8 - Sial.

944 48 5
                                    

Hari senin. Dimana di hari ini semua menjadi sakral, apalagi harus diadakannya upacara Bendera yang akan berlangsung sekitar 5 menit lagi. Ditambah pelajaran Fisika dan Biologi di jam pertama dan terakhir.

Dan yang paling sial nya adalah, Nadira masih berada di jalanan yang super macet. Karena hari ini adalah hari pertama memasuki kegiatan masing masing, pastinya jalanan akan macat seperti ini.

"Bang Aldy! Cepetan dong, telat nanti kita." kali ini Nadira di antar oleh Abang nya. Sebab kali ini Aldy masuk siang. Jadi dia bisa mengantar Nadira pergi sekolah. Dan karena nanti ia masuk siang, Aldy lupa jika besok akan mengantar Nadira sekolah. Alhasil dia bangun telat dan berakhir seperti sekarang.

"Kita? Lo aja kali." ucap Aldy sewot.

Nadira memukul mukul bahu Aldy, "Ih Abang! Yang serius dong. Lima menit lagi bel masuk. " cecar Nadira tanpa henti, lalu dia memilih untuk menyudahkan pukulan nya untuk Aldy.

"Emang lo mau gue seriusin? Kita kan saudara kandung bego! Mana bisa lah." jawab Aldy bercanda. Bukan nya tertawa Nadira malah marah.

"Bodo amat! Pokok nya lo harus tanggung jawab kalo gue di hukum sama Pak Bimo. Titik!"

"Idih, males amat gue tanggung jawab. Makanya bangun tuh pagi, bangor bangor!" Aldy menoyor kepala Nadira.

"Lo Pelo! Yang bangor itu ya elo setres. Gak sadar diri banget jadi orang." Nadira kembali fokus ke arah depan, kendaraan penuh di jalan raya, sampai celah pun tak ada. Mobil Nadira kini membelah kepadatan Ibu kota yang sangat amat kita banggakan.

Saat sampai di sekolah gerbang hampir ditutup, dengan kecepatan kilat Nadira menghalangi Pak Hamid yang lebih kerap di sapa Satpam Bogel itu untuk menutup pintu gerbang SMA Kartika. Sampai sampai dia lupa berpamitan dengan Aldy. Biarkan saja, lagipula siapa yang peduli.

"Paaak! Jangan ditutup dulu." Nadira berlari sekencang mungkin agar gerbang tak ditutup.

"Maaf Non Dira. Ini sudah perintah sekaligus amanat dari kepala sekolah." ucapnya tegas. Pak Hamid sudah terlihat tua, namun semangatnya selalu tercetak jelas di dalam dirinya.

"Yah Pak. Sekali aja Pak, Saya janji lain kali gak akan deh ngulang lagi. Janji! Suer deh." ucap Nadira lebih tegas. Namun namanya peraturan tetap peraturan. Pak Hamid bukan orang bodoh yang akan di tipu Nadira.

"Saya gak bisa nolong Non. Jadi silahkan tunggu Pak Bimo sampai sini untuk mendapat hukuman agar non Dira jera. Dan tak akan mengulanginya lagi."

Gak dihukum aja gue udah jera Pak! Batin Nadira kesal.

"Mmm, yaudah deh."

Nadira deg degan. Bukam karena Pak Bimo akan datang, tapi karena dia belum mengerjakan PR Fisika, yang dimana pelajaran itu ditempatkan pada jam pertama. Cocok sekali setelah upacara.

                                     °°°

Alsya, Zahra dan Vanie sedang menyaksikan pidato Bu Wetta di depan mimbar. Sangat membosankan. Mereka bertiga sempat bertanya dimana Nadira sekarang. Karena satu dari mereka belum ada yang melihat batang hidung anak itu.

"Syaa.." panggil Vanie.

"Ngapa?"

"Nadira kemana ya? Apa dia gak sekolah?" tanya Vanie.

"Gue gak tau. Tapi gak mungkin dia gak sekolah,"

"Hmm, gimana kita tanya sama orang yang dekat dengan dia selain kita. Barangkali Nadira sama orang itu." usul Zahra, dan keduanya setuju.

"Weittss, tapi siapa orangnya?" tanya Vanie bingung, dia mentap mata Zahra penuh selidik.

"Bodoh! Gitu aja gak tau. Galvin bege yang juga deket sama dia." ucapnya yakin.

NADIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang