Evaporasi

24 1 0
                                    

#Evaporasi

(Bukan tentang melupakan, tetapi mengikhlaskan apa yang sudah digariskan. Memang tidak mudah, tetapi itulah caranya kau memaknai sebuah pertemuan)

Ini adalah bulan ketujuh sejak Anggi berada di California. Hidup di negeri orang tidak sesulit yang Anggi bayangkan. Tadinya ia khawatir dengan penampilannya yang mungkin akan menarik perhatian, meski sebenarnya Anggi sudah terbiasa menjadi pusat perhatian. Nyatanya meski dirinya bagian dari kaum minoritas disini, dia merasa tidak jauh berbeda dengan hidup di Indonesia. Negara maju memang selalu menjanjikan kebebasan, tinggi toleransi atau justru lebih tepat tidak peduli.

Beberapa kerabat Anggi dari pihak ayahnya tinggal di LA. Ketika awal bertemu, mereka sempat terkejut dengan transformasinya. Tetapi itu hanya sebatas keterkejutan sementara, setelahnya mereka bersikap biasa. Memang, ada beberapa kesulitan yang Anggi rasakan terutama dengan sepupunya yang terbiasa dengan sentuhan fisik, mencium pipinya ketika bertemu, atau kebiasaan ber-high five yang jujur terkadang Anggi masih lalai dan melakukannya. Tetapi perlahan, Anggi mulai menjelaskan bahwa bukan hanya penampilannya yang berubah tetapi sikap dan kebiasaannya seperti larangan memakan babi yang ternyata mereka sudah memahami tanpa perlu penjelasannya darinya.

Di California, Anggi lebih memilih tinggal di asrama untuk mahasiswa. Sebenarnya, dia bisa menyewa sebuah apartemen tetapi dia ingin berbaur dengan banyak orang dan tidak ingin tinggal sendirian. Tinggal di asrama mahasiswa jelas memiliki banyak tantangan tersendiri untuk Anggi. Positifnya, dia bisa lebih dekat dengan universitas yang memungkinkan untuknya berlama-lama di perpustakaan tanpa khawatir kendaraan untuk pulang. Keamanan jelas terjaga karena ada penjaga yang bertugas di beberapa titik. Tetapi negatifnya juga tak kalah banyak. Anggi harus menunduk setiap kali berjalan ke arah kamarnya. As you know, perbedaan yang sangat mencolok antara asrama di Indonesia dan California adalah tak ada aturan yang berlaku di sini.

Setelah olahraga kecil setelah sholat shubuh, Anggi segera bersiap-siap. Hari ini ia memakai pakaian kasual seperti biasa. Dia memilih pant berwarna nude, kaos hitam yang dipadukan long cardi sebetis, dan pashmina favoritnya. Anggi akan menjemput ayahnya-William di bandara pagi ini, yang katanya akan berlibur dan menemani putri cantiknya selama sepekan.

Anggi melambaikan tangan ke arah William yang hampir saja tidak Anggi kenali. Bagaimana tidak, ayahnya itu mengunakan ripe jeans, t-shirt, dan topi bak selebriti. Anggi terkekeh melihat penampilan William yang sangat ia rindukan itu.

"dad, what are you wearing?"

'I'll pretend be your boyfriend from now on"

Anggi tergelak mendengar alasan konyol ayahnya itu. Mereka pun menuju hotel untuk meletakkan barang William dan beristirahat sejenak.

"Kau tidak ada jam kuliah hari ini?", William bertanya sambil menyeruput kopi yang sudah ia pesan untuk menghilangkan sedikit kelelahan karena jet lag.

"Aku hanya ada bimbingan dengan salah satu profesor, dan itu jam 4 sore", jawab Anggi santai.

"Oke, siang ini daddy berencana bertemu dengan seorang teman. Maukah kau menemani daddy?"

"Sure..", jawab Anggi mengangguk setuju.

--

Setelah selesai bimbingan, Anggi tidak pulang ke asrama. Dia tidur di hotel untuk menemani ayahnya. Sebenarnya William ingin mengajak Anggi untuk bermalam di LA, karena William merindukan keluarganya tetapi karena Anggi tidak memiliki waktu libur dia memutuskan untuk ke LA sendirian setelah melepas rindu dengan putri semata wayangnya.

"Bagaimana Indonesia?", tanya Anggi sambil bersiap untuk tidur.

"Nothing different. Negara yang mengaku menjunjung tinggi toleransi tetapi rakyatnya saling menyudutkan.", William menjawab.

EQUILIBRIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang