-4 / ∞

424 114 10
                                    

Memang kencan di toko buku bukan kesukaan semua orang; seperti Adira.

Dia bukan pembaca sejati.

"Ngga bakal baca?"

"Aku nungguin aja sambil keliling,"

Adira tidak suka tertahan di satu tempat, karena itu Gilang ingin menahannya dengan alasan klasik yaitu takut dia hilang.

Maksudnya, benar-benar hilang.

Gilang mulai berujar dengan netra masih terfokus pada buku yang dibaca, "Disini aja, bentar lagi selesai kok,"

Sesuai dugaan, sang gadis menggerutu. "Bosen, Lang!"

Gilang menutup buku kumpulan puisi karya Henry Van Dyke yang beruntung tidak diterjemahkan. Ia mengalihkan pandangan ke sebelahnya, menahan tawa saat melihat raga Adira masih terdiam dengan ekspresi masamnya.

Adira tidak akan pergi kalau Gilang melarang.

"Kamu ya, makan terus,"

Sang puan terkekeh. Di tepi jalan menuju rumah Gilang, udara dingin membaluti malam.

Apalagi yang bisa mengembalikan mood Adira kalau bukan es krim?

"Makasih, Gilaaang!" serunya.

Gilang tersenyum. Ia menyimpulkan daya mood Adira sudah terisi penuh.

Tak ada yang bicara, tapi tidak ada rasa canggung juga.

Gilang berjalan disamping Adira, menunduk sambil membaca buku.
Adira berjalan disamping Gilang, mendongak sambil menatap paras.

Ralat, Gilang merasa canggung.

Ia menoleh ke samping kirinya, "Dir, kenapa?"

"Eh?"ーmenggelengkan kepala dengan cepatー"Ngga apa-apa!"

Gilang segera menaruh buku ke dalam plastik dan menyesuaikan langkah dengan Adira yang sedikit mempercepat gerakannya. "Bohong nih?" godanya.

Adira memperlambat langkah, kepalanya tertunduk.

Dengan sigap Gilang berdiri di hadapan sang gadis, menatapnya khawatir. "Dir?"

"Suka..."

Gilang tertegun.

Saya ngga salah dengar kan?

"Apa, Dir?"

Sial. Detak jantung Gilang berdegup tak karuan untuk hal yang belum pasti benarnya.

Adira menengadah, dalam hitungan detik pun Gilang sudah bisa meledakkan raganya sendiri.

"Suka, Lang,"














"Kayaknya aku terlalu suka kamu," tutup Adira dengan senyuman simpul.











Ia kembali menunduk dan berjalan beberapa langkah meninggalkan Gilang, "Udah mau jam sebelas, ayoー"

Raga Adira berbalik; Gilang menahannya.

"L-Lang?"

Memang benar roda berputar, karena kini Adira tidak bisa mengatur detak jantungnya.

Gilang tidak berucap, hanya melihat netra gadis yang tanpa pikir panjang mengungkapkan perasaan.

Jauh lebih tinggi darinya, struktur rahang yang rapi, dan tatapan sayu.

Untuk pertama kalinya, Adira melihat Gilang dari sisi lain.











Adira memang tidak pikir panjang,
tapi ia benar jatuh hati.











Jemari Gilang mengarahkan beberapa helaian rambut Adira menuju belakang daun telinganya. Perlahan, ia mendekati paras gadis yang kini menatapnya dalam diam.

Dua pasang mata terkunci, menatap lekat lawannya sebelum sang pria memiringkan kepala.










"Boleh?"






-4 / ∞
ongoing.

ETERNALAST.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang