Awal dari Semuanya
-;
Hari ini, liburan semester baru saja dimulai. Mungkin beberapa anak lega karena sudah tidak ada tugas dan ujian untuk sementara. Namun tidak untukku.
Ya, mungkin aku juga sedikit lega karena tidak ada tugas untuk sementara waktu. Mendapat nilai yang sangat memuaskan seharusnya membuatku bahagia.
Tapi, aku tidak merasa demikian.
Kekangan orang tua ku lah penyebabnya. Mereka menuntutku untuk mendapat nilai paling sedikit 98, namun aku hanya bisa meraih 95. Membuat mereka marah dan membentakku seolah-olah aku hanya bisa menghasilkan sampah.
Kepalaku terasa berdenyut sekarang. Karena aksiden nilai 95 itu, orang tua ku tidak lagi mengirimiku uang. Tidak lagi mempedulikanku dan mungkin tidak menganggapku sebagai bagian dari keluarga lagi. Lebih tepatnya, ibu tiriku yang seperti itu.
Mungkin kalian tidak tahu mengapa aku terlalu dikekang oleh orang tuaku.
Semuanya dimulai setelah setahun ibuku meninggal. Saat ayahku menikahi seorang wanita lain tanpa memberitahuku terlebih dahulu.
Bukan, bukan karena aku tidak menerima wanita itu sebagai ibuku. Aku bersikap seperti itu karena aku tidak tahu wanita itu siapa dan bagaimana sikapnya.
Awalnya aku menerima dia sebagai ibu baruku, mungkin bisa menggantikan kesedihanku saat ibuku meninggal.
Namun, dia membuat segalanya semakin buruk.
Saat itu, ayah selalu bepergian keluar kota karena masalah bisnis. Dan saat itu juga, aku mulai merasa bahwa wanita itu kesepian, mungkin? Aku tidak terlalu peduli. Dia selalu saja terlihat murung dan tidak banyak berbicara.
Aku merasa ingin menghiburnya, jadi aku berinisiatif untuk belajar agar mendapat nilai bagus di sekolah karena ayah selalu suka saat melihat nilaiku.
Aku pulang sekolah dengan sangat gembira, mendapat nilai 91 dalam pelajaran matematika yang tidak aku mengerti sama sekali.
Langsung saja aku memberitahu ibu tiriku dengan perasaan yang sangat bahagia. Aku pikir nilaiku akan membuat moodnya naik.
Namun ternyata, semua dugaanku salah. Ia terlihat marah dengan nilaiku dan segera merobek kertas ulanganku.
Mulai saat itu, ia mau aku menjadi pemuda yang perfeksionis. Pemuda yang selalu peduli dengan segala hal, bahkan dengan hal sekecil apapun.
Apabila aku tidak mendapat nilai sempurna, atau cara berpakaianku tidak sesuai dengan yang ia harapkan, aku akan diceramahi ini dan itu. Membuat kepala ku terasa sakit dan membuatku trauma dengan hal itu.
Aku ingin sekali menjadi anak nakal saat itu, dan aku mencoba membangkang seperti yang temanku katakan pada saat itu.
Dan setelahnya, aku tidak ingin menjadi pembangkang lagi.
Hukuman yang ia berikan sangatlah mengerikan bagi anak seumuranku saat itu. Setelah aku di cambuk dengan ikat pinggang hingga tubuhku memar, ia mengurungku di kamar mandi sambil menghidupkan pancuran air sampai pagi. Tak lupa dengan ancaman 'tidak ada uang jajan' dan segala ceramahnya.
Dan hal itu berlanjut hingga sekarang.
Tidak, tidak dengan cambukan dan dikurung di kamar mandi. Tapi ceramah lewat telepon dan ancaman nyata 'tidak ada uang bulanan'. Itu sangat mengerikan mengingat bahwa aku hanyalah mahasiswa rantau yang tidak memiliki pekerjaan sebagai sumber uang.
--
Re-Published, semoga semua masih suka sama cerita ini.
Alur cerita nya bakal aku ganti. Semua. Terima kasih.
-Dev
KAMU SEDANG MEMBACA
What Are We? - OngNiel [On Hold]
Fanfiction[SLOW UPDATE] "Kita ini sebenarnya, apa?"