LDE 17

9.4K 823 16
                                    

Sudah beberapa hari ini rumah sakit terlihat begitu heboh akan kehadiran dokter muda Aksel yang diusianya sudah mencapai pendidikan tertinggi. Wajahnya yang datar selaku membuat orang sekitarnya penasaran termasuk kaum hawa.

Seperti pagi ini, seorang wanita bergelayut manja di tangannya. Membuat orang-orang berpikir apakah benar itu isterinya? Karena setelah hari pertama ia jera tidak memakai cincin, maka di hari seterusnya Aksel selalu mengenakan cincin pernikahannya dan membuktikan bahwa ia memiliki isteri dan anak.

Banyak wanita yang kecewa saat melihat jari manis itu bertengger cincin pernikahan. Membuat Aksel lebih sedikit leluasa dari tatapan yang memujanya. Walau masih ada yang bersikeras tetap mencuri pandang ataupun perhatian darinya.

Anya yang hendak berjalan ke bagian administrasi langsung bertatapan dengan dokter Aksel bersama seorang wanita yang kemungkinan besar adalah isterinya. Anya mulai untuk bersikap sopan dan profesional setelah kejadian di ruang operasi waktu itu. Dia tidak lagi menaruh benci ataupun dendam akibat kejadian eskrim waktu itu. Dalam hati Anya berpikir, bahwa dirinya sangat kekanakan.

Sampai di hadapan keduanya, Anya mengangguk sedikit dan menyapa ramah. "Pagi, dok. Pagi, Bu." Setelahnya ia langsung kembali berjalan tanpa menunggu jawaban lawan bicaranya.

Sampai di depan administrasi, Anya langsung menghadap seorang wanita yang usianya sedikit lebih muda darinya. "Saya ingin tahu biaya pengobat milik Ibu Dian di ruang Chamomile 2 apakah sudah dilunasi?"

Sang wanita muda mengernyit. "Sebentar dok, saya cek dulu."

Anya hanya mengangguk lalu membuka ponselnya yang terdapat sebuah pesan dari Shela yang mengajaknya untuk berbelanja sore nanti.

"Biaya pengobatan milik Ibu Dian sudah lunas, dok." Sahutnya sambil melirik buku catatan administrasi pasien sekali lagi.

"Lunas?"

Pegawai muda tersebut mengangguk.

"Kamu tau siapa yang membayarnya?" Anya menyipitkan matanya, sedikit merasa bingung.

Pegawai muda itu terlihat berpikir kemudian mengangguk. "Seorang pria paruh baya, dok."

"Pria?"

"Kalau tidak salah memang seorang Bapak-bapak, dok." Pegawai wanita ber name-tag Fira menatap Anya bingung. "Sebenarnya ada apa ya dok?"

Anya menggeleng pelan kemudian tersenyum. "Nggak apa-apa. Ya sudah, terimakasih."

"Ya, sama-sama, dok."

Menarik napas dalam-dalam sebelum menuju ruang Chamomile 2 dimana sang pasien menunggu dirinya. Mengetuk pintu beberapa kali sebelum masuk dan menatap wanita paruh baya yang seusia Mama Nadia.

"Maaf Bu, menunggu lama." Anya tersenyum. Membantu Bu Dian kembali berbaring. "Ibu tenang saja, biaya perawatan Ibu sudah dilunasi oleh seseorang."

Seketika Bu Dian langsung menatap Anya penuh penjelasan. "Siapa, dok? Siapa yang sudah melunasinya?"

Anya menarik napas dalam-dalam dan bergumam. "Mungkin suami Ibu." Jawab Anya pelan berusaha untuk tidak membuat Bu Dian stress.

Pasien bernama Diana ini mengalami gejala yang dinamakan Neuralgia oksipital, kondisi di mana saraf oksipital yang terdapat di atas sumsum tulang belakang hingga dasar leher mengalami peradangan. Gejala kondisi ini mirip dengan migrain atau sakit kepala kronis. Sehingga menyebabkan pasien paruh baya tersebut tidak boleh memikirkan suatu yang berat. Namun sayang, jawaban yang Anya berikan membuat si Ibu ternyata bertindak histeris.

"Suami saya sudah mati, dok!!! Anda berbohong."

"Bu, tenang..." Pinta Anya namun, tidak dihiraukan sama sekali.

LOVE doesn't END ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang