"Apa dia tertidur?"
Pintu berwarna cokelat gelap itu terbuka lebar, memperlihatkan sosok pria bertubuh jangkung yang bersedekap bersandar di daun pintu. Tatapannya masih tertuju pada satu point dimana seorang pria lain tengah tertidur pulas di atas ranjang kamar pribadinya sendiri.
"Aku memaksanya tidur. Dia benar-benar butuh waktu tidur untuk beberapa menit." Jongin membereskan peralatan dokternya ke dalam tas. Sebuah keberuntungan bahwa dirinya tidak pernah absen membawa peralatan dokter bahkan sewaktu hanya memberikan vitamin untuk sahabatnya. "Aku masih harus menyelidiki berapa banyak obat tidur, kopi, dan rokok yang dia konsumsi selama ini."
Jongin menutup pintu, membiarkan Sehun terlelap setelah mengkonsumsi suplemen darinya. Jongin tahu betul yang Sehun perlukan adalah istirahat secara alami, dan bukan hal yang mudah dilakukan oleh Jongin untuk memaksa Sehun istirahat di hari yang masih pagi, terlebih Sehun masih mementingkan pekerjaannya. Namun akhirnya ia berhasil membujuk Sehun dengan embel-embel dokter dibelakang namanya. Dan sebagai dokter, tentu ia bertanggung jawab untuk kesehatan pasiennya, masa bodoh dengan pekerjaan yang sudah mengantri di meja kerja sang Presdir.
"Sehun mengkonsumsi semua itu?" Chanyeol -si pria jangkung- jelas terkejut. Yang ia tahu Sehun bukan tipe pria yang sulit menyelesaikan masalah hingga membahayakan tubuhnya. Pria itu terlahir dengan kecerdasan dan ketegasan nyata keluarga Oh, yang bila dipikir kembali tidak akan ada masalah yang tidak mampu ia hadapi.
"Ya. Dan dia tetap bersikeras meski aku melarangnya."
"Dia benar-benar keras kepala." Chanyeol berkomentar. Ia hanya kebetulan datang ke kantor Sehun untuk menyerahkan dokumen kerjasama dengan perusahaan sahabatnya itu, dan juga kebetulan menemukan sahabatnya yang lain juga berada di tempat yang sama.
"Sepertimu.", balas Jongin singkat sambil menduduki sofa yang sebelumnya ia duduki. Chanyeol duduk di hadapannya, berdecak malas.
"Aku tidak!", sangkalnya.
"Katakan itu pada pria dewasa yang berani menentang orangtua demi gadis pujaannya." Jongin terkekeh sementara Chanyeol menghembuskan karbondioksida banyak-banyak.
"Kau tidak akan merasakan jadi diriku yang mencintai seseorang dengan sebegitu dalamnya namun terhalang restu."
Jongin menggelengkan kepala, menyadari kedua sahabatnya berada dalam masa kritis urusan percintaan yang sama. Yang satu mencintai tanpa restu orangtua, yang terakhir mendapat restu sepenuhnya namun belum sadar jika saling mencintai. Yeah, dunia memang sekejam itu.
Terberkatilah Jongin yang mendapat ilmu berharga dari guru besarnya di waktu kuliah dulu tentang menganalisis pikiran pasiennya, hingga membuatnya bisa membaca dan menganalisis apa yang sebenarnya ada di dalam hati Sehun. Pada akhirnya Jongin bisa menyimpulkan bahwa Sehun mencintai tunangan yang telah tersugesti untuk dibencinya selama ini. Sehun menunjukkannya terlalu jelas, bahkan Jongin berani bersumpah jika orang yang tidak mendapat ilmu analisis kedokteran masih mampu mengetahui perasaan Sehun yang belum disadari pemiliknya itu.
Rasa mencintai, bukan hanya rasa bersalah. Itulah yang Jongin tangkap dari pembicaraannya dengan Sehun satu jam lalu.
Dan tentang Chanyeol, entah sudah keberapa kali Jongin mendengar hal yang sama berulang kali. Tentang keluarga Park yang menentang keras hubungan Chanyeol dan kekasih mungilnya -Byun Baekhyun-. Terutama Nyonya Park, yang sudah beberapa kali mendatangi Baekhyun untuk meminta gadis mungil itu untuk meninggalkan pewaris tunggal perusahaan keluarga Park itu. Dan entah bagaimana, Chanyeol selalu berhasil meyakinkan sang kekasih untuk tetap bertahan tanpa menyudahi semuanya. Namun lagi-lagi tidak bertahan lama jika Nyonya Park kembali meminta Baekhyun untuk meninggalkan Chanyeol. Hal itu sudah terjadi berulang kali, namun entah bagaimana caranya, sepasang kekasih itu masih bisa bertahan hingga sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
A CHANCE [HUNHAN edited ver.]
RomanceBagi Oh Sehun, Xi Luhan adalah gadis manja dan kekanakan. Namun kenyataannya Luhan jauh lebih kuat dan mandiri dibandingkan apa yang Sehun bayangkan di kepalanya. Kenyataan terungkap, menyakitkan dan menciptakan penyesalan. Apakah sebuah kesempatan...