"Sya, gue pulang duluan ya."
"Eh iyakak. Jangan lupa yakak besok."
"Oke Sya."Arsya pun masuk kedalam rumahnya. Dilihatnya Leon yang sedang menjatuhkan kepala tepat diatas meja makan pada ruangan itu.
"Apa yang lagi lo pikirin Le?."
"Eh Sya, "
"Lo punya gue Leon."
"Sya, lo sedekat apa sama Lala, Caca dan Vellan?."
"Gue sama mereka? Bagi gue mereka itu lebih dari segalanya Leon. Mereka punya posisi yang sama dengan lo Leon."
"Ooh.. "
"Kenapa? Lo suka ya sama salah satu dari mereka?.... Ingat lo punya Laras."
"Orang gue nggak bilang suka sama mereka. Gue juga sadar kali gue punya Laras, dan yang terpenting gue punya lo Arsya."Damn
Arsya terdiam, sedikit bingung sama apa yang diucapkan Leon saat ini.Arsya pov
Gue bingung dengan sikap Leon yang mendadak jadi dingin. Nggak biasanya Leon bersikap seperti ini.
"Le, gue ada salah apa sebenarnya Leon sama elu?."
"Sya? Kenapa lo nanya gitu? Lo nggak ada salah sama gue Arsya."
"Terus kenapa lo jadi dingin begini Le?."Gue sengaja menanyakan hal itu kepada Leon. Gue ingin Leon menceritakan semua ke gue. Gue ngerasa perubahan Leon ada hubungannya sama gue. Yatuhan apa yang harus Arsya lakukan?
"Sya, gue lagi ngehadapin masalah Sya. Dan ini itu nggak ada hubungannya sama lo Arsya."
"Sekarang, lo langkahkan kaki lo ke kamar lo, lo bersih bersih dan bergegas tidur. Sekarang udah larut."
"Tapi Le, lo bisa kan cerita ke gue."
"Percaya sama gue Arsya."
"Oke."Apa yang sebenarnya dipikirin sama Leon? Kenapa dia nggak mau cerita ke gue?
***
Malam itu pikiran gue selalu berputar pada Leon. Gue nggak ngerti sama semua ini, sungguh. Dan pagi ini gue harus pergi ke Jakarta."Emang ya elo itu ratu lelet."
"Maaf kak tadi Arsya mempersiapkan semuanya dahulu."
"Sya, lo semalam nggak tidur kan Sya?."
"Hmm."
"Dari mata lo gue bisa baca Arsya.""Oh sudahlah Leon, Arsya. Sekarang sudah pukul 8 mari kita berangkat."
Untunglah ada Raka yang bisa mengalihkan pertanyaan Leon. Gue yakin Raka mengerti gue kenapa.
Ya, Raka dari tadi sudah memperhatikan wajah gugup gue. Sungguh gue amat gugup untuk menjawab. Gue takut Leon menanyakan mengapa gue semalam tidak tidur.
Dan Raka? Semalam gue sempat free call bersama Raka, gue menceritakan semua padanya. Gue percaya Raka bisa menjaga kepercayaan gue. Dan gue yakin Raka itu adalah teman cerita yang pas buat gue.
Apa kabar dengan ketiga sahabat gue? Sejak semalam mereka sudah tidak ada menghubungi gue lagi.
***
"Dari awal kita berangkat sampai sekarang kita udah sampai disini kenapa lo masih gabicara? Biasanya lo yang paling heboh."
Ucap Leon ditengah perjalanan. Ya, dari tadi gue memang tidak ada bergumam ditengah obrolan Leon dan Raka. Ohh ntahlah, dari tadi otak gue dipenuhin pikiran yang bertanya tanya. Sebenarnya Leon tu kenapa tuhan?
"Iya iyaa maaf. Gue cuman lagi mikir aja, nanti di Jakarta gue mau kemana ya."
"Gimana kalau kita ke Dufan? Lo kan suka tuh hal yang menantang, dan disana lo bisa teriak sekencang apapun untuk melampiaskan apa yang lo pendam. "Ada benarnya apa kata Raka. Semakin kesini gue semakin ngerasa nyaman ada didekat kak Raka. Bahkan untuk menjadi pendengar yang baik saja dia siap 24 jam.
"Mendam? Sya? Lo mendam apa? Kenapa lo nggak pernah cerita ke gue?."
"Aduh Leon lo kaya nggak tau aja kalau si Arsya itu udah mendam banget rindu ketemu sama first love nya."
"Oh ya?.""Leon. Kita janjian sama Laras gimana? Biar tambah seru gitu."
Ya, gue memang sengaja mengalihkan pembicaraan ini. Gue nggak mau pambahasan seperti ini membuat Leon tambah curiga dan penasaran sama apa yang sebenarnya gue pendam.
.
.
.
.
.
.
.
Digantung dulu ya 🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
tulus
Teen FictionLeon, pria yang sudah 3 tahun hadir di hidup gue namun tak mengerti artinya di hidup gue. Gue selalu berharap Leon jadi milik gue, tapi disisi lain gue gak bisa memaksakan hatinya. Ya, selama ini dia cuman anggap gue adek yang harus diajaga. happy...