03

50 6 0
                                    

Saat fani sedang asik-asiknya membicarakan artis idola mereka di halaman rumah rani. Tiba-tiba klakson motor mengagetkan mereka dan gilang membuka helmnya. Sejenak rani menarik ucapannya tentang gilang, wajah arab-belanda milik gilang mampu mengalihkan perhatiannya sejenak.
Fani cipika-cipiki dengan rani lantas keluar dari rumah rani dan menaiki motor gilang. Gilang menoleh ke fani dengan muka datarnya, dan kemudian memberikan helm untuk di pakai fani. Fani sempat melamun sebentar kemudian memakai helm yg disodorkan gilang. Gilang melambaikan tangannya dan memiringkan bibirnya sedikit kea rah Rani dan berlalu.
“sama-sama fani, sama-sama!!!” ucap rani girang kemudian masuk kedalam rumahnya

Gilang melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Tapi fani tidak nyaman dengan posisi duduknya dimotor ini. Batin fani, mungkin motor ini dirancang buat cewe yg suka meluk cowonya.
Gilang merasakan Fani yg bergerak-gerak menghentikan motornya. Tanpa bicara, dia memegang lengan Fani dan meletakannya di pinggang Gilang. Lalu gilang mulai melajukan motornya membelah Jakarta.
Fani awalnya tidak nyaman dengan tangannya yg ada di pinggang gilang. Tapi lama kelamaan dia menyandarkan kepalanya di bahu kokoh Gilang. Nyaman, itu yg fani rasakan sekarang.
Gilang menepikan motornya ke sebuah pusat perbelanjaan. Ketika hendak turun, fani belum juga melepaskan pelukannya di pinggang gilang. Beberapa detik gilang juga menikmati posisi mereka sekarang. Sampai fani melepaskan pelukan itu dan turun dari motor gilang. Entah kenapa ada perasaan tidak rela dari gilang jika pelukan itu dilepaskan.
Gilang dan fani mengelilingi pusat perbelanjaan itu. Baik gilang maupun fani belum ada yg memulai pembicaraan. Sampai gilang berhenti dan fani menabrak punggung gilang. Fani merutuki kebodohannya.
Gilang tersenyum tipis mendengar umpatan dari gadis mungil yg menabrak nya tadi. Gilang lalu membalik badannya dan menatap Fani. Mata hazel fani bertemu dengan mata elang gilang. Fani tenggelam di dalam hitam legamnya mata Gilang. sampai tangan gilang yg dingin menyadarkan fani dan memasuki sebuah restoran.
Gilang kembali dengan satu nampan berisi penuh makanan tidak sehat itu. Fani meringis sedikit, gagal diet kalau begini. Gilang menikmati bentonya, sesekali menyeruput smoothienya. Sedangkan fani sibuk dengan batinnya, entah memakan makanan didepannya atau tidak. Gilang menyadari fani gelisah menatap makanannya itu, tangannya terulur mengambil sendok bento fani dan menyuapkannya ke fani. Awalnya fani ingin menolak, tapi mata elang gilang seolah menghipnotisnya untuk makan.
Setelah mengurus belanjaan tadi, gilang kembali ke parkiran dan menemukan fani dengan wajah mengantuknya, menurut gilang, mengemaskan?. Gilang mengajak fani pulang, hanya dengan tatapan matanya tanpa bicara.
Gilang membelah kota Jakarta yg sudah larut, dia melirik jam nya sekilas dan melanjutkan melajukan motornya.

Gilang yg hendak turun dari motor, menggoyang-goyangkan tangan fani. Tetapi fani tidak bergerak sama sekali, akhirnya gilang memutuskan untuk menolehkan kepalanya kesamping, dan benar saja fani tertidur. Gilang tidak keberatan sama sekali menggendong gadis mungil itu ke dalam rumah.
Gilang membaringkan fani di Kasur kingsizenya yg berada di dekat dapur, bukan karena apa, kamar fani selalu dikunci kemanapun dia pergi dan gilang sangat malas untuk mencari kuncinya. Setelah menyelimuti fani dengan selimut bludru hitamnya, gilang mulai tertidur disebelahnya.

Fani mengerjapkan matanya yg mulai tertusuk-tusuk sinar matahari. Tapi, betapa kagetnya ketika ia membuka matanya sempurna, dia tengah tidur Bersama gilang yg shirtless, dan parahnya lagi fani menaruh tangannya di perut gilang yg seperti roti sobek itu.
Fani memandangi sejenak wajah gilang selama ini dia kagumi. Gilang berhasil merubah fani. Gilang dengan ikhlasnya menyekolahkan bahkan memberikan uang jajan kepada fani. Fani tidak tau pasti kapan terakhir berbicara panjang dengan gilang, mungkin sekarang gilang sedang gila, batin fani. Gilang yg dulu sudah berubah menjadi lelaki idaman para wanita, alis tebal menghias di wajah tampannya, bibirnya pink seperti memakai lip balm, dengan hidung yg sangat mancung juga dagunya yg panjang menghiasi wajahnya. Rambut coklat-hitamnya dan juga kulit putih dengan badan yg bias membuat semua wanita berteriak.

“sudah liatinnya?” suara berat gilang menyentak fani kaget.

“udah kok dah, iya kak udah, fani ke atas dulu siap-siap kuliah, iya siap-siap kuliah” fani segera berlari untuk menyembunyikan semburat merah di wajahnya
Gilang menggidikan bahunya lalu kembali tertidur.

Fani merutuki kebodohannya, bisa-bisanya dia pamit kuliah padahal hari ini dia libur. Mau di taruh dimana mukanya di hadapan gilang. akhirnya fani memutuskan untuk turun dan membuat sarapan untuk dia dan gilang, tentunya.

Gilang baru saja selesai mandi, bersamaan dengan fani yg baru selesai memasak nasi goreng. Fani menatap gilang sambil menelan ludahnya. Bagaimana tidak, gilang shirtless dengan handuk yg tersampir di bahu kanannya, menggunakan celana pendek denim hitam dan juga rambutnya acak-acakan. Ingin rasanya fani memeluk gilang dan bermanja-manjaan dengannya, eh?.
Setelah usai menjemur handuknya disamping. Gilang duduk di meja makan, dan mulai makan. Tapi fani malah memperhatikannya makan dengan tersenyum. Setelah gilang menyelesaikan makannya, gilang tidak langsung berdiri, karena bingung dengan ekspresi fani yg berbinar-binar menatap ke arahnya.
Gilang mengayunkan tangannya didepan fani. Tersadar dari lamunannya, kemudian fani menunduk malu, pasti pipinya sudah seperti kepiting rebus.
“kuliah bagaimana?”

“baik kak, kakak kerjanya bagaimana?” fani tersenyum bahagia

“kalo mau tau ke kantor aja” ucap gilang berlalu, fani langsung cemberut.
Tapi tanpa disangka, gilang kembali duduk dihadapan fani yg masih berada di meja makan.

“uang cukup aja?” gilang membuka soft drinknya

“cukup kak, lebih dari cukup” ujar fani tersenyum

“gak jadi berangkat? Mumpung saya sedang libur, ayo saya antar” fani terpana, itu kalimat terpanjang yg gilang lontarkan, rasanya ingin berteriak keliling rumah

“hehehe, itu kak, itu…” gilang menatap penuh selidik membuat fani gagal untuk bercanda pada gilang.

“…fani lupa kalo hari ini libur” ucapnya dengan nada suara yg rendah
Gilang hanya mengangguk dan berlalu menuju ruang utama, untuk bersantai.

Tbc

Jangan lupa vommentnya 😊

Gilang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang