Penyelesaian Masalah

62 1 0
                                    

"Yee dicariin malah berduaan di sini,"  sindir Ki saat melihat Li dan Di.

"Kenapa nyariin?" tanya Li santai.

"Kan tadi kita lagi foto, kenapa malah kalian mojok di sini?" kata An sewot, mukanya kentara sekali menahan kesal.

"Lah tadi yang pergi siapa ya?" ganti Li yang menyindir.

"Kamu juga pergi tadi sama Nu," ketus An, mukanya jelas sekali masih mengkal.

"Ya udah, sih, udah ketemu juga akunya, mau foto lagi?" tanya Li.

Mereka bertiga justru kompak menggeleng, duduk melingkari meja pojok perpus itu.

"Kamu habis nangis, Li?" tanya Sa menyelidik.

"Eh, kenapa?" Li gelagapan.

"Itu matamu merah, Li," sahut An.

"Ngga kok, tadi habis nguap aja, ngantuk, kan tadi pagi bangunnya awal banget buat make up," kilah Li sambil memberi kode pada Di.

"Kalian udah makan belum? Pesen, yuk!" ajak Di.

"Belum, sih, tapi mau makan apa?" tanya Sa.

"Aku ga mau ke resto pake pakaian gini, ya!" tolak Li.

"Order online aja gimana? Nanti kita makan di kelas, pasti sepi," usul Ki antusias.

"Boleh, mau makan apa?" kata An sambil mengeluarkan ponselnya.

Setelah selesai memesan mereka pindah ke ruang kelas paling dekat gerbang masuk. An juga berpesan pada satpam agar mengantar ke kelas yang mereka setujui.

Setengah jam kemudian, makanan datang. Tanpa kata sambutan mereka mulai makan.

"Sa, bawa tissue nggak?" tanya Li sambil mendesis kepedasan. Sa mengangguk, menyodorkan tissue.

Secara refleks Di mengambil air mineral dan membuka segelnya, "nih!"

"Makasih," kata Li kemudian menenggak airnya hingga separuh.

"Dih, kaya orang habis dari sawah, Li," ledek Di tertawa.

"Ih pedes tau!"

"Yang suru pesen fire wings siapa coba?" sindir Di.

"Hehe enak soalnya," jawab Li cengengesan.

"Tuh, jadi belepotan kan, semua sambel. Di tangan, bibir, meja, kamu jadi keringetan," tunjuk Di kesal, segera mengambil tissue dan membersihkan makanan yang jatuh di meja.

Li hanya terkekeh. Biasa dengan sikap cerewet Di.

"Tuh, dengerin abang ngomong, Li," ledek Ki, ia tahu kalau Li suka memanggil "abang" pada orang yang ia suka.

"Sana cuci tangan!" titah Di, mengabaikan Ki.

"Iya, Abang, aku cuci tangan nih," ledek Li, tertawa.

"Kenapa, An? Rasa makanannya jadi hambar?" ledek Sa, nyengir lebar.

Ki terkekeh, "kenapa ya kita punya kisah seunik ini?"

"Bukannya dulu kita ngeluh, ya, kalau masa putih abu-abu kita bukan masa paling berkesan? Tapi nyatanya," kata An, tersenyum menerawang.

Semua juga jadi mengingat keluhan mereka selama ini, juga tentang kejadian setahun terakhir yang menyatukan mereka.

"Di, tolongin," jerit Li yang tentu saja memutus nostalgia keempat temannya.

"Kenapa, Li? Jangan teriak," jawab Di kalem, meski ia bergegas berdiri menghampiri Li.

SQUAD OF CAT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang