5; Pingsan

203 24 32
                                    

Pagi ini, Rayta berdiri di tengah lapangan bersama banyaknya murid yang juga terlambat. Sudah hampir 15 menit mereka berdiri disini dan mereka harus menunggu 45 menit lagi supaya bisa masuk kelas.

Cuaca pagi ini tidak sesejuk kemarin-kemarin, bisa dibilang pagi ini jauh dari kata sejuk. Sinar matahari bersinar terik dan mampu membuat keringat Rayta bersama murid-murid lainnya bercucuran.

Rayta menyeka keringatnya beberapa kali sambil menghembus napas pasrah. Ini semua gara-gara notifikasi yang gadis itu dapatkan semalam. Rayta nggak habis pikir, ternyata mendapat notifikasi like dari Gilang pada fotonya lagi sangat-sangat berpengaruh baginya. Gadis itu jadi susah untuk tidur tenang.

Lagipula, kenapa Gilang nge-like fotonya lagi? Beda foto pula!

Rayta semakin merasa kegerahan mengingat rambutnya masih terurai, gadis itu lupa membawa ikat rambut. Rayta mendecak sebal, "Duh, pake lupa bawa segala!"

Perlahan-lahan dada Rayta terasa sesak. Berada di antara banyaknya murid yang terlambat ini membuat keadaan menjadi sangat pengap, rasanya Rayta sulit untuk mendapatkan oksigen. Kepalanya pusing, penglihatannya menjadi buram. Gadis itu mencengkram lengan lelaki yang berada di depannya dengan kuat.

Dalam hitungan detik, pandangan Rayta gelap.

***

Rayta membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa pusing. Ia memejamkan matanya lagi selama beberapa detik, lalu membukanya lagi. Gadis itu mengedarkan pandangannya pada setiap sudut UKS. Matanya menangkap lelaki yang sedang duduk di ujung sana, tapi wajahnya tidak terlihat jelas.

Lelaki itu melirik Rayta sekilas, lalu kembali lagi fokus pada ponselnya. "Masih pengap?"

Rayta menoleh ke kiri dan ke kanan, ternyata cuma dia yang menjadi pasien di UKS kali ini. Berarti lelaki itu menanyai keadaan Rayta?

"Sumpah, untung yang telat tadi bukan gua doang!" seru lelaki itu. Rayta tidak kenal dengan suaranya. "Kalo gua doang tadi udah patah kali tulang gua!"

"Minum dulu, cuy."

"G-gue?"

"Ya masa Sule?"

Lelaki itu bangkit dari duduknya, kemudian berjalan menghampiri Rayta. Setelah melihat lelaki itu, rasanya Rayta mau langsung ke kelas aja daripada harus berduaan begini sama orang yang Rayta nggak kenal.

Irza mendengus seraya membantu Rayta untuk duduk. Kemudian, lelaki itu mengambil secangkir teh manis hangat dan mendekatkan ke bibir Rayta— membantu Rayta untuk minum. Setelah itu, Irza menaruh kembali cangkir tersebut di atas nakas sebelah ranjang UKS dan membantu Rayta kembali pada posisi semula.

"Sangat tidak elit dah, cewek macem lo nggak iket rambut pas lagi panas-panas!"

"Ketinggalan."

Irza merogoh kantong celananya. Ia mengeluarkan sebuah benda elastis berwarna hitam dari kantongnya itu. Kemudian, lelaki itu menaruh benda itu tepat di kening Rayta, "Nih,"

"Ini punya lo?" tanya Rayta.

"Bukan,"

Rayta terdiam. Dengan cepat ia mengambil ikat rambut tersebut dan ia jadikan gelang, karena mau mengikat rambutnya sekarang cukup sulit, "Kok lo bisa disini?"

"Tadi,"

"Kenapa?"

"Lo pingsan."

Rayta mendengus, "Yang gue tanya kenapa lo bisa disini, anjir?"

"Lo jatohnya di belakang temen gue,"

"Terus kenapa kalo jatohnya di belakang temen lo?"

"Ya masa gue diemin aja, jing?"

Rayta memutar kedua bola matanya, benar juga. Tapi, 'kan, Rayta jatuhnya bukan di belakang lelaki ini, tapi temannya.

"Terus—" ucapan Rayta terhenti, "—temen lo mana?"

Irza tertawa ngakak, "Udah balik ke kelas. Oiya, gue Irza."

"Gue Rayta."

"Udah tau."

Irza melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sudah masuk jam pelajaran kedua, ia harus masuk kelas. "Ray, gue balik, ya? Cepet sembuh!"

Rayta mengangguk. Kemudian ia memandang tubuh Irza melangkah keluar UKS.

°°°

to be continued!

gais, jadi sorry bgt nih, gue ganti alurnya. karena alur sebelumnya tuh udah mainstream banget ga, sih?

jadi begini aja ya! HEHEHE MAAF BGT222

When Gilang Says 'Bacot'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang