"Shua sakit Leukimia, dan udah masuk stadium akhir. Dia ngeyel nggak mau berobat, kata dia buat apa orang tuanya keluarin banyak uang kalo akhirnya nanti dia tetep aja mati."
Kata-kata itu masih terngiang jelas di kepala Seokmin. Suara lirih dari ibu Joshua yang menceritakan keadaan putranya itu membuat hati Cipa maupun Seokmin teriris. Seokmin bahkan tidak bereaksi apapun ketika Cipa kini menangis keras akibat ucapan itu. Seokmin hanya terkejut, ya dia terkejut dengan kondisi kekasih hatinya itu.
Joshua sakit keras. Dan harapan untuk sembuh benar-benar kecil. Siapa sangka orang seperti Joshua menyembunyikan sebuah rahasia yang begitu menyakitkan?
Cipa dan Seokmin awalnya terkejut ketika mendapati tubuh Joshua yang ambruk. Seokmin pun langsung terburu-buru membawa Joshua ke rumah sakit di bantu oleh Cipa. Mereka berdua sangat panik, dan bahkan mulai berspekulasi yang negatif tentang diri Joshua.
Seokmin duduk diam di ruang tunggu selama beberapa menit. Dia masih diam, tanpa memberikan reaksi apapun. Namun, perkataan ibu Joshua tadi masih membekas di benaknya. Dia masih ingat betul kalimat-kalimat yang terlontar dari wanita paruh baya itu beberapa waktu yang lalu.
"Dia baru tau penyakitnya saat penyakit itu masuk stadium tiga. Dan Shua sama sekali nggak mau berobat dan memilih pasrah pada kehidupan. Dia mau ngabisin sisa hidupnya dengan seneng-seneng, tanpa mikirin ada kanker ganas yang bersarang di badannya."
Air mata akhirnya jatuh ketika laki-laki bangir itu tidak kuat menahannya terlalu lama. Seokmin menunduk kelu. Dia terisak hebat. Dia menangis. Dia tidak kuat membayangkan semua yang sudah terjadi pada Joshua. Laki-laki yang amat dicintai Seokmin dengan sepenuh hati.
Cipa baru saja kembali. Dia awalnya meminta izin untuk membeli minuman. Dia meninggalkan Seokmin yang sedari tadi hanya diam membisu tanpa mengucapkan kata-kata. Cipa sama sekali tidak terpikir untuk meninggalkan Seokmin.
Perempuan itu kaget ketika melihat si bangir yang tengah tertunduk sambil mengeluarkan air matanya. Seokmin tertunduk, dia tidak ingin siapa pun melihat air matanya yang jatuh untuk Joshua. Buru-buru ia menghampiri Seokmin yang tengah sedih dengan hati yang begitu sakit.
Siapa yang tidak sakit ketika mengetahui kekasihmu menderita penyakit yang amat parah?
Dan bahkan Joshua sama sekali tidak bisa diselamatkan. Itu yang membuat Seokmin merasakan sesak yang begitu dalam. Dia amat mencintai Joshuanya.
"Dika."
Suara lembut itu membuat Seokmin mengangkat kepala. Wajah sembab yang langsung membuat Cipa menangis hanya dengan melihatnya. Cipa sakit jika melihat Seokmin menderita seperti ini. Lupakan tentang pemutusan hubungan persahabatan mereka, Cipa hanya mau di sini menenangkan Seokmin!
"Dika, jangan nangis."
Cipa menghampiri Seokmin yang terduduk. Laki-laki bangir itu langsung menyandarkan kepalanya di perut Cipa. Dia merasa pusing. Cipa pun langsung memeluk kepala Seokmin yang bersandar di perutnya. Dengan tangan yang mengelus pundak Seokmin dengan lembut, seolah ingin menyalurkan energi yang ia punya agar Seokmin kuat menghadapinya.
"Lo tau tugas lo apa sekarang?" seru Cipa. "Tugas lo itu adalah ngedukung kak Shua biar dia termotivasi untuk sembuh. Lo dampingin dia, Seok. Lo-"
"Lo denger kan yang ibunya bilang tadi? Harapan dia sembuh itu kecil banget. Bahkan hampir nggak ada harapan Shua buat sembuh!"
Cipa tidak suka dengan ucapan itu. Dia tidak mau Seokmin menyerah hanya gara-gara ucapan Joshua yang terlalu pesimis akan kesembuhannya.
"Lo percaya takdir Tuhan? Tuhan nggak tidur, Dia bisa ngelakuin hal yang mustahil sekali pun. Termasuk nyembuhin kak Shua yang katanya nggak ada harapan buat sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ciao Seokmin [✔]
Fanfiction[ 3rd Ciao Seventeen Series ] Bersahabat sejak kecil, membuat Zhivanya maupun Seokmin menjadi serba tahu akan pemikiran masing-masing. Seokmin harus terbiasa dengan tingkah Zhivanya yang kekanakan, hyper, bawel, dan beberapa sifat lainnya yang sanga...