CT 3

13.2K 1.1K 7
                                    

Pagi ini Anya membawa Sasa keliling taman. Ia mengajak putrinya bermain-main apapun yang dapat membuat putrinya terkena sinar matahari mengingat Sasa sama sekali jarang keluar rumah dan hanya berada dalam udara yang dikeluarkan oleh mesin atau air conditioner.

Untung saja Anya tidak memiliki jadwal ke rumah sakit hari ini sehingga dia bisa puas mengajak sang buah hati bermain. Bermain kesana kemari dan berlarian tanpa kenal lelah seolah Sasa adalah putri terkurung yang tidak pernah dibawa keluar istana. Anya menyayangkan jadwal yang membuat dirinya menjadi jarang mengasuh anak. Bermain dengan Sasa mengingat ia adalah orang tua tunggal yang harus membanting tulang demin menghidupi putri kecilnya.

"Mama, Sasa mau es krim kayak dia." Sasa menunjuk seorang laki-laki yang umurnya lebih tua darinya beberapa tahun.

Lelaki kecil yang mendengar permintaan Sasa itu menoleh dan menatap Sasa dengan pandangan ramahnya. Ia beranjak mendekat dan mengulurkan es krim, "kamu mau ini?"

Sasa mengangguk antusias.

"Ayo, Kakak belikan..."

Sasa menoleh pada Anya seolah meminta izin. Tapi, Anya langsung mengangguk, tak ingin membiarkan putrinya sedih. Kebahagiaan anaknya adalah kebahagiaannya juga.

Dengan cepat Sasa menggandeng tangan lelaki tersebut dan menariknya untuk segera membeli es krim di tempat yang tidak jauh dari Anya duduk.

"Nama kakak Sena. Kamu?"

Sasa yang sedang menjilat es krimnya bergumam. "Sasa."

"Sasa? Cantik namanya. Udah sekolah?"

Sasa menggeleng pelan. "Mama bilang Sasa homeschooling, kakak." Ujarnya cadel.

"Lho, kenapa?"

Sasa hanya menggeleng kemudian kembali menjilati es krimnya.

"Kamu tinggal deket sini?" Lelaki berumur 9 tahun itu kembali bertanya.

Lagi-lagi Sasa berdecak lucu karena kesal. Ia tidak bisa menikmati es krimnya. "Sasa makan es krim dulu, kakak."

Sena tersenyum kemudian mengusap kepala Sasa. "Iya, kamu makan dulu. Oya, Papa kamu nggak ikut?"

Wajah Sasa berubah bingung. "Papa?"

"Iya. Papa. Itu... Papanya kak Sena." Sena menunjuk Papanya yang sedang bermain bersama adik perempuan serta Mamanya.

Sasa memperhatikan keluarga Sena dengan perasaan bingung sekaligus sedih, sebelum ia memperhatikan Mamanya yang sedang memainkan ponselnya sambil duduk sendirian. Sasa membuang eskrimnya lalu berlari menghampiri sang Mama. Ia bahkan mengabaikan panggilan Sena.

"Mama... Mama..." Sasa memanggil Mamanya dengan napas terburu-buru.

Anya langsung menghampiri putrinya. Mengelap keringat lalu bertanya khawatir. "Ada apa, hm? Kenapa Sasa lari-larian begini?"

"Mama... Mama... Papa Sasa mana? Kakak itu bilang dia punya Papa. Itu Papanya..." Sasa menunjuk keluarga Sena sebelumnya membuat napas Anya seketika tercekat.

Selama ini ia memang tidak mengatakan apapun tentang sosok Ayah pada Sasa karena selama Sasa tidak bertanya, maka Anya tidak akan membongkarnya. Tapi, Sasa sekarang bertanya, di waktu yang tidak tepat pula. Bagaimana dia harus menjawab?

"Papa Sasa lagi kerja cari uang buat Sasa kayak Mama sekarang. Tapi, Papa kerjanya jauh, Sayang." Anya berusaha membuat Sasa mengerti. "Kamu masih mau main? Atau kita langsung pulang?"

Sasa menggandeng lengan Ibunya. "Langsung pulang aja, Ma. Sasa mau berdo'a supaya Papa cepet pulang dan bisa main sama Sasa kayang orang-orang." Ia menarik jemari Ibunya untuk beranjak ke mobil tanpa tahu bahwa Anya menahan rasa pahit dan getir dalam hati.

LOVE doesn't END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang