Theirs Feeling 4

57 7 0
                                    

Di's POV

Pagi ini dengan sedikit tergesa-gesa aku berpamitan kepada kedua orang tuaku. Jam sudah menunjukkan pukul 06.25 sedangkan aku masih saja berkutat dengan kertas tugas yang akan dikumpulkan hari ini.

Butuh waktu dua puluh menit sampai akhirnya gerbang sekolah terlihat. Artinya, aku telat ke sekolah. Memang, di sekolahku jam masuk adalah 06.45 sedangkan aku mencapai gerbang tepat pada pukul 06.46, untung saja belum ada guru BK dan juga guru agama, bisa diceramahi habis-habisan nanti.

Dengan segera aku menuju ke parkiran bawah karena parkiran atas sudah otomatis penuh. Selesai memarkir aku mengecek tas sekali lagi, takut jika tugas tadi tertinggal atau bahkan jatuh di jalan.

Setelah semua aku rasa beres, aku berjalan santai menuju ke kelas, aku cuek saja meski sudah tergolong masuk, namun mapel pertama tetap saja di mulai pada pukul tujuh, sedangkan sekarang adalah waktu untuk pembentukan karakter, diisi dengan kegiatan keagamaan masing-masing.

Sesampainya di kelas, aku langsung di hadang oleh dua perempuan. Eh, tunggu, jangan berpikir aku itu populer! Dua orang itu adalah penyebab telatku kali ini. Mereka adalah Li dan Sa. Ya, karena mereka yang menitipkan tugas mereka padaku sampai aku harus menyalakan printer di pagi hari, padahal, kan, proses loading printer itu agak lama!

Dengan muka penuh kecemasan mereka berdua menghampiriku. Aku merasa sedikit senang melihat muka cemas mereka, mungkin mereka mencemaskan aku.

"Heh, kok baru dateng? Tugas kita mana? Dibawa kan? Ga lupa, kan?"

Astagfirullah, aku langsung mengucap dalam hati. Mereka ini benar-benar, ternyata hanya mengkhawatirkan tugasnya saja. Dengan ekspresi yang aku buat senatural mungkin, aku pura-pura rusuh memeriksa tas.

"Aduh, aku lupa! Tugas kalian masih di atas printer! Tadi buru-buru, aduh gimana, dong?"

Sontak muka mereka terlihat semakin keruh. Bahkan seperti menahan tangis. Aku hanya diam, berusaha menampilkan wajah paling bersalah.

Namun, tiba-tiba ekspresi Li berubah.

"Bohong! Ga percaya! Mana sini buruan, Di, ihh!" kata Li dengan keras sambil tangannya sudah sibuk membongkar tasku.

Aku tertawa sebentar, lalu mengambil tugas mereka. Bukannya berterima kasih, mereka malah kompak mengumpat, Li bahkan memukul lenganku.

"Bukannya bilang terima kasih, malah mukul, tahu gak sih gara-gara tugas kalian itu aku jadi telat!" keluhku.

Dengan tampang yang masih masam, Li menyahut.

"Oh gitu, ya? Kalau gitu, makasih, Di!" kata Li dengan senyum lebar yang hanya ia tampilkan satu detik alias fake smile.

"Sama-sama," jawabku sambil tersenyum senang, lalu melangkah duduk ke bangkuku.

Nah, teman-teman, perkenalkan, aku Di, anak laki-laki ke tiga dari tiga bersaudara. Aku sekarang duduk di kelas tiga SMA.

Di kelas, aku tidak mudah akrab dengan yang lain, meski yang lain berusaha mengakrabkan diri denganku.

For your information aja nih, aku bukan orang populer aku juga bukan orang yang terlalu pendiam, meski aku tidak memiliki teman banyak, tetapi aku baik-baik saja.

Di kelas ini, namaku bersaing dengan Li dalam perolehan nilai tertinggi. Sombong dikit, haha.

Meski begitu, kami berteman baik dan cukup dekat, begitu pula dengan Ki dan Sa, tiga cewek itu yang selalu bareng kemana-mana juga selalu hobi nyuruh ini-itu, terutama Li. Dan entah kenapa aku nurut-nurut saja.

Ya, mungkin efek perempuan.

Selain itu juga aku punya beberapa teman lain di luar kelas, yaitu teman yang ikut organisasi bersamaku.

Dan kalau mau tahu nih, aku ikut organisasi paling merah remaja disini. Ada Sa dan An juga di sana. Senangnya.

Sudah hampir dua tahun aku bersekolah di sini, semuanya baik-baik saja, setidaknya untuk ukuran laki-laki semuanya normal, tetapi tidak dengan perempuan, aku sering sekali mendengar keluhan Li, Sa dan Ki tentang teman perempuan kami di kelas yang menurut mereka sangat menyebalkan.

Aku, sih, tidak terlalu ambil pusing yang penting aku bisa belajar dengan tenang dan memiliki ilmu sehingga bisa mencapai cita-citaku.

Entahlah, kadang aku juga tidak paham kenapa mereka senang sekali memikirkan kelakuan teman mereka, apalagi Li, dia menentang keras teman yang menyontek saat ulangan. Dia bahkan berani kalau sampai harus berbicara langsung di depan mereka meski dengan akibat ia dihindari penuh oleh teman sekelas, tetapi dia baik-baik saja.

Lain dengan Sa dan Ki yang memilih diam dan menghindar serta hanya mengeluh saja, Li dengan jelas justru menyatakan perang! Haha, alay!

Aku kadang berpikir apa Li tidak takut jika suatu hari nanti ada akibatnya terhadap belajarnya? Namun, Li sendiri keliatan sangat cuek. Jadi, ya sudah lah, biarkan saja ia.

Dan ya, di penghujung tahun kedua ini, seperti adat dan tradisi yang ada, akan diadakan ujian kenaikan kelas, beberapa guru membagikan kisi-kisi ujian. Dengan senang hati aku mengerjakan itu semua.

Tetapi kali ini ada yang lain, tiga cewek itu ingin ikut bersamaku mengerjakan bersama. Aku setuju saja karena itu artinya kami bisa berbagi nomor soal dan lebih cepat selesai .

Maka sesuai kesepakatan di ujung minggu nanti tepatnya hari sabtu, kami akan berkumpul bersama untuk mengerjakan kisi-kisi itu.

SQUAD OF CAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang