesai?"
Taehyung tersadar dari lamunannya lalu tersenyum tipis. "Maaf Hyung aku jadi melamun. Kita kemana setelah ini Hyung?"
"Aku ingin mengajakmu ke kafe. Kau pasti haus kan?"
Taehyung mengangguk setuju.
.
.
.
Hoseok bilang kafe ini biasanya tidak ramai. Mungkin karna sekolahnya sedang berkunjung jadi tempat ini lebih penuh dari biasanya. Hoseok memesan dua cup minuman lalu membawa Taehyung pergi dari sana. Mereka duduk di sebuah bangku taman. Taehyung menghela nafas panjang sambil menikmati kesejukan taman.
"Taetae." panggil Hoseok pelan.
"Iya Hyung? Kenapa?"
"Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."
Taehyung tersenyum lebar. "Katakan saja Hyung."
"Akhir-akhir ini ada satu hal yang tidak bisa keluar dari pikiranku dan itu cukup membuatku terganggu. Aku ingin mengatakannya padamu." Hoseok menoleh ke arah Taehyung. Lelaki itu mengangguk antusias seakan menunggu perkataan Hoseok selanjutnya.
"Aku tahu kita belum cukup lama saling mengenal Taehyungie. Aku juga pasti belum tahu banyak tentangmu tapi aku tahu siapa yang terus ada di pikiranmu. Aku juga tahu seberapa penting orang itu untukmu. Kau mungkin menyebut namanya juga kan tadi di rooftop? Aku tahu itu. Aku tahu juga kau sering menangis karena dia. Entah mengapa sejak bertemu denganmu dan kau menangis di dalam mobilku, aku ingin sekali membuatmu berhenti menangis dan tertawa lagi. Aku ingin kau bahagia. Aku ingin menunjukkan padamu kalau kau mempunyai begitu banyak kelebihan yang membuat orang lain menyukaimu. Aku tidak ingin perkataanku membuat hubungan kita menjadi hambar. Aku nyaman bersamamu dan kau— kau orang yang kusebut namanya di rooftop tadi. Aku ingin mencobanya. Aku ingin mencoba membuatmu bahagia. Aku menyukaimu. Apa kau mau memberiku satu kesempatan? Aku akan menjagamu dengan baik. Mungkin aku bukan dia yang kau sukai. Aku juga tidak sesempurna orang yang ada di pikiranmu tapi aku ingin mencobanya. Aku juga ingin kau mencobanya. Aku ingin kau berhenti menangis Taehyungie. Apa mungkin kalau aku— mengajakmu berkencan?"
Kalau tiba-tiba ada orang yang mendekatimu bagaimana?
Kalau tiba-tiba orang itu berkata dia menyukaimu, apa yang akan kau lakukan?
Taehyung menunduk. Mengapa perkataan Seokjin menjadi kenyataan. Apa mungkin Seokjin sudah tahu semua ini?
Taehyung seperti terpasung di dalam perkataannya sendiri. Apa benar dia ingin bahagia? Karena dia sudah menangisi Jungkook begitu banyak tapi dia tetap mengharapkan lelaki itu. Apa benar dia tetap ingin bahagia? sekalipun tidak bersama Jungkook. Lalu bagaimana bisa? Apa yang lebih jahat dari menolak perasaan orang lain? karena yang dia tahu Hoseok sangat tulus kepadanya. Mungkin Hoseok memiliki ketulusan yang sama dengan perasaannya pada Jungkook.
Jadi apa benar Taehyung ingin bahagia?
Apakah dia bisa bahagia tanpa Jungkook?
Keduanya diam begitu lama hingga akhirnya tawa Hoseok memecah keheningan. "Hey, jangan terlalu dipikirkan. Kau juga tidak perlu khawatir. Apapun perasaanmu aku akan menerimanya karena aku tahu ini gila. Sebenarnya aku sudah tahu jawabanmu tapi aku ingin mendengarnya sendiri supaya aku lega. Setidaknya aku sudah bicara denganmu dan pertemanan kita akan terus berlanjut. Aku berjanji padamu. Aku juga sudah berjanji pada Seokjin untuk tidak merusak semua ini. Tolong jangan membuat ini semua menjadi aneh ya Taehyungie. Kau—"
"Hyung, aku ingin mencobanya."
"Huh?"
Taehyung mengangkat wajahnya. Dia menatap Hoseok lalu tersenyum. "Aku ingin mencoba bahagia lagi. Denganmu."
.
.
.
.
To Be Continued
Haii^^
udah dua bulan ya ini hehehehe maaf ya aku baru sempet update. Terima kasih untuk yang sudah membaca dan menunggu update. Kalau ada typo tolong dibantu koreksi ya. Ditunggu juga vote dan komennya. it keeps me alive. See you again.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Serpentines
FanfictionJungkook, Taehyung, dan Jimin berteman dari kecil. Mereka menamakan dirinya sebagai Geng Ular. Jungkook mengira Taehyung menyukai Jimin. Taehyung mengira Jungkook menyukai Jimin. Sementara Jimin menyukai kakaknya Jungkook.