Metastatis

65 3 1
                                    


Part One

#Metastatis

(Hidup penuh dengan ketidakpastian, tetapi perpindahan adalah salah satu hal yang pasti. Kalau pindah diidentikkan dengan kepergian, maka kesedihan menjadi sesuatu yang mengikutinya..... Padahal, untuk melakukan pencapaian lebih, kita tak bisa hanya bertahan di tempat yang sama. Tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukan perpindahan)



Sejak tadi Anggi hanya menatap amplop coklat di atas mejanya. Belum berani menyentuh amplop itu sama sekali, apalagi mencoba melihat isi di dalamnya.

"Teh, kok bengong dari tadi?", Dini memecahkan keheningan sejak tiga puluh menit lalu.

"Belum dibuka?", tanyanya lagi setelah melihat sekilas amplop coklat tadi.

"Besok aja deh, I don't have the courage yet", jawab Anggi sambil tersenyum.

Actually, Anggi sudah bisa menebak isi amplop coklat itu apa, meski dirinya tidak sepenuhnya yakin. Amplop itu titipan Dirga. Teman satu angkatannya di Jurusan Teknik Arsitektur. Dini memberikan amplop itu setelah mereka sholat magrib berjama'ah. Dini terlihat exicited banget dan tidak sabar menunggu Anggi membukanya. Tapi Anggi hanya tersenyum memberi jawaban. She's need a privacy.

Sebenarnya, Anggi sedikit kecewa. Kenapa amplop itu harus dititipkan ke Dini. Bisa saja kan Dirga langsung memberikan amplop itu ke dia, mereka satu jurusan. Tapi sedetik kemudian Anggi bisa memahami.. Yeah, she's closer friend for him, than me... .

Meski satu angkatan, Anggi sebetulnya tidak terlalu dekat dengan dengan Dirga, maybe with the others too. Dia memang cenderung anak yang cuek, tidak suka bergaul. Bukan karena dia memang seperti itu. Tapi karena keadaan. Dia tidak suka berteman dengan orang yang ramah hanya di depannya saja, tapi di belakang suka menjelek-jelekkan dia.

Well, dia tahu itu bukan tanpa alasan. Anggi adalah perempuan berdarah Indo-Aussie. Sehingga dari segi penampilan dia cukup menarik perhatian. Dengan look hampir sempurna bagi sebagian orang, ditambah dengan orang tua seorang public figure, tidak heran kalau dia sering mengisi halaman majalah sebagai model, bahkan tanpa dia minta banyak produk yang dikirim ke alamatnya untuk di endorse. Dan semua kelebihannya itu, membuat sebagian wanita di sekitarnya iri dan cenderung membencinya.

Berkebalikan dengan para wanita, teman laki-lakinya cenderung agresif dan selalu mencoba mencari perhatian. Dan itu semua membuat dia justru jengah. Tetapi ada seorang pria, yang anehnya seakan-akan tak pernah peduli dengan kehadiran Anggi. Justru terkesan membuang muka ketika keduanya berpapasan. Ya, laki-laki itu... Langit Dirgantara.

--

Setiap Anggi masuk kelas, gerombolan laki-laki yang satu kelas dengannya akan menunggu di depan kelas. Dan ketika mereka melihat Anggi, kompak mereka menyapanya, "pagi Anggi ... ", mereka tak butuh jawaban. Karena itu hanyalah bagian dari menjaga eksistensi dan mencari perhatian pasti. Setelahnya mereka akan berebut duduk di belakang Anggi. Selalu seperti itu, semua dan lagi-lagi kecuali Dirga.

Meskipun tahu bahwa Dirga seolah tak peduli, bukan artinya Anggi penasaran dengan hal itu. Dia sih biasa saja sampai kejadian tiga tahun lalu.

"Kalian ngapain sih?", Anggi merasa terganggu dengan kehadiran 3 cowok di hadapannya. Aldi, Bara, dan Rendra mencegahnya untuk pulang.

"Kami nanya baik-baik Nggi, Cuma ngajak lo jalan doang", Aldi mencengkeram pergelangan Anggi

Tiga tahun yang lalu, Anggi belum berhijab seperti sekarang. Biasanya sih, dia lebih sering menggunakan kemeja yang dipadukan dengan jeans. Tapi entah kenapa hari itu dia melihat rok biru mudanya di bawah tumpukan baju yang lain. Karena merasa sayang sudah lama tidak digunakan akhirnya dia memutuskan untuk memakainya. Dan membuatnya mengalami kejadian yang tak ingin diingatnya.

EQUILIBRIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang