15; Temen Goblok

122 29 5
                                    

Gilang duduk bersila di atas ranjang inap. Ia sudah sepenuhnya sadar sekarang. Kemarin, Gilang sadar setengah jam setelah ia ditangani di rumah sakit. Kata dokter, untungnya lambung dan jantung Gilang tidak terjadi pendarahan, dan untungnya pula tidak terjadi apa-apa dengan otak Gilang.

Ayudia memandangi anak laki-lakinya itu dengan iba setelah menyuapi sesendok bubur. Gilang menyuap bubur itu dengan hati-hati karena, menggerakkan sedikit mulutnya saja sudah sangat sakit. Melihat banyak bagian tubuh Gilang yang memar dan luka-luka, rasanya Ayudia ingin cepat-cepat memasukkan penjara siapapun yang sudah membuat anaknya menjadi seperti ini.

Ayudia menghela napas, "Siapa, sih, Lang, yang bikin kamu begini?"

Gilang bungkam. Lelaki itu masih ingat jelas siapa yang menghajarnya sore kemarin. Bagaimana ucapan Hanif saat menghajarnya dan ancaman sebelum Hanif pergi. Gilang sama sekali nggak takut. Belum siap aja ngasih tau ke bundanya.

Nindy menghampiri Gilang dan mengacak rambut Gilang dengan keras sampai menyentuh bagian kepala Gilang yang terbentur, membuat Gilang berteriak diikuti dengan ringisan, "DUH!"

"Jangan gitu dong, Nindy! Kasian adek kamu," tegur Ayudia. Ia menyuapi Gilang lagi sebagai suapan terakhir.

Gilang melotot ke Nindy. Nindy menyengir dan berkata, "Iya, maaf-maaf. Tapi, untungnya lo ga geger otak, ya, Lang,"

"Bacot!" balas Gilang. "Udah sana lu pergi, ah!"

"Iya elah!" Nindy menghampiri Ayudia dan salim pada bundanya itu, "Berangkat ya, bun, Lang. Cepet sembuh, Lang!"

Gilang menghela napas berat melihat Nindy melangkah keluar dari kamar inapnya. Kemudian, ia merebahkan tubuhnya di ranjang. Kepalanya masih terasa sedikit pusing.

Gila. Itu satu kata yang bisa mendeskripsikan Hanif. Bukannya Gilang lemah dan nggak kuat melawan Hanif kemarin. Gilang juga pernah ikut kejuaraan nasional taekwondo, kok. Cuma, untuk apa membalas orang macam Hanif? Buang-buang waktu. Gilang juga nggak ngerti kenapa Hanif mengiranya mendekati Rayta, padahal niat sedikit pun nggak.

Gilang nggak suka Rayta. Jadi, untuk apa dia mendekati Rayta? Begitu isi otak Gilang.

Pintu kamar inap Gilang terbuka. Dua orang laki-laki tampak tersenyum melihat Gilang. Yang satu membawa buah-buahan dan yang satu lagi membawa map berisi beberapa tugas sekolah.

"Eh, Irza, Ragha, ayo, duduk dulu," ujar Ayudia seraya menghampiri Irza dan Ragha. Ayudia membantu Irza untuk menaruh buah-buahan ke atas meja.

Sebelum duduk, Irza dan Ragha menyalimi tangan Ayudia. Kemudian, Ragha berkata, "Gimana, tan, keadaan Gilang?"

"Untungnya nggak ada apa-apa, tinggal nyembuhin lebam-lebam sama lukanya aja," jelas Ayudia, "Kalian mau makan apa? Tante keluar cari makanan dulu ya, kalian pasti capek abis sekolah."

"Boleh tuh, tan. Apa aja boleh yang penting gratis dan bany-"

"Bacot." celetuk Gilang.

Mendapat respon seperti itu, Irza tertawa. Senang bisa melihat sahabatnya masih bisa ngomong 'bacot'.

Ayudia terkekeh kecil, "Yaudah, tante keluar dulu ya,"

"Iyaa, tan, hati-hati!" ujar Irza dan Ragha bersamaan sebelum Ayudia benar-benar keluar dari kamar ini.

Ragha menghampiri Gilang dan duduk di sebelah ranjang inap Gilang. Wajahnya serius memperhatikan keadaan Gilang sekarang, ia tidak tega melihat sahabatnya bisa seperti ini.

"Lang, jujur aja sama kita-kita, siapa yang giniin lo?" tanya Ragha.

"Iya, Lang, jujur aja," tambah Irza, "Sumpah ya, sinting banget yang udah buat lo kayak gini. Lo salah apa, anjrit? Lo kan termasuk anak introvert, temennya kita-kita doang,"

"Kita-kita doang palelo!" jerit Gilang tidak terima.

"Iya, kan? Gue bener!" balas Irza. Gilang diam, tidak merespon Irza. Nggak bakal selesai-selesai kalau direspon.

"Hanif, ya?" tembak Ragha tepat sasaran.

"Iya, Hanif, kan? Gara-gara lo bawa Rayta pulang, terus mereka ga jadi balikan," cerocos Irza. "Sumpah, mau lo bawa Rayta atau engga, kalo emang Raytanya engga mau sama tuh orang, ya nggak bakal balikan!"

Gilang menghela napas, ia mengangguk pasrah.

"WAH, ANJING!" umpat Irza seraya mengepalkan telapak tangannya. "Lo lawan, kan?"

Gilang menggeleng. Irza semakin emosi dan berkata, "Punya temen kenapa segoblok ini?!"

"Iya, lo goblok, Lang. Dia udah buat lo kayak gini, anjrit. Kenapa ga lawan?" ujar Ragha.

"Buat apa gue ngelawan?" tanya Gilang. Semakin membuat Irza dan Ragha emosi, terlebih Irza.

"Buang-buang waktu." lanjut Gilang. "Alesan dia ngehajar gue cuma karena Rayta. Gue nggak suka Rayta, kalo gue ngelawan-"

"Sumpah, lo temen tergoblok yang pernah ada. Woy-"

"Udahlah, Lang, mending lo istirahat aja. Hanif biar gue sama Irza yang urus." potong Ragha. Ia mengisyaratkan Irza untuk diam.

Gilang memejamkan matanya. Ia teringat pada ancaman Hanif kemarin sore, bahwa Haris akan diberhentikan bekerja bila Gilang masih dekat dengan Rayta. Gilang tenang untuk saat ini, ia tidak mempunyai perasaan apa-apa pada Rayta, kan?

°°°
to be continued!

masih ada pembacanya ga nih wkwkwkw :(

When Gilang Says 'Bacot'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang