20; Ajeng (2)

47 8 9
                                    

Hari ini Laura nggak membawa bekal, sudah dipastikan Rayta diajak ke kantin. Sebetulnya Rayta nggak begitu tahu makanan apa saja yang dijual di kantin karena setiap ke kantin, Rayta hanya membeli nasi goreng. Sejauh ini nggak ada menu lain yang pernah dicoba Rayta selain nasi goreng.

"Biar gue yang pesen. Lo cari tempat duduk aja, Ray." suruh Laura yang diangguki oleh Rayta.

Kantin ramai seperti biasa. Sambil menunggu Laura memesan makanan, Rayta mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kantin. Ia mencari meja yang kosong. Matanya terhenti di meja berisi tiga orang laki-laki dan terdapat dua kursi kosong di sana. Itu Gilang dan teman-temannya. Dengan keberanian yang cukup, Rayta melangkahkan kakinya kesana.

"Gue boleh duduk disini?"

"Gilang, aku boleh disini? Sekalian mau belajar."

Rayta nggak tahu siapa gadis yang datang bersamaan dengannya disini. Gilang melihat keduanya secara bergantian, kemudian menyuruh Rayta duduk di sebelahnya. Sedangkan Ajeng, gadis yang juga mau duduk disini, masih berdiri di sebelah kanan Gilang.

Irza dan Ragha saling bertukar pandang, kedua alis mereka sama-sama bertaut. Mereka bingung, Gilang jadi rebutan atau gimana?

"Lo Ajeng anak IPA tiga, ya?" tanya Irza.

Ajeng mengangguk, kemudian menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.

"Tadi kata lo mau belajar, belajar apa?" tanya Ragha gantian.

"Belajar buat olimpiade fisika, Gilang jadi tutor aku." jawab Ajeng. "Jadi, aku boleh duduk disini, gak?"

Mendengar itu, Rayta langsung melihat Ajeng. Tutor olimpiade? Kenapa nggak Gilang aja sekalian yang maju untuk olimpiade? Rayta tahu Gilang pasti sudah sangat pintar dalam pelajaran fisika. Rayta melihat wajah Gilang, masam. Tapi, Rayta nggak tahu maksud wajah masamnya Gilang itu apa.

Ragha melirik Rayta sebentar setelah melihat reaksi Gilang. Lelaki itu mengerti maksud wajah Gilang sekarang.

"Kayaknya nanti aja deh, Jeng. Lo bisa liat sendiri, kan?" tanya Ragha sambil menunjuk makanan Gilang dengan dagunya, "Gilang lagi makan."

"Nah, bener tuh." sahut Irza yang membuat raut wajah Ajeng berubah. Ajeng pun melangkah pergi tanpa pamit.

Gilang mengubah posisinya menghadap Rayta. Ia nggak melihat ada tanda-tanda makanan Rayta di atas meja. Keningnya berkerut, "Lo gak makan?"

"M-makan kok, masih dipesen sama Laura."

Gilang memindahkan piringnya yang berisi karedok ke Rayta, "Cobain."

Jujur, makanan favorit Gilang di kantin ya karedok ini. Gilang sesuka itu. Menurutnya juga, karedok ini makanan terlezat di dunia. Sedangkan Rayta, gadis itu mana pernah. Rayta juga selama hidupnya nggak pernah mencoba karedok, bentuknya nggak bagus katanya.

"Enak?" tanya Rayta ragu-ragu.

"Enak banget!" seru Gilang semangat. "Eh, sebentar,"

Gilang mengambil sendok baru dan melapnya dengan tisu, lalu menaruh sendok tersebut ke piring karedok itu, "Nah, udah bisa dicoba."

Irza dan Ragha takjub melihat perlakuan Gilang. Bayangin, seorang Gilang mau-maunya ngambilin sendok baru demi seorang perempuan. Langka banget.

"Lang? Ini Gilang?" tanya Ragha nggak percaya.

"Kita mana pernah ya, Gha, sendoknya diambilin, dibersihin dulu. Mana pernah, jir?" sahut Irza, membuat Gilang malu dihadapan Rayta.

"Bacot lu berdua. Ray, maaf ya. Mereka emang suka ngawur." ujar Gilang. Rayta tersenyum seraya mengangguk.

"Ya ampun, Ray, gue cariin daritadi juga." Laura tiba-tiba datang dengan dua piring nasi goreng di tangannya. Gadis itu melihat Gilang di sebelah Rayta, "O-oh, Ray, lo makin deket aja—"

Rayta langsung berdiri. Ia mengambil satu piring dan menaruhnya di atas meja, "—eh, pasti berat kan, bawa dua begini."

Irza mengode Ragha untuk pergi dari sini. Ragha mengangguk—eh, Laura gimana? Ragha menunjuk Laura dengan sorot matanya. Tanpa pikir panjang, dengan gerakan gesit, Irza mengambil alih piring yang dipegang Laura dan menarik tangan Laura melangkah pergi keluar kantin.

"Eh-eh, mau kemanaa?" jerit Laura panik.

"Eh, kalian mau kemanaa?!" ujar Rayta dan Gilang yang juga terkejut atas kepergian Irza, Ragha, dan Laura yang tiba-tiba.

Setelah Irza, Ragha, dan Laura menghilang di balik dinding kantin, terjadi keheningan di antara Rayta dan Gilang. Pertama kalinya Rayta dan Gilang duduk berdua di kantin, banyak murid lain yang melihat pula. Rayta melihat sekeliling dengan gelisah. Gadis itu sangat takut jika Hanif ada disini dan melihat Gilang berdua dengannya. Rayta takut terjadi apa-apa dengan Gilang.

"Gak usah takut. Kita aman kok." ucap Gilang menenangkan.

Gilang sama sekali nggak takut. Gilang juga nggak peduli kalau-kalau ada Hanif yang mau menghajarnya sekarang jika Hanif melihat mereka berdua disini.

"Tenang aja ya? Sekarang lo makan, kasian nasi gorengnya lo anggurin daritadi." tambah Gilang.

Detik setelahnya, ia teringat sesuatu, "Oh iya, Ray, nanti—pulang bareng—mau?"

***

"Yah, Ray, masa lo ga ikut? Kan lo waktu itu udah janji mau nontonin band gue manggung,"

Rayta bingung harus gimana. Waktu itu ia memang janji mau menonton band Edgar kalau sudah ada jadwal manggung, tapi ini dadakan banget dan Rayta sudah janji mau pulang bareng Gilang sekarang.

"Y-ya lo dadakan banget, sih!" ujar Rayta membela dirinya. "Gue janji deh, next perform gue bakal nonton."

"Ya udah." balas Edgar acuh.

"Ih, jangan ngambek dong." Rayta melihat Laura dan berkata tanpa suara, "Ra, bantuin gue."

Laura mendecak, "Udahlah, Gar. Santuy, sih, masih ada gue ini."

"Ya kan kurang aja kalo ga ada Rayta." lirih Edgar, ia menghembus napas pasrah.

"Gue doain supaya lancar! Gue duluan yaa!" pamit Rayta sebelum ia berlari kecil keluar dari kelas dan melangkah menuju gerbang sekolah.

Di gerbang sekolah sudah ada Gilang yang menunggu. Rayta tersenyum sumringah, gadis itu berjalan menghampiri Gilang. Namun, langkahnya terhenti ketika Ajeng muncul secara tiba-tiba di sebelah Gilang. Rayta nggak tahu apa yang Ajeng katakan, tapi setelahnya, Ajeng menarik lengan Gilang secara paksa untuk pergi dari tempat ini.

Nggak tahu kenapa, rasanya Rayta nggak suka melihat Gilang dekat dengan Ajeng, walaupun ia nggak punya hak apa-apa.

•••
to be continued!

huft ajeng ganggu aje dah?!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When Gilang Says 'Bacot'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang