LDE 14

12.2K 1.1K 95
                                    

Kembali bertugas dengan suasana berbeda -tanpa kehadiran Dirga yang sedang berbulan madu- membuat dada Anya sesak hingga ke ulu hati. Perasaannya terasa tidak enak dan sepanjang jalan ia terus saja beristighfar agar perasaannya sedikit membaik.

Jemarinya meremas satu sama lain dan berulang kali menetralkan napasnya yang terasa sesak. Tak membiarkan air matanya keluar barang sedikitpun untuk pria yang sudah menjadi milik wanita lain.

"Dokter Alara,"

"Ya?" Jawab Anya refleks sambil mendongakkan kepalanya menatap seorang wanita dengan jas putih yang kini tersenyum padanya. "Ada apa dok?"

Dokter Lola tersenyum ramah dan bergumam, "Berhubung dokter Dirga sedang bulan madu, ketua timmu akan diambil alih oleh seseorang. Pak Denis menyuruhmu menemuinya." dokter Lola menepuk pundak Anya. "Temuilah."

Nyaris saja Anya hendak berdecak saat mendengar Pak Denis langsung memasukkan seseorang ke dalam tim bedah. "Hm, aku akan menemuinya."

"Pucuk dicinta ulam pun tiba, Alara." Sambung dokter Lola sambil melenggang pergi membuat dahi Anya mengernyit seketika.

Dengan langkah gontai, Anya berjalan menuju ke ruangan dokter Dennis. Kedua tangannya berada dalam saku jas dokter. Wajahnya terlihat datar sampai di depan ruang dokter Dennis. Mengetuk beberapa kali hingga terdengar suara yang menyuruhnya masuk.

"Selamat pagi, dok."

Dokter Dennis mengangguk. "Pagi dokter Alara. Duduklah." Pinta dokter Dennis.

Anya menurut, duduk berhadapan dengan dokter Dennis. Menunggu apa yang hendak pria paruh baya itu katakan.

"Berhubung dengan dokter Dirga sedang berbulan madu dan juga akan mengajukan pemindahannya kembali ke rumah sakit utama, kami ingin memasukkan seorang dokter hebat dengan gelar Dr. Aksel Rafaello Pratama, sp.BS, PhD."

Astaga.... Pria tua mana lagi yang akan diberikan padanya? Yakinlah bahwa seseorang bergelar doktor akan sangat cerewet mengingat ilmunya yang jauh lebih master dari pada seseorang yang hanya bergelar S2 sepertinya. Anya memutar bola matanya malas dan sedikit berdecak.

Tidak adakah orang lain yang bisa menggantikan Dirga? Seseorang yang lebih muda atau minimal enak dipandang. Bukan dengan lelaki tuan berkaca mata serta bertempramen buruk. Mengingat saja Anya langsung bergidik ngeri.

"Baik, dok. Saya permisi."

"Alara?" Panggil dokter Dennis kembali. "Sebaiknya kamu bersikap ramah kepada dokter Aksel dan saya harap kamu tidak tertekan karena sifatnya yang menjunjung etika dan prinsip. Dia juga akan kemari dalam beberapa hari mengingat urusannya di Jerman ada yang belum beres."

"Baik, dok."

***

Shela mengambil celana pendek dan kaos berwarna putih milik suaminya untuk di pakai. Meletakkannya di atas tempat tidur yang sudah mereka nodai dengan kemesraan semalam.

Wajahnya seketika merona mengingat hal tersebut, lalu mengelus perut datarnya pelan. "Cepat tumbuh di rahim Mama ya, Sayang."

Saat itu pula pintu kamar mandi terbuka lebar. Menampilkan sosok Dirga dengan handuk bertengger di pinggangnya. Menampilkan tubuhnya yang berotot.

"Kenapa?" Tanyanya sambil melangkah mendekat. Meraih celana pendek yang disiapkan isterinya dan memakainya. Dirga kembali menyambar baju oblong putih yang sangat pas ditubuhnya. "Wajah kamu merah."

Dengan cepat Shela menggeleng. "Nggak apa-apa. Aku lapar. Turun yuk?"

Dirga mengangguk kemudian membiarkan Shela menggandeng lengannya untuk menuju ke restauran hotel berbintang tersebut. Memesan minuman serta makanan kesukaan masing-masing.

LOVE doesn't END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang