Dengan langkah terburu, setengah berlari Zafran mengejar Rania. Pemuda itu menghentikan langkahnya saat ke dua matanya melihat Rania yang tengah berjalan di salah satu lorong Rumah Sakit. Cepat-cepat Zafran menyusul gadis berjilbab itu. Saat ini Zafran sudah berjalan di belakang Rania. Alih-alih merasa dilindungi oleh Zafran, hal itu malah membuat Rania merasa risih. Gadis bermata sipit itu terdengar menghembuskan nafas jengah dan secara mendadak dia menghentikan langkahnya sehingga membuat Zafran kaget dan menghentikan langkahnya secara mendadak pula, beruntung pemuda tampan itu tak sampai jatuh ke depan, mengenai Rania.
"Lo ngapain sih ngikutin gue terus? Gue bisa pulang sendiri, Ray. Enggak usah repot-repot nganterin gue. Gue udah gede, gue bisa jaga diri gue sendiri. Lo pulang sana!" Sungut Rania karena tak nyaman diikuti oleh Zafran sedaritadi.
"Kalau gue enggak mau pulang gimana?" Ujar Zafran dengan wajah datar sembari menyedakepkan ke dua tangannya ke dada.
"Terserah!" Rania kembali mengambil langkah untuk beranjak dari sana. Berdebat dengan Zafran hanya akan menghabiskan waktunya dan Rania sudah tahu siapa yang akan jadi pemenangnya. Tak ingin memperpanjang urusannya dengan pemuda tampan itu, Rania lebih memilih beranjak lagi dari sana.
"Tunggu Kar!" Zafran kembali mengejar Rania dan berhasil meraih lengan gadis berjilbab itu.
"Enggak usah pegang-pegang," seketika Rania pun menghentakkan tangan Zafran dari lengannya, "Bukan makhrom." Rania menekan kata-kata yang ke luar dari mulutnya, "Udah deh, lo pulang sana! Gue juga mau pulang. Gue capek banget, gue mau istirahat."
Zafran menggeram kesal saat sifat keras kepala Rania begitu menjengekelkan, "Please deh Kar, jangan membuat hal sepele menjadi rumit. Sekarang, lo pulang sama gue. Oke?"
"No way! Gue bisa pulang sendiri, Tuan Kenzie Zafran Ar Rayhan. Assalamualaikum," setelah mengucap salam, Rania pun kembali meninggalkan Zafran.
"Lo yakin berani melewati lorong-lorong ini sendirian? Gue denger pernah ada yang melihat penampakan di ujung lorong ini." Seketika Rania menghentikan langkahnya, kalimat Zafran barusan berhasil membuat nyalinya sedikit menciut. Rania menggeleng, berusaha meyakinkan dirinya bahwa tak ada apa-apa di ujung lorong. "Ada yang pernah lihat pocong, genderuwo, kuntilanak sampai makhluk ciptaan Dr.Victor Frankeinstein yang menyeramkan juga pernah terlihat di Rumah Sakit ini."
"Gue bukan anak kecil yang bisa lo bujuk dengan hal begituan. Sorry ya gue enggak takut," ujar Rania yang kembali mengambil langkah.
"Ya udah sih kalau lo enggak percaya," ujar Zafran santai.
"Gue emang enggak pernah percaya sama lo." Rania kembali mengambil langkah.
Gubrak!!
"RAY!" Namun baru beberapa langkah yang diambilnya, gadis berjilbab itu dikejutkan dengan suara benda jatuh. Secepat kilat dia pun kembali berlari ke arah Zafran. "Lo serius sama apa yang lo katakan tadi?" Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri sembari memegang lengan Zafran dengan erat, waspada jikalau ada salah satu di antara hantu yang dikatakan Zafran tiba-tiba muncul di hadapannya.
"Makanya enggak usah sok berani!" Zafran menatap Rania yang masih memeluk lengannya erat. "Dan enggak usah pegang-pegang," tangannya menurunkan tangan Rania yang memeluk lengannya, "Bukan makhrom."
"Itu kan kata-kata gue!" Rania merengut kesal sembari mengerucut sebal dan berdiri membelakangi Zafran.
"Lo percaya sama omongan gue?" Zafran sudah kembali berada di samping Rania sehingga membuat gadis berjilbab itu menatap Zafran yang ada di sampingnya.
"Maksud lo?" Alis Rania pun seketika bertaut, tak mengerti dengan maksud Zafran.
"Dasar bocah!" Kali ini Zafran menjitak kepala Rania yang terbalut jilbab. Kemudian tanpa mengatakan apa-apa lagi, pemuda tampan itu pun beranjak dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memori dalam Hujan
General FictionCinta adalah sebuah rasa terindah anugerah dari Tuhan. Cinta tak dapat didefinisikan, cinta tak bisa dipegang, cinta juga tak dapat dilihat wujudnya. Namun cinta dapat dirasakan, bisa membuat kehidupan seseorang menjadi lebih berwarna. Tapi tidak un...