Prolog

110 6 1
                                    

Angin meniup rambut lembut legam sepunggung yang terurai dengan indahnya. Beberapa anak rambut terbang menghalangi kedua mata kecil yang sedang menatap kosong pada hamparan pasir putih di bibir pantai. Riuh menggema dari segala sisi, berkicauan burung dara terbang rendah di atas birunya laut.

Sesekali wanita berhidung bangir itu memejamkan matanya. Menikmati embusan angin yang membelai kulit putihnya. Mendengarkan gemerisik daun dari nyiur, sejenak menenangkan asa yang hampir menyerah.

Ia tersenyum. Sebuah lengkungan yang bermakna pedih, hancur, jijik, dan penuh penyesalan tersirat dalam sebuah gambaran singkat, lima detik yang berselang dambar. Ia kembali membuka matanya, memandang jauh ke depan, ke ujung samudra, ke garis tepi berwarna hitam, ke batas pandangannya. Matahari turun hingga lurus dengan telinga kanan, hangat menggebu dalam syahdu.

"Saya nggak bisa bilang bahwa kamu nggak menyakiti saya," ujar wanita berjilbab bunga-bunga di sebelahnya.

Wanita berambut sepunggung itu tetap diam, sekarang jemari lentiknya memainkan pasir yang hampir mengering termakan sinar surya. Di wajahnya, tak ada tanda-tanda ia akan angkat bicara.

"Sudah lima tahun kita bersahabat, Mbak. Fakta ini benar-benar hal paling menyakitkan yang pernah saya dengar selama persahabatan kita berlangsung."

Wanita berwajah mungil itu mengusap matanya yang berembun. Menarik kerudungnya ke belakang, ikut memandang ke garis hitam di ujung sana tempat matanya berlabuh bersama mimpi-mimpi abadi. Ya, abadi. Mimpi yang abadi, tak pernah termanifestasikan sebagai sesuatu yang realistis. Semuanya hanya mimpi.

"Yang saya kenal, Reavani adalah sesosok wanita suci, mulia, yang lembut hatinya, baik perangainya, luhur bu-"

"Aku perempuan yang kotor. Sudah cukup pembicaraan kita hari ini, Khairunnisa Widya. Maaf membuatmu banyak berprasangka." Rea berdiri, menyisipkan rambutnya ke telinga.

Angin masih berembus kencang, dua puluh langkah Rea meninggalkan pelataran itu, Icha masih terisak dalam diam. Dibelai hembusan bayu. Air matanya tumpah ruah ke pipi. Hatinya tertusuk panah berduri.

"Astaghfirullahaladzim," lirihnya pilu.

***

Tadaaa .... Aku bawa cerita baru. Ini sequelnya Retas yang beneran wqwqwq. Bahtera gagal total ah. Aku ubah juga jalan ceritanya, cara ceritanya, dan lain-lain pokoknya. Ikutin terus ya. Insya Allah ini lebih bagus dari prequelnya, heuheuheu.

Kenapa judulnya "Kendati"?
Apa urusan anda menanyakan itu? wqwqwqw.
Nanti baqal tau deh poqoqnya. So, masukin reading list ya. Gapapa sider juga, ikhlas emak ikhlas.

KENDATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang