-2 / ∞

660 150 23
                                    

Jikalau puanku terlahir kembali, aku ingin dia menjadi burung.

Guratan kata tertulis di sebuah buku jurnal usang yang tengah Gilang baca. Ia memang suka mengetahui cerita yang tidak berhasil tersampaikan secara lisan.

"Adira, kamu mau bisa terbang ngga?" tanyanya.









"Liat kamu aja aku udah terbang, Lang."









Gilang yang hendak meneguk teh hangat sontak terkesiap di tempat, kedua matanya membelalak menatap gadis itu tak percaya.

Sang gadis yang duduk disampingnya tertawa, "Ya lagian gitu aja nanya, pasti mau lah!"

Saat itu mereka duduk di bawah pepohonan dengan alas kain, ditemani suara kicauan burung pagi.

Adira dan Gilang menyukai kebebasan. Tapi terkadang aksi Gilang bertentangan.

"Aku iri kalau liat burung beterbangan, Lang," ujar sang puan.

"Karena mereka bebas, ya?"

"Ih," manik coklat sang gadis tertuju pada Gilang, "Kok tau?"

"Ya ... gitu."

Gilang kembali membaca jurnal usang yang ia pegang.

Adira mengalihkan pandangan sejenak dari Gilang sebelum kembali dengan topik lain.

"Hari ini aku mau masak, kamu bantuin ya?"

"Ngga mau."

"IH!"

Adira memukul lengan Gilang beberapa kali, membuat sang pria 'kesakitan'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adira memukul lengan Gilang beberapa kali, membuat sang pria 'kesakitan'.

"Harus mau! Atau kamu kusisain bungkusnya aja!"

Saat itu, aku teramat ingin mengacak surai panjangnya.

"Keju, pasta, susu putih, dagingㅡGILAAAANG!"

Seruan khas Adira yang nyaring seakan bukan hal baru lagi untuk pria yang namanya disebut.

Ia menaruh jurnal di atas sofa dan dengan malas beranjak menghampiri Adira yang tengah melihat isi kulkas.

"Kenapa?"

"Ngga ada daging asapnya..."

"Yaudah, ngga usah pakai daging."

Gilang peka sebenarnya, tapi tidak mau menyisihkan uang.

Adira menghela napas sebelum menutup pintu kulkas. Ia memeluk bahan-bahan untuk masakan yang hendak dibuatnyaㅡSpaghetti Carbonara. "Bantuin sini!"

"Kan gampang?" jawab Gilang yang sudah kembali menuju sofa.

Sang gadis menatapnya kesal, "Beneran mau makan bungkus pasta?"

Gilang membalas tatapan sang puan yang tengah termangut, "Iya tunggu, saya bantuin deh."

Ia kembali menemani Adira di dapurnya, mengambil keju untuk diparut. Sementara sang gadis hampir selesai membuat sausnya.

"Lang, tolonginㅡUh!"

Adira menyentuh ujung hidungnya, mendapati sedikit saus carbonara yang berhasil mendarat disana akibat ulah usil lelaki yang mendampinginya.

Tadi.

Gilang sudah menjauh dari sisi Adira agar tidak menerima serangan, tertawa melihat sang gadis yang menatapnya kesal walau akhirnya juga terbahak.

"Liat aja! Habis ini kamu kusiram pakai sausnya!"

Adira kembali memasak, masih mengontrol tawanya tanpa menyadari Gilang yang perlahan menghentikan tawa sebelum menatap paras ayunya.










Tapi, haruskah?









Gilang berjalan menghampiri sisinya. "Adira,"

"Hm?" balas Adira yang sedang menunggu pastanya matang.

"Nengok bentar deh,"

Sesuai perintah, Adira mendongakkan kepala lalu menoleh ke paras Gilang.

Ujung hidungnya kembali tersentuh.

Kali ini oleh jemari Gilang.

"Bersihin sausnya yang bener dong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bersihin sausnya yang bener dong."

Raga Adira membeku di tempat, begitu juga tatapan lurus kepada kedua netra pria dihadapannya.

Terukir sebuah senyuman pada bibir Gilang sembari ia mengacak-acak puncak kepala gadis di depannya.

"Lanjutin gih," sang pria mengalihkan pandangan.




"Gilangnya Adira udah laper."


-2 / ∞
ongoing.

ETERNALAST.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang