Partner dalam Segalanya, kecuali Cinta
-;
"Kau tidak apa?"
Minhyun menyikut lengan kananku pelan saat aku termenung memikirkan bagaimana hidupku kedepannya.
Aku menggeleng sebagai jawaban. Mengingat banyaknya yang harus aku urus membuatku tidak ingin bersuara sama sekali.
"Masalah dengan 'dia' lagi?" tanyanya dengan tangan yang membentuk tanda petik saat mengucapkan kata 'dia'.
Lagi, aku tidak bersuara dan menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.
Aku bisa melihat Minhyun khawatir denganku. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang memelas saat melihatku.
"Kenapa wanita tua itu selalu saja bertindak dengan nilaimu? Aku tidak mau kita berkelahi lagi hanya karena kau mengejar target nilai yang ia tentukan,"
Aku menghela nafas dan menyembunyikan wajahku di siku tanganku yang terlipat di atas meja makan. Memang benar perkataan Minhyun barusan, kami berdua pernah berkelahi karena wanita 'itu'.
Minhyun kembali memasak dan bergumam mengumpati wanita yang kami bicarakan, dan sialnya wanita itu adalah ibu tiriku.
Ah iya, aku dan Minhyun berteman semenjak kami SMA. Dan kami melanjutkan kuliah di universitas yang sama dengan jurusan yang sama. Kami juga menyewa apartemen bersama yang dekat dengan kampus untuk menghemat pengeluaran.
"Sudah-sudah. Ini, dimakan dulu nasi goreng yang baru saja ku masak. Untuk masalah uang sewa, aku yang akan membayarnya beberapa bulan kedepan sambil berusaha mencarikan pekerjaan yang sangat layak untukmu,"
Aku kembali menegakkan posisi dudukku, melihat Minhyun yang sedang makan dengan mulut yang mengerucut karena mengkhawatirkanku memanglah hal yang terbaik dan sayang untuk di lewati.
Bibirku diam-diam tersenyum dengan perlakuan Minhyun yang selalu saja membuat hatiku menghangat.
"Kenapa senyum-senyum sendiri? Makan atau aku suapi?"
--
Malam itu, tubuhku merasakan nikmat yang sangat luar biasa akibat Minhyun yang terus memasuki diriku dengan ganasnya.
Menghujam lubangku terus-menerus hingga keringat kami berdua mengucur dan membuatku sampai pada pelepasanku untuk yang kesekian kalinya.
Kalau kalian berpikir aku dan Minhyun adalah teman biasa maka kalian salah.
Kami berdua memang sahabat dan itu tidak akan pernah sampai pada tahap selanjutnya. Bukan karena aku yang tidak mau, melainkan Minhyun yang tidak menginginkannya.
Jantungku selalu saja berdebar atas perhatiannya dan perutku akan terasa berbunga-bunga saat ia mencium dan melumat bibirku atau menghujamku seperti yang ia lakukan saat ini.
Menurutnya, memiliki hubungan seperti pacaran tidak akan pernah berhasil dan akan berakhir secara tidak baik, mengingat kami berdua adalah laki-laki dan sama-sama menyukai sesama jenis.
"Woo, tahan sebentar lagi, oke?"
Ah, erangannya saja sudah membuat telingaku panas mendengarnya. Ia kembali menghujam lubang dan segera mendapati pelepasannya.
Tubuhnya ambruk di sampingku dan ia kembali melayangkan kecupan-kecupan kecil disekitar wajahku.
"Kau hebat, Woo. Aku mengagumimu," ucapnya lagi, membuat pipiku terasa panas dan aku yakin sudah sangat merah.
Hal ini yang membuatku jatuh hati pada Minhyun. Meskipun banyak orang yang menilainya dengan manusia yang sangat dingin, namun ternyata, ia sangat peduli dengan orang yang dekat dengannya.
"Hyun..." panggilku sembari memeluknya.
Ia menoleh dan kembali mengecupi wajahku. "Ada apa? Hm?"
"Kau yakin tidak ingin menjadikanku kekasihmu?"
Ia membuang wajahnya dan menghembuskan nafasnya kasar. "Sudah berapa kali ku bilang, Woo. Hubungan seperti itu tidak akan berhasil dan..." Hah, mulai lagi.
Aku memutuskan untuk memejamkan mataku dan menganggap ceramahnya menjadi cerita sebelum tidur saja.
Berharap besok akan menjadi hari yang sangat baik untukku.
--
Alur ceritanya juga bakal aku cepetin, jadi ngga bakal panjang chapternya.
-Dev
KAMU SEDANG MEMBACA
What Are We? - OngNiel [On Hold]
Fanfiction[SLOW UPDATE] "Kita ini sebenarnya, apa?"