Fani penasaran dia harus menunggu gilang dimana, gang rumah rani sangat kecil dan itu tidak cukup untuk memasukkan satu mobil, apalagi mobil mewah milik Gilang. Disamping itu, fani juga bahagia gilang mau menjemputnya. Itu sudah lama semenjak 3 tahun yg lalu, ketika mama Gilang meninggal.
*flashback on
Fani adalah anak dari pembantu dirumah Gilang. Keluarga gilang sangat menerima dengan baik kehadiran Fani dan ibunya. Ibu Fani mengenal mamanya gilang dari sebuah pertemuan tidak sengaja. Saat itu Ibu fani diusir oleh neneknya, karena menganggap Fani adalah aib. Fani dan ibunya sedang kelaparan dan terduduk lemas di trotoar pinggir taman sebuah perumahan. Tapi tanpa disangka, ada seorang wanita dengan anak laki-laki memberikan bingkisan makanan dan mengajak mereka untuk kerumahnya. Sepertinya tuhan masih menyayangi fani dan ibunya, mama gilang-Sarah mengajak fani dan ibunya untuk tinggal Bersama mereka.
Fani dan gilang sangat dekat, lantaran umurnya yg hanya berbeda 2 tahun. Saat itu gilang berumur 6 tahun dan Fani berumur 4 tahun. Mereka bersekolah di sekolahan yg sama, baik gilang atau fani selalu mencari satu sama lain seperti anak kembar.
Sampai suatu ketika, saat itu gilang sibuk dengan kelulusannya, dan Fani baru saja masuk SMA favoritnya. Gilang pamit kepada Nia-ibu Fani untuk membeli beberapa perlengkapan untuk surprise ulang tahun mamanya. Nia menyetujui itu karena gilang sudah bersusah payah membanting tulang mengumpulkan uang untuk ulang tahun mamanya.
Gilang berangkat dengan bahagia, bahkan saat berpapasan dipintu dengan fani, gilang memeluk fani erat dan berkata “saya akan bahagiakan mama, saya mendapat nilai terbagus dan itu akan menjadi kado untuk mama” setelahnya gilang berlari dan melajukan motor maticnya keluar dari rumah besar itu.
Sarah turun sudah rapi dengan jas putih tulangnya, dia adalah seorang dokter anak. Fani menyapa sarah dan sarah mengecup kening fani. Nia tidak keberatan dengan itu, baik nia maupun sarah sudah menganggap fani dan gilang sebagai anaknya sendiri.
“nia, aku berangkat dulu ya. Mama berangkat dulu ya sayang” disambut anggukan dan juga kecupan di pipi sarah.
Tapi siapa sangka, itu adalah saat terakhir Nia dan Fani bercengkrama Bersama sarah.
Hari sedang hujan diluar, petir menyambar memekakan telinga, tapi tidak terdengar oleh gilang karena dia sedang sibuk di sebuah bioskop Jakarta dengan beberapa temannya, menyiapkan kejutan untuk mamanya.
Fani tiba-tiba tersentak dari pelukan ibunya, dia bermimpi Mama Sarah sedang berlumur darah. Nia yg merasakan fani gelisah, segera bangun dari tidurnya dan tak lama kemudian telepon rumah berdering.
“iya saya keluarga Ibu Sarah”
“apa?! Kecelakaan?!!” tak lama gagang telepon berbenturan dengan lantai menyebabkan bunyi yg keras
Nia berlari memberitahu fani untuk segera memberitahu gilang. Sudah separuh jalan ke rumah sakit, tapi gilang masih tidak mengangkat telepon dari Fani. Nia dan Fani sangat khawatir sekali.
Langkah lebar dirumah sakit itu bersahutan dengan hujan deras yg sedang terjadi. Nia menunggu dengan cemas dan Fani sibuk mondar mandir dengan air mata yg sudah membasahi pipi chubby nya. Dan fani masih setia menelpon Gilang.
Gilang yg sedang beristirahat mengecek hpnya dan terkejut, ada 156 panggilan tidak terjawab oleh Fani dan juga 123 sms dari fani. Gilang yg sudah penasaran segera menelpon fani, dan seolah petir itu menyambar gilang, minuman yg dipegangnya terjatuh dan air matanya lolos detik berikutnya gilang berlari dan tidak memerdulikan teriakan temannya yg memanggil namanya.
Gilang berlari tanpa memerdulikan teriakan suster yg mengingatkannya, yg dipikirkan sekarang adalah mamanya. Melihat gilang berlari, nia menyambutnya dengan pelukan hangat dan bahu gilang bergetar sejadi-jadinya. Nia menenangkan gilang dengan air mata yg juga sudah membasahi pipinya sejak tadi.
Gilang memandang kosong pintu icu didepannya, dengan air mata yg seolah tidak ada habisnya membasahi pipinya. Tak lama kemudian keluar dokter yg menangani mamanya, baik gilang, nia dan fani berdiri serentak mendengarkan penjelasan dokter.
Mereka memasuki ruang icu dengan bau obat-obatan yg menyengat. Luka gilang semakin menjadi melihat keadaan mamanya yg jauh dari kata baik. Gilang memeluk erat mamanya, samar-samar gilang dapat merasakan mamanya mengelus rambutnya.
Sarah memegang tangan mereka bertiga dan mulai berkata sesuatu
“Nia dan Fani aku titip gilang kesayanganku ini ya, jangan sampai jagoanku ini sakit dan jangan sampai dia telat makan, dia ini bandel sekali kalo disuruh makan…” senyum Sarah terukir di wajah pucatnya membuat hati gilang semakin perih
“…sayangi dia Nia, sayangi kakakmu ini Fani. Gilang jangan bandel ya nak, mama sayang sama kamu, inget pesen mama ya. Jangan nangis lagi, sini peluk mama” ucap sarah melanjutkan kalimatnya
Tapi siapa sadar, ternyata itu saat terakhir mereka. Sarah meninggal dipelukan gilang. Gilang tidak memberontak dan juga tidak menangis, tapi tatapannya kosong sampai pada sarah di makamkan. Gilang pulang paling terakhir, dan sejak saat itu gilang berubah.
*Flashback off
Gilang selesai menaruh gelasnya di tempat pencucian piring, mengambil kunci motornya dan berlalu dari kediamannya. Sudah lama semenjak kejadian 3 tahun lalu, dia tidak menggunakan motor sport hadiah mamanya dan malah memilih menggunakan mobil.
Gilang sangat ingin menangis di dalam helm full facenya, betapa dia merindukan mamanya saat ini. Tapi dia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis, karena dia sudah berjanji pada mamanya untuk tidak menangis sejak hari itu.
“terima kasih ma, saya sudah merasakan seperti apa rasanya naik motor dari mama” gilang tersenyum getir
Tbc
Vommentnya jangan lupa 😉