Sudah jadi rahasia umum bahwa rumah di tepi pantai adalah rumah idaman Adira.
Ia menyukai suara ombak. Entah apa dia pernah berpikir bagaimana jika ada bencana di sekitarnyaーpasti pernah.
Tapi begitulah Adira yang ia kenal, yang tak peduli hal lain selama dia bisa bahagia.
Entah terlalu naif, atau terlalu bodoh.
"Gilang,"
"Hm?"
Tatapan Adira lurus menatap deburan ombak.
"Hari ini terakhir ya?"
Gilang terdiam sejenak, sebelum akhirya mengangguk.
"Iya, malam ini, Dir."
Di bangku tepi pantai, Adira menyandarkan kepala di pundak Gilang.
Mereka baru saja selesai mengitari kota beberapa menit sebelum tengah malam.
Sebelum hari baru yang seharusnya datang.
Dengan segala sisa waktu yang ada, dan jemari terhenti di pinggang kiri sang puan, Gilang mencoba mengusir keheningan.
Ia menunjuk rumah tepi pantai yang mereka lihat sebelumnya. "Rumahnya ngga hancur tuh, Dir?"
"Pengecualian, Lang," balas Adira pelan.
"Kenapa?"
Dengan jari telunjuk yang terangkat, Adira menunjuk dirinya, "Aku larang,"
Gilang mengira dia sudah siap, tapi tidak. Mereka tak pernah siap untuk hari ini.
"Adiー"
"Lang,"
Kini Gilang sudah cukup yakin bahwa Adira menahan tangis.
"Kalau setelah ini kita ngga ketemu lagi," suara Adira melemah. Ia meremas pelan jaket denim yang Gilang kenakan.
"Jangan tunggu aku disana, ya,"
Satu kalimat.
Satu kalimat yang lebih dari cukup untuk membuat bulir air mata Gilang perlahan membasahi pipi tirusnya.
Bibir Adira kelu, dengan terpaksa ia menunjukkan sisi lemahnya.
Tapi Adira tetaplah Adira, yang selalu berusaha tersenyum dalam situasi apapun.
"Gilangnya Adira, kamu harus bahagia ya disana!"
Dengan berat hati Gilang mengukir sebuah senyuman di bibirnya.
Saya ngga bisa janji apapun, Adira.
"Adira,"
Gadis yang disebut sontak menatap wajah lelaki yang selama ini dia impikan tersenyum dan menatapnya lekat.
Gilang mengarahkan kedua telapak tangannya menuju pipi Adira tanpa memberi tekanan.
"Adrian sayang kamu."
Kedua ujung bibir Adira tertarik membentuk senyum lebar. Tulus, tanpa paksaan. Begitu juga Adrian yang segera menunduk, terkekeh.
"Kayaknya aku perempuan paling bahagia malam ini!"
Adrian mengacak-acak puncak kepala sang puan untuk terakhir kalinya.
"Jangan sampai rumahnya hancur ya, Dir," ujarnya.
Adira mengangguk, "Siap, Adrianku."
Ditemani suara ombak pantai, mereka menatap langit malam yang bertaburan bintang. Bagaikan galaksi.
23:59
Adira menutup matanya dengan sebuah senyuman.Adrian tersenyum kecil sembari menatap gadis yang ia cintai disini.
"Sampai jumpa, matahariku."
♡
-6 / ∞
fin.

KAMU SEDANG MEMBACA
ETERNALAST.
Short StoryKetika Gilang terbangun untuk hidup dalam kenangan. Feat. WJSN Eunseo © erranteile, 2018