Deaminasi

23 2 0
                                    



#Deaminasi

(Kita boleh menyerah, untuk hal yang berulang kali kita coba atau sesuatu yang benar-benar tak bisa diusahakan. Sebab, mungkin itulah cara Tuhan memberitahumu, bahwa hal itu bukan untukmu)

Pada mulanya kau tak akan mampu memahami, beda antara mencintai dan mengagumi. Namun waktulah yang akan menjawabnya. Sebab kagum akan hilang bersamaan dengan tampaknya kekurangan. Namun cinta, ia menggubah ketidaksempurnaan menjadi sebuah pengertian. Selalu ada alasan bagi cinta untuk bertahan untuk waktu yang lama, di hatimu.

Anggi masih memegang ponselnya sejak 30 menit yang lalu. Dia masih tidak percaya dengan pendengarannya, dan pada apa yang telah terjadi selama tujuh bulan terakhir yang sama sekali tidak diketahuinya. Anggi tersenyum kecut, menertawakan dirinya sendiri. Memangnya apa yang dia harapkan? Apa yang dia inginkan lewat pesan yang telah dikirimnya tujuh bulan yang lalu? Ketika dia menuliskan saat itu dia belum siap menikah, apakah dia berharap Dirga akan menunggunya?

Anggi merasa bodoh, justru dengan prasangkanya sendiri. Tetapi hatinya terlanjur tidak bisa berbohong, bahwa ada perasaan kecewa, sedih yang kemudian menciptakan tangis di mata jernihnya. Bagaimanapun hatinya tak memungkiri bahwa Dirga menempati setitik ruang khusus yang entah sejak kapan ia biarkan tersimpan. Anggi bahkan tidak menyadari perasaan yang tumbuh di hatinya itu. Yang ia tahu, di satu masa ada harap dalam hatinya bahwa Dirga adalah bagian dari masa depannya. Dan yang ia tahu, ternyata harapan yang ia simpan akan menjadi luka yang menyakitkan. Seperti hari ini ... .

Detik berikutnya, Anggi mencoba sadar diri. Dia hapus air matanya yang sempat menetes. Dia yakinkan hatinya bahwa tak akan ada pengaruh besar kehilangan Dirga dalam hidupnya. Ah, kehilangan? Anggi tersenyum dengan pikirannya sendiri. Tidak, dia bukanlah wanita melankolis yang akan terbuai lama dengan perasaan seperti ini. Anggi pun memutuskan untuk mengirim pesan pada Dini.

Dini, sorry tadi nggak sengaja kepencet. Lain kali kita sambung ya ... . Sekali lagi Barokallaah, salam yaa buat Dirga.. . Kado nyusul J

Anggi tersenyum membaca pesannya, dan tanpa ragu diapun menyentuh icon send di ponselnya. Entah kenapa hatinya benar-benar terasa ringan, berbeda dengan apa yang dia bayangkan beberapa menit yang lalu. Dia tak benar-benar menghapus jejak Dirga di hatinya, Anggi hanya menata ulang. Yup, Dirga dan Dini tetap menjadi satu sosok penting karena lewat perantara merekalah, dia tertarik untuk mengamalkan islam secara sungguh-sungguh. Dia hanya menambah persentase kecintaannya pada Allah, dan mengurangi persentase kecintaannya pada makhluk. Itulah yang membuatnya tersenyum menatap langit biru California saat ini.

__

Setiap Kamis pagi, Shahnaz dan Anggi mengunjungi Muslim Community Association (MCA) di Santa Clara, hanya berjarak kurang dari 5 kilometer dari pusat San Fransisco Bay area. Mereka sengaja mengosongkan jadwal kuliah dan bimbingan untuk menjadi relawan di Sekolah Islam Granada milik MCA. Sekolah ini telah lama berdiri dan telah memiliki ratusan siswa dari jenjang pra-TK sampai SMA jika dimisalkan dengan kondisi di Indonesia.

Anggi dan Shahnaz menjadi pengajar sejarah perkembangan islam. Anggi selalu menggebu ketika dia menceritakan bagaimana islam, 14 abad yang lalu pernah menguasai dua pertiga dunia. Hatinya merasa bangga dan sedih sekaligus melihat kondisi yang kontradiktif saat ini dan masa lalu. Karena itulah, dia seakan merasa memiliki kewajiban untuk mengembalikan kejayaan islam dan mengajak sebanyak mungkin orang-orang di sekitarnya untuk memiliki pemikiran yang sama.

"what is the main cause of Islam's decline? in your opinion...", seorang remaja berusia sekitar 13 tahun mengajukan pertanyaan dengan dahi yang berkerut kepada Anggi.

"Jujur saja, kenapa muslim tidak bisa menjadi bagian penting dari setiap aspek kehidupan? Politik, ekonomi, ilmu pengetahuan. Aku tidak melihat mereka disana...", lanjutnya tetap dengan dahi yang berkerut. Anggi tersenyum melihat mata-mata yang membulat tak sabar di depannya. Ia teringat, dia pun pernah mengajukan pertanyaan yang sama pada Dirga. Bibirnya sedikit terangkat saat nama itu terlintas, namun otaknya segera menepis untuk kembali fokus. Dia heran, bagaimana mungkin dirinya justru mengingat Dirga.

"What a difficult question is..hmmm, let me think..", Tangan Anggi menopang dagu dengan telunjuk yang ia gerakkan mengetuk pipi sementara maniknya mengarah ke atas mendandakan bahwa ia tengah memikirkan kalimat terbaik untuk menjelaskan.

"Aku, jujur saja selalu memikirkan bagaimana caranya tanpa mencari tahu penyebab utama. Tentu, banyak ulama yang menjawab bahwa kemunduran muslim karena jauhnya mereka terhadap Al-Qur'an, Itu jelas! Dan kita yang telah tahu penyebabnya ternyata tak juga memperbaiki kesalahan itu. Tapi membedakan antara amalan dunia dan akhirat juga penyebabnya. Kenapa tidak kita perluas saja amal-amal kita? Contohnya, kenapa harus puas dengan menjadi seorang dokter? Padahal kau bisa menjadi perantara agar orang-orang bersyukur atas nikmat sehat yang diberikan Allah. Do you get the point?", jawab Anggi panjang lebar yang dijawab dengan anggukan serentak dari remaja-remaja yang saat ini haus ilmu.

Anggi ingin menambahkan sedikit penjelasan terhadap jawabannya namun dering ponsel miliknya tiba-tiba terdengar semakin keras. Raut wajah Anggi sedikit berubah melihat nama di layar, Umi... .

Anggi sedikit menjauh untuk menerima panggilan umi.

"Neng, kenapa menolak tawaran papa? Kami di sini khawatir... Apalagi setiap melihat berita kalau pemerintah Amerika sekarang nggak pro muslim..", Anggi paham betul arah pembicaraan uminya. Hal ini pasti berkaitan dengan pembicaraan dirinya dan daddy dua hari yang lalu. Anggi bersikeras menolak permintaan daddy untuk dikenalkan dengan anak koleganya yang kebetulan tinggal di California. Daddy dan Umi bersepakat bahwa harus ada makhrom yang menjaga Anggi di California. Awalnya Anggi setuju dengan ide itu, tetapi sejak mendengar kabar pernikahan Dini dan Dirga, Anggi memantapkan hati untuk menyelesaikan gelar masternya terlebih dulu.

"Anggi pikir-pikir lagi yaa Umi...", akhirya Anggi mengalah melihat Umi yang seperti tak akan memutus sambungan teleponnya tanpa mendengar kata iya darinya.

"Bukan cuma dipikir sayang..., jangan lupa untuk meminta petunjuk Allah. Keputusan terbaik adalah keputusan yang melibatkan Allah..", kata-kata Umi seperti teguran untuk Anggi. Ya, akhir-akhir ini dirinya menyadari bahwa perasaannya mengambil alih setiap keputusan.

"Iya Umi, insyaallah...", jawab Anggi merenungi kalimat akhir wanita yang sangat ia rindukan itu.

__

Selepas dari aktivitasnya di MCA, Anggi tak sabar untuk segera pulang. Tiba-tiba ia meridukan sajadah, tempat ia biasanya bersujud panjang. Menceritakan segala keluh yang ia rasakan. Ia memang bertekad untuk mendekatkan diri kepada Allah, nyatanya ia hanya melarikan diri, belum sepenuhnya berserah diri. Kali ini, Anggi menarik napas panjang benar-benar siap untuk mengikhlaskan perasaannya pada orang itu ... .

Tbc.

Deaminasi

Proses penghilangan gugus amino dari suatu molekul – kimia

Yang menarik dari proses deaminasi, proses ini di dalam tubuh manusia paling banyak terjadi di hati. Pada proses metabolisme, gugus amino yang dilepas akhirnya akan dikeluarkan dengan wujud amoniak. Proses deaminasi di hati terjadi dalam lingkungan akan menghasilkan , disebut deaminasi oksidatif. Akhir dari proses ini menghasilkan dua senyawa yang berbeda. Satu senyawa akan dikonversi menjadi energi, sedangkan senyawa lainnya akan dibuang.

Di chapter ini, pingin banget menggambarkan bahwa ketika kita mengambil keputusan untuk melepas seseorang karena Allah, artinya kita akan lebih dekat dengan Allah. Nggak akan ada yang berkurang justru cinta kita kepada Allah semakin bertambah dan artinya energi kebaikan juga akan bertambah insyaallah. So, that's why judulnya Deaminasi :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EQUILIBRIUMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang