19; Ajeng

62 9 5
                                    

"Yah. Serius, bang?" tanya Rayta dengan wajah campur aduk. Panik, gelisah, dan sebagainya.

Gadis itu kembali melirik arlojinya, jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Seharusnya ia sudah berangkat ke rumah Ayesha untuk kerja kelompok hari ini. Ngomong-ngomong, nggak ada bedanya mau libur atau nggak, Rayta tetap saja mendapat tugas kelompok dari gurunya. Bejibun pula.

"Iya, Ray. Nih, bunda udah bilang harus cobain lagi bajunya, waktu itu ada yang salah katanya." ucap Rayka sambil menunjukkan room chat dirinya dengan bunda mereka, Risya.

Rayta menghembuskan napas pasrah, "Ya udah, tapi abis dari sana anterin aku ke rumah Ayesha ya, bang."

Dua hari lagi sepupu Rayta mau menikah. Dan dress yang akan dipakai Rayta nanti harus dicoba lagi karena ada kesalahan. Sebenarnya waktu itu ia sudah mencoba saat kembali masuk sekolah setelah ia sakit. Ingat, nggak? Yang waktu itu Gilang kira Rayta tunangan, loh. Nah.

Rayta membuka grup kerja kelompoknya di Line. Gadis itu mau memberi kabar.

Seni Budaya (6)

Rayta: guys
Rayta: maaf yaa gue dtgnya nanti jam 9an
Rayta: ada urusan penting bgttt sumpah ga boong

Setelah itu, Rayta langsung mematikan ponselnya tanpa melihat respon dari teman-teman sekelompoknya.

Rayta melangkah menuju kamar bundanya. Ia menghembuskan napas seraya melihat sekeliling kamar Risya yang lumayan besar untuk seorang diri. Sampai sekarang Rayta belum pernah bertemu dengan ayahnya. Rayta juga nggak tahu kabar, apakah masih hidup atau nggak. Gadis itu juga nggak ingin mencari tahu, hidup bertiga di rumah ini bersama Rayka dan Risya sudah lebih dari cukup baginya.

"Kamu ngapain, Ray?" tanya Rayka yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu kamar Risya.

Rayta menggeleng pelan, "Cuma kangen tidur sama bunda aja, bang."

"Ya udah, yuk! Bunda udah nungguin." Rayka melangkah ke luar rumah dan masuk mobil terlebih dahulu.

***

Sumpah, ini mah bukan kerja kelompok namanya. Disini yang mengerjakan tugas cuma Rayta, Laura, dan Adit. Sisanya? Nggak tahu, kayaknya nonton film horror. Tapi, yang mengerjakan nggak selamanya mengerjakan, sih, ikut nonton juga.

"Aduh, bego banget! Bukannya masuk kamar, malah disamperin!" gerutu Milo dengan wajah kesal, disambut anggukan oleh Ayesha dan Edgar.

"Ya masa dokem di kamar doang sampe abis," celetuk Adit.

Akhirnya tugas yang dikerjakan selesai juga. Laura memindahkan file tersebut ke dalam flashdisk. Kemudian gadis itu bangkit karena pegal terlalu lama duduk dan melangkah menuju kamar mandi.

"Lo bertiga yang print sama fotocopy. Gue bertiga udah berkontribusi besar dalam pengerjaan." ujar Rayta sambil memberikan flashdisk tersebut kepada Ayesha.

"Bentar-bentar. Nanggung, sumpah!"

Rayta nggak peduli, sekarang ia sibuk memainkan ponselnya karena sudah dua jam nggak menyentuh benda tersayangnya itu. Gadis itu membuka Instagram dan scroll down sampai menemukan foto postingan Irza. Mereka memang sudah follow-followan, by the way.

Di foto itu ada Irza, Ragha, dan—Gilang. Rayta jadi teringat kemarin. Entahlah, perasaan Rayta nggak bisa digambarkan. Intinya, posisi Rayta seperti semua yang ada pada lirik lagu Raisa yang berjudul Jatuh Hati. Rayta suka semua yang Gilang lakukan, apalagi kalau Gilang sudah tersenyum padanya.

Tapi, apa Gilang juga merasakan yang sama?

"Ray," Laura menghampiri Rayta.

Rayta langsung mematikan ponselnya. Gadis itu mengubah posisinya menjadi duduk bersila menghadap Laura.

"Sebenernya lo sama Hanif kenapa, sih? Lo belom pernah cerita sama sekali loh, Ray." ucap Laura.

Rayta menunjukkan sikap seolah-olah ia baik-baik saja dan berkata, "Gapapa, emangnya kenapa?"

Memang Rayta nggak bisa menceritakan tentang Hanif pada Laura maupun Edgar yang bernotabene sebagai sahabatnya. Bukannya Rayta nggak percaya pada mereka, tapi rasanya lebih baik mereka nggak tahu apa-apa. Sejauh ini cuma Gilang yang tahu tentang Hanif. Rayta menceritakan semuanya di malam sebelum Gilang mengajak Rayta pergi bermain ice skating.

"Serius? Lo juga belom cerita kenapa lo ngilang waktu itu. Katanya Gilang yang bawa lo? Beneran?" tanya Laura beruntun dan penuh selidik.

"Gapapa, Ra, serius gueee," jawab Rayta. Gadis itu mengalihkan pembicaraan, "Duh, kok gue laper? Sha, ga ada makanan?"

***

Hari ini kelas 10 dan 11 kembali masuk sekolah. Kehadiran Gilang di sekolah membuat para murid heboh. Namun, seperti biasa Gilang menanggapi mereka cuma dengan berkata 'bacot'. Gilang nggak habis pikir sama mereka, kok bisa sekepo itu? Emang nggak ada urusan lain?

Gilang melangkah menuju tempat duduknya, lalu menaruh tas ranselnya di atas meja. Lelaki itu menyalakan ponselnya dan membuka aplikasi Line. Gilang membuka room chat dirinya dengan Rayta. Ia bingung, ia harus menanyai Rayta sekarang atau nggak?

Ia mengetik sesuatu, namun ia hapus lagi. Mengetik lagi, hapus lagi. Begitu terus selama sepuluh menit. Tapi, ia takut terjadi apa-apa dengan Rayta.

"Ah, ribet banget gue daritadi!" gerutunya.

Akhirnya, Gilang mengetik lagi dan memejamkan mata setelah ia mengirim pesan itu.

Gilang: udah di sekolah?

Beberapa detik kemudian, ponsel Gilang bergetar. Ia membuka matanya perlahan.

Rayta: udah nih
Rayta: lo udah?

Gilang buru-buru membalas.

Gilang: udah juga
Gilang: kalo ada hanif bilang yaa rayta

Rayta: hehe siap, gilang!

Gilang tersenyum setelah membaca balasan Rayta. Ia tenang sekarang. Lelaki itu meletakkan ponselnya di atas meja, lalu mengambil buku paket fisika dari dalam tas. Gilang mendengus kesal, udah banyak banget materi yang tertinggal. Untung aja Gilang emang nggak mau ikut olimpiade yang ditawarkan ayahnya waktu itu.

Tiba-tiba ada seorang gadis duduk di depan Gilang. Gadis itu berambut sebahu yang digerai, lengkap dengan jepitan berwarna hijau muda di pelipis.

"Gilang," panggilnya.

Sontak Gilang melirik gadis itu. Gadis itu bukan anak kelas Gilang, bahkan Gilang aja nggak tahu gadis ini siapa dan kelas berapa. Alis Gilang naik sebelah, bermaksud nanya kenapa.

Gadis itu menggaruk tengkuknya, kemudian mengulurkan tangannya pada Gilang sambil berkata, "Aku Ajeng, kelas sebelas IPA tiga."

"Kenapa?" tanya Gilang tanpa membalas uluran tangan Ajeng.

"Aku ikut olimpiade fisika dan kata bu Indri, kamu yang bakal jadi tutor aku sampai hari h."

•••
to be continued!

ada peran baru guys

jangan lupa vote dan comment yaa! terima kasih banyak yang udah baca gilang sejauh ini🥺❤️

When Gilang Says 'Bacot'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang