-3 / ∞

526 129 9
                                    

Karena deru air memberi mereka ketenangan.

"Harusnya ada banyak burung di sekitar kita ya, Lang,"

"Nanti terlalu bagus, Dir."

Di bawah langit cerah, ditemani suara sungai dangkal yang mengalir; Adira dan Gilang beranjak tanpa alas kaki.

Gilang memegang lengan Adira, "Siap?" tanyanya dengan sebuah seringai.

Adira nyengir, "Pasti siap dongㅡLAAAANG BENTAAAR!"

Raga Adira reflek tertarik karena Gilang tanpa aba - aba melintasi bebatuan sungai dangkal tersebut.

"Lang!"

Tubuh Gilang seakan tertahan. Sontak ia menunduk di tengah sungai, melihat Adira.

Sialnya, ia malah mendapati cipratan air dari telapak tangan Adira yang tengah jongkok.

"Dir ngga bawa baju!"

"Biarin!" Adira menjulurkan lidah.

Gilang menghembuskan napas pelan sebelum jongkok di depan sang puan.

Tujuan: Menyiprat air ke wajah Adira.
Faktor kegagalan: Adira cepat tanggap.

Adira segera beranjak dari posisinya, melepaskan lengan Gilang walau sang lelaki sempat mempererat.

"Dir adil dong!" seru Gilang.

Tentu ia tak mau kalah, tanpa pikir Gilang mengejar Adira yang tengah membasahi telapak tangannya untuk menyerang kembali.

Tapi, mungkin hari ini memang hari sial untuk Gilang.

Gilang kepleset.
Adira menolehㅡ




Sweater merah muda dan celana denim Adira menyerap air sungai yang hendak membasahi tubuhnya. Gilang?

Di atas raga Adira. Panik.

"Dir!"ㅡberanjak dari posisiㅡ"Ngga apa-"

Dan Gilang kembali dibuat bingung.
Adira masih duduk di atas bebatuan sungai, tertawa puas melihat sang tuan walau Ia kini teramat kacau.

"Makanya jangan lawan aku, kamu jadi jatuh kan!"

Gilang hanya menunduk di sebelah sang gadis. "He ... hehehe."

Mereka sudah tidak peduli akan menyerang kembali atau tidak, toh keduanya sudah dibasahi air sungai.

Seperti anak kecil, keduanya kembali berlarian di sungai dangkal tersebut. Walau sesekali mereka lelah dan memutuskan untuk berjalan saja di sekitar sungai.

Tanpa sadar sudah hampir senja, mereka lupa waktu.




Dan lagi,






"Aku mau punya rumah di pinggir sungai, Lang."








"Kamu, jaman dulu penghuni air ya?"

Sang puan menatapnya sinis, "Ngaco! Aku tenang kalau dengar deru air. Kalau aku ngga suka air, gimana aku bisa hidup dong? Kan tubuh kitaㅡ"

"Dir." cela Gilang.

Adira terkesiap, "Jangan serius banget dong, nanti aku kegeeran ngira kamu bener mau buatin aku rumah."

Kalau bisa juga saya bangun rumah tangga, Dir.

"Kalau kamu punya rumah di pinggir pantai atau sungai, mau tinggal sendiri?"

"Hm, mungkin?"

"Ngga takut?"

"Ya ... habisnya mau sama siapa?"

"Saya?"







"Emang kamu mau, Lang?"

Gilang hanya tersenyum.










Andai, Dir.


-3 / ∞
ongoing.

ETERNALAST.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang