2 - Tatapan itu.

972 58 10
                                    

"G..Ga..Galvin?" tanya Alsya.

Wajah Galvin sangat datar sedatar datarnya. Mimik wajah mya pun sangat tak bisa diartikan. Entah mengapa setiap Galvin melihat perempuan dia akan jijik.
PT
Bahkan pertanyaan dari Alsya sama sekali tidak dijawab oleh Galvin. Melirik nya saja tidak. Galvin hanya menatap Nadira penuh kebencian. Nadira takut sekali pemikirannya tadi itu tercapai. Sangat menakutkan.

Lalu Galvin menunjuk wajah Nadira,"Lo. Gak usah caper sama gue! Tadi gue ngeliat lo lagi ngeliatin gua. Gak usah gangguin hidup gua. Urusin dulu hidup lo yang belum jelas." tiba tiba saja amarah Nadira membludak. Dia kesal karena Galvin menunjuk nunjuk dirinya.

"Heh! Lo jadi cowok gak usah sok ganteng. Sejak kapan gua ngeliatin lo! Huh? Pede banget lo jadi cowok. Udah sana, lo itu ganggu makan gua aja." Nadira mengibaskan tangannya, mengusir Galvin.

"Oh ya? Gua gak liat makanan lo." ucapnya datar. Namun membuat Nadira bungkam, Nadira sendiri menyesel telah mengatakan itu. Otak nya benar benar tidak bekerja saat ini.

"Udah deh. Bukan urusan lo! Katanya gak mau diganggu tapi lo sendiri malah ganggu."

"Karena lo udah berani membentak gua. Gua punya permainan untuk lo. Selamat bersenang senang." ancam Galvin.

Nadira pun ketakutan, tanpa disadari Nadira telah meremas remas seragam Vanie, bahkan si empu nya pun agak risih ketika baju seragamnya menjadi sasaran.

"Dir, lepas. Ih!" Vanie melepas secara paksa tangan Nadira yang masih mencengkram dan sesekali meremas baju Vanie.

"Sorry. Refleks." Nadira masih sempat sempatnya menunjukan sedertan giginya yang rapi.

Vanie hanya mengangguk, tanpa disadari keempatnya, Galvin sudah menghilang entah kemana. Dan kembali Nadira menjadi gelisah. Takut? Jangan tanyakan itu sudah pasti.

"Eh, Ra, Sya, Van. Udah selesai makan belum sih. Balik yuk kekelas. Sumpah gua takut ni." Nadira menghembuskan nafas pelan. Untuk bernafas saja Nadira masih kesulitan.

"Sabar Dir. Satu bakso lagi nih." Zahra menunjukan bakso yang menancap di garpu tangannya, lalu melahapnya.

Nadira segera menarik Zahra, Vanie dan Alsya. Sepanjang koridor Nadira tak berhenti berhentinya merapalkan surat surat pendek.

Saat masuk kekelas, Nadira sedikit lega. Setidaknya kelas ini dapat di jadikan pelindungan terhadap Galvin.

"Kok tumben ya si Galvin mau ngobrol sama lo Dir?" tanya Vanie yang bingung karena sikap Galvin tidak terlalu dingin. Masih dingin sih, tapi gak sedingin biasanya. Kalau biasanya Galvin ditanya cewek dia tidak akan menjawab. Tapi ketika bersama Nadira, Galvin membalas semua perkataan Nadira.

"Sama aja Van. Dia malah ngancem gue. Lah kalian para kaum Hawa, cuma dibenci dan gak sampe diancem kan? " tanya Nadira. Cewek itu masih meminum air mineral.

"Iya sih." balas Alsya. Dia menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Saat guru menerangkan materi pun, Nadira masih berkutat dengan otaknya agar fokus kembali kepelajaran. Walau memang tidak bisa. Nadira menyibukan diri dengan membaca buku dan mencoret coretdi kertas.

"Nadira? Apa kamu bisa fokus dulu kedepan?!" tanya pak Thomas, dia menatap Nadira.

Nadira terkesiap,"Eh, iya pak." Nadira kembali fokus kedepan. Walau belum sepenuhnya dia fokus, tapi setidaknya dia tidak kefikiran dengan ancaman Galvin.

Suara pintu terbuka menjadi pusat perhatian semua orang. Bahkan kaum Hawa hanya bisa menundukan kepalanya, sama seperti Nadira. Ia juga takut berhadapan dengan manusia ini.

"Ada apa Galvin?" tanya pak Thomas.

"Saya mau belajar disini. Bisa?"

"Memangnya kelas kamu kenapa? " tanya pak Thomas lagi.

"Kelas saya berisik. Dan tidak ada guru yang mengajar. Lebih baik saya belajarkan pak? Apa boleh? "

"Yasudah. Kamu bisa duduk disamping Cello." pak Thomas menunjuk bangku sebelah Cello yang kosong. Sebangku nya--Aji--tidak masuk karena sakit.

Dengan tatapan dingin Galvin berjalan kemeja Cello.

"Kepengen banget ya belajar bro? " tanya Cello.

Galvin terkekeh kecil,"Enggak juga. Lagi mau aja sih." beginilah Galvin, hanya didepan kaum Hawa saja dia bersikap arogan dan membenci. Karena dia memang tak suka wanita. Ada sesuatu yang membuatnya membenci spesies itu.

Namun jika kepada laki laki, Galvin akan bersikap biasa saja. Kadang bisa dingin dan kadang ramah. Berbeda jika bertemu perempuan dia akan selalu dingin. Tak ada ramah ramahnya.

"Oke anak anak, kembali ke materi. Jadi disini saya akan menjelaskan tentang..." pak Thomas melihat kearah Bangku Nadira. Cewek itu malah tidur di pelajaran pak Thomas. Nadira sengaja menidurkan dirinya, karena dia tak mau berlama lama dalam kelas ini.

"Nadira! Jangan tidur di jam pelajaran saya." sentak pak Thomas.

Nadira membuka mata nya, sebenarnya Nadira tidak tidur hanya pura pura saja.

Pak Thomas balik kemateri awal. Dan menjelaskan tentang pelajaran alat reproduksi. Pastinya kaum Adam sangat tidak bisa untuk menutup mata. Semua melek. Tanpa terkecuali.

Begitu juga Galvin. Sedingin dinginnya dia, tapi dia masih normal untuk berfikiran kotor seperti itu. Bahkan anak anak perempuan sangat geli dengan materi ini.

"Pak itu anu nya masa kecil sih pak di gambarnya." protes Kemal.

"Anu apa Kemal?" pak Thomas memang tidak pekaan orangnya.

"Ah, bapak mah. Udah sana Han! Gambar yang gede, itu mah kekecilan gak puas dipandang. Punya gue aja gak sekecil itu." Kemal mendorong Burhan yang duduk di depan meja nya.

"Siap! Mal." Burhan mengambil spidol yang ada di meja guru. Lalu mulai menggambar kelamin laki laki. Sangat besar. Semuanya tertawa termasuk Galvin.

Semuanya menjadi menoleh kepada Galvin. Banyak tatapan tak percaya bahwa Galvin bisa tertawa begitu kencang.

Galvin yang menyadari hal itu lantas menggebrak meja dan menatap seisi kelas, "Kenapa liat liat gua?!"

Semua kembali diam. Tidak ada yang berami bicara. Kecuali pak Thomas yang masih menerangkan pelajaran.

                                  °°°

Nadira bolak balik di halte depan sekolah. Bingung sendiri mencari tebengan hari ini. Alsya, tadi dia terpaksa pulang cepat karena perutnya mules. Katanya sih kebanyakan menuangkan cabai pas makan Mie ayam.

Vanie? Dia dijemput orang tuanya. Nadira jadi tak enak hati pada Vanie. Karena jika Nadira nebeng dengan Vanie, apa kata ayah dan ibunya?

Zahra? Dia sama abangnya. Karena abangnya yang memaksa jadi Zahra pulang bersama abangnya.

Saat parkiran mulai sepi. Sebuah mobil terparkir didepan Nadira. Itu membuatnya semakin takut.

Pemilik mobil pun menurunkan jendelanya. Dan itu juga membuat Nadira tidak bisa berfikir jernih. Sudah berapa kalo dia bertemu sih.

"Sendirian nih? " tanya Galvin. Bukan perhatian,bukan. Hanya senyum meledek lalu mengacungkan ibu jarinya lalu membalikannya.

Nadira menggeram kesal, "Pergi sana lo!" usir Nadira.

Galvin menggelengkan kepalanya. Hal itu membuat Nadira semakin naik darah. Langsung saja Nadira membuang mukanya. Acuh.

"Duluan. Selamat bersenang senang." ejek Galvin sambil menancap gas mobilnya.

"Ih! Gak punya hati banget. Gua sangka mau nebengin njir. Eh malah ngeledekin." gerutu Nadira.

Lalu angkot datang. Mau tak mau Nadira naik angkot. Hari ini Nadira dongkol dengan pria bernama Galvin.
      

                                     °°°

Kependekan gak sih? Padahal udah seribu lebih lho.

Btw, vote dong. Biar semangat nulis nih.

NADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang