PROLOG

17 0 0
                                    

Aelke memeluk erat tubuh adik iparnya, wanita cantik itu kini tengah menangis sesenggukan di pelukan Aelke. Tepat 30 menit yang lalu wanita bernama Elena itu baru saja diceraikan oleh suami yang sudah bersamanya selama kurang lebih 22 tahun lamanya. Lelaki yang dulu pernah mengikat janji sehidup semati dengannya telah berpaling pada yang lain. Dia telah menemukan rumah baru yang membuatnya merasa lebih nyaman. Elena tak pernah menyangka jika suami yang sangat dicintainya telah menggores ikatan suci di antara mereka, dia telah mengkhianati janji suci yang pernah mereka ucapkan dahulu. Elena tak pernah mengira jika hari ini pernikahannya harus berakhir karena pengkhianatan yang dilakukan suaminya. Perselingkuhan suaminya yang menghancurkan bahtera rumah tangga yang selama ini dijaganya segenap jiwa.

"Kenapa Kak? Kenapa dia melakukan ini padaku? Kenapa dia tega, Kak? Kenapa dia lebih memilih wanita itu dibandingkan aku yang sudah menemaninya selama 22 tahun ini? Apa yang kurang dariku, Kak? Aku sudah memberikan semuanya padanya. Tapi kenapa dia malah memilih wanita itu? Apa salahku, Kak? Sampai dia tega melakukan ini padaku?" Raung Elena yang sangat hancur.

"Tidak El, tidak sayang. Kamu tak memiliki kesalahan apapun. Mereka yang salah, suami kamu yang salah karena sudah melakukan ini padamu. Kamu harus kuat, El. Kamu tidak sendiri, masih ada kami yang akan selalu bersama kamu."

"Tapi kenapa dia lebih memilih bersama wanita itu, Kak? Kenapa dia meninggalkanku demi wanita itu?" Ujar Elena diiringi suara sesenggukan tangisnya.

Aelke melepas pelukannya, "Lihat Kakak, Sayang!" Perintah Aelke yang dipatuhi Elena. "Dia yang rugi karena sudah meninggalkan kamu demi wanita tidak tahu diri itu. Kamu harus kuat, Sayang. Kamu masih punya kami, kamu juga masih punya putri yang sangat mencintai kamu. Dia akan sedih jika melihat kamu seperti ini. Kamu bisa, El. Kamu kuat. Harus kuat. Dia yang rugi karena sudah meninggalkan wanita hebat seperti kamu."

"Kenapa dia tega, Kak? Kenapa dia tega? Aku benci padanya, Kak. Aku benci padanya."

Bisma hanya bisa diam sembari menyenderkan tubuhnya pada tembok di Ruang Tamu. Tak pernah menyangka jika sang adik tega melakukan hal seperti ini pada istrinya. Berselingkuh di belakang Elena, memilih bercerai dengan wanita yang sudah dinikahinya selama 22 tahun ini dan lebih memilih wanita asing yang baru saja dikenalnya. Pria itu pun turut merasa bersalah atas apa yang dilakukan adiknya pada Elena. Dia juga sangat marah atas apa yang dilakukan adiknya pada Elena.

"Astaghfirullah Elena." Karena terlalu sedih dan lelah Elena sampai pingsan, dengan sigap Aelke pun menopang kepala adik iparnya itu. "Elena bangun, Sayang. Sabar, El. Istighfar. Ya Allah. Ayah!" Ujar Aelke pada Bisma. Bisma pun segera mengambil gerakan jongkok di hadapan ke dua wanita itu. "Ayah, tolong ambilkann air." Tanpa diminta dua kali, Bisma pun segera bergegas untuk mengambil air seperti permintaan istrinya.

"Tenang El, tenang Sayang. Istighfar, Sayang. Astaghfirullahialdzim," Aelke terus berusaha menenangkan adik iparnya.

"Kenapa dia melakukan ini padaku, Kak? Kenapa dia memilih wanita itu? Apa yang tidak aku berikan padanya. Semuanya sudah aku berikan, Kak. Aku selalu berusaha menjadi istri yang baik untuknya. Tapi kenapa dia meninggalkan aku? Hiduku, jiwaku, hatiku , seluruh hidupku sudah ku pasrahkan padanya tapi kenapa dia tega mengkhianatiku. Kenapa Kak? Kenapa?" Ujar Elena terisak pedih.

Aelke mengusap air mata yang tak hentinya jatuh dari ke dua mata Elena, "Kamu adalah istri terbaik di dunia, El. Mulai detik ini kamu harus melupakan dia. Kamu harus memulai hidup kamu yang baru. Lupakan semuanya dan hiduplah dengan hidup yang baru. Kamu bisa, El. Kamu harus bisa. Tunjukkan padanya bahwa kamu bisa tanpa dia."

"Tapi aku mencintainya, Kak. Aku mencintainya," lirih Elena pedih.

Gadis berjilbab itu terdiam di teras rumahnya. Dia baru saja pulang dari kampus. Sebuah surat pengumuman hasil seleksi masuk Perguruan Tinggi diremasnya dengan erat. Dia telah dinyatakan lolos seleksi dan masuk di bidang study yang dia inginkan. Dia sengaja tak membuka surat pengumuman itu karena dia ingin kedua rang tuanya yang membuka surat hasil seleksi itu dengan penuh rasa bangga. Namun sayangnya, dia harus mengubur dalam-dalam keinginan tersebut karena kedua orang tuanya telah memilih mengakhiri rumah tangga yang telah terjalin dalam ikatan pernikahan. Bukan, lebih tepatnya papa yang ingin mengakhirinya karena telah jatuh cinta pada yang lainnya.

"Cukup El, cukup." Bentak Bisma yang baru saja datang dan mendengar bahwa Elena masih mencintai adiknya. Sungguh, Bisma tak tega melihat kondisi adik iparnya saat ini, pria itu terlihat sangat marah, bukan pada Elena melainkan kepada adiknya, "Mulai sekarang lupakan dia. Kita tak memiliki hubungan apapun dengannya."

"Ayah!" Sentak Aelke yang terkejut dengan perkataan Bisma. Wanita berjilbab itu pun bangkit dari duduknya kemudian berdiri di samping Bisma, "Istighfar Ayah. Jangan berkata seperti itu. Biar bagaimanapun dia adalah adik kita." Aelke sudah memegang dada suaminya, berusaha menenangkan.

"Tidak Bunda, mulai sekarang dia bukan siapa-siapa kita lagi. Dia hanya orang asing yang tak memiliki hubungan apapun dengan kita. Ayah malu mengakuinya sebagai adik Ayah."

"Tenang, Yah! Jangan emosi, istighfar. Elena sedang membutuhkan kita saat ini. Elena sangat sedih saat ini jadi Bunda minta supaya Ayah tenang. Istighfar, Yah." Aelke berusaha menenangkan suaminya. Bisma menghembuskan nafas kasar, menutup ke dua matanya kemudian beristighfar dengan suara lirih.

"El!" Bisma segera jongkok di hadapan Elena yang terlihat sangat berantakan.

"Kak, suamiku memilihnya bukan aku. Aku kehilangan suamiku, Kak. Dia telah pergi bersama wanita itu." Lirih Elena yang terdengar memilukan.

Kedua mata Bisma memejam, tangannya terkepal. Dapat dia rasakan betapa terlukanya hati adik iparnya saat ini.

"El, minum dulu, Sayang!" Aelke kembali duduk di samping Elena. Wanita berjilbab itu membantu Elena menenggak air putih dalam gelas yang diambilkan oleh Bisma. "Bismillahirrohmanirrohim" Aelke berucap lirih mewakili Elena.

"Kenapa dia tega melakukan ini padaku? Apa salahku sehingga dia mengkhianatiku? Dia lebih memilih wanita itu dibanding aku. Kenapa, Kak? Kenapa?" Elena terus bertanya seperti itu.

Aelke kembali mendekap Elena, wanita itu juga sudah ikut menangis. Dia pun menatap Bisma yang kini menundukkan kepalanya, Aelke tahu bahwa suaminya itu kini tengah menangis. Tanpa diminta, wanita berjilbab itu meraih tangan suaminya lantas menggenggamnya membuat Bisma mendongak guna menatap istrinya. Aelke menggeleng pelan, mengisyaratkan agar Bisma tetap kuat.

"Maafkan Kakak, El." Kalimat itu akhirnya terlontar dari lelaki yang berprofesi sebagai dokter itu, "Maafkan Kakak karena tak bisa menghalangi Rafael untuk tidak menceraikan kamu."

Elena tak menanggapi pernyataan Bisma, wanita itu hanya terus menangis sesenggukan dalam pelukan Aelke. Hanya Aelke yang kembali menggeleng, kembali mengisyaratkan bahwa semua bukanlah kesalahannya.

"Semua akan baik-baik saja, Sayang." Aelke mengusap punggung Elena, biar bagaimanapun Aelke juga menyayangi Elena, Aelke sudah menganggap Elena sebagai adiknya sendiri jadi tak heran jika hubungan keduanya cukup dekat.

Tangisnya pecah bahkan sampai sesenggukan saat melihat kondisi sang mama yang begitu memprihatinkan. Tak pernah menyangka jika lelaki yang dihormatinya, lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan papa tega menyakiti hati lembut seorang perempuan yang sangat dicintainya, siapa lagi kalau bukan sang mama. Surat hasil tes masuk Universitas pun sudah dia remas dengan erat, air matanya tumpah, luruh ke wajah cantiknya. Tak pernah menyangka jika papa tega melakukan hal seperti ini kepada mama. Keluarganya telah hancur dan itu karena papa yang jatuh cinta lagi dengan wanita lainnya.

Cinta yang telah menghancurkan keluarganya. Cinta yang membuat papa pergi darinya dan mama. Cinta yang telah merenggut papa dari sisi mama. Cinta pula yang mengubah mama menjadi wanita yang lemah dan tak berdaya.

Gadis berjilbab itu pun mengusap air matanya kasar. Dalam hatinya dia pun bertekad bahwa dia tak ingin jatuh cinta karena cinta hanya akan membuat sengsara. Hatinya telah dia kunci rapat-rapat lantas dilemparkannya kunci tersebut ke samudera luas agar tak ada seorang pun yang menemukannya dan dia tak perlu susah-susah mengenal cinta.

Akankah ada yang menemukan kunci hatinya lantas menyadarkannya bahwa cinta bukan hanya tentang luka dan kecewa? Bisakah dia jatuh cinta setelah menyaksikan betapa memilukannya kisah cinta sang mama yang dikhianati oleh papa?

Ini kisah tentang dua hati yang terluka karena pengkhianatan. Kisah tentang dua hati yang sama-sama ditinggalkan. Kisah tentang dua hati yang enggan mengenal dunia percintaan.

Bojonegoro, 26 Juni 2018

Memori dalam HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang