1| Ayna Zahya

256 16 0
                                    

Dia itu bagai awan. Tidak pernah bisa ku gapai. Sekalipun aku merasa bisa menggapainya, ternyata itu hanya ilusi semata.

~Musyrifatul Laili~

_______________________

Langit tampak cerah. Dengan semburat jingganya senja semakin menambah pesona indahnya.

Sejenak kesedihan yang selama ini meliputinya menghilang. Terganti oleh ketenangan yang selama hidupnya sangat jarang ia rasakan.

Gadis itu melangkah pergi, meninggalkan tempat favoritnya untuk menikmati senja selama ini. Langkahnya begitu anggun, dengan kain panjang yang menjuntai menutupi mahkotanya. Bibirnya tak henti menyenandungkan tasbih setiap memandang keindahan ciptaan Tuhan.

Dua tahun sudah.

Masih terekam jelas dalam ingatannya. Saat ia memutuskan untuk pergi meninggalkan segala kesedihan. Namun keputusannya untuk pergi, salah, karena sejauh manapun ia pergi, kesedihan itu masih saja terus mengurungnya.

Langkah gadis itu terhenti. Napasnya tercekat. Terlihat di depannya beberapa ibu-ibu tetangga kompleksnya tengah mengeluarkan barang-barang dari rumahnya.

Ada apa ini? Gadis itu tetap berdiri kaku. Rasa cemas, gelisah, sedih maupun marah mulai berkecamuk dalam benaknya. Otaknya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak seorangpun mampu menjawabnya.

Gadis itu tersentak saat seorang ibu-ibu meneriakinya. "Itu dia wanita murahannya sudah datang!"

Air mata sudah menggenang dipelupuk matanya. Ia masih belum mengerti apapun saat setelahnya ibu-ibu yang meneriakinya melangkah ke arahnya dan tanpa aba-aba menampar pipi kirinya. Gadis itu memekik tertahan, merasakan sensasi perih dan panas menjalar di pipinya.

Setelah sekian lama terdiam, dengan suara bergetar gadis itu bersuara. "Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Halah, jangan pura-pura tidak mengerti kamu, Ayna!" Setelah mengucapkan kalimat itu, ibu-ibu tersebut kemudian dengan santainya melemparkan tas yang berisi barang-barang Ayna.

"Cepat kamu pergi! Kami tidak mau kampung kami tercoreng gara-gara kamu."

Ayna semakin bingung. Kenapa ia harus pergi? Tercoreng? Dengan tanpa perasaan, ibu-ibu itu mendorongnya hingga terjungkal. Ayna masih tergugu saat mendengar berbagai makian yang ibu-ibu itu lontarkan kepadanya. Dengan tangan gemetar, Ayna memungut barang-barangnya. Allah ... Ke mana aku harus pergi?

Dengan langkah gontai gadis itu berjalan meninggalkan rumah yang selama dua tahun ini ia tempati. Sekarang ke mana ia harus pergi? Ayna tetap melangkah. Pikirannya kalut. Apakah ia harus kembali ke rumahnya yang sesungguhnya? Tidak. Ayna sudah memutuskan untuk tidak akan pernah kembali ke rumah itu. Sekarang rumah itu sudah bukan tempatnya untuk pulang. Rumah yang bahkan di dalamnya tak ada tempat untuk dirinya.

-o-

Langit sudah semakin gelap. Entah sudah berapa jam Ayna terus berjalan. Jalanan juga semakin sepi, hanya ada satu dua kendaraan yang lewat, itupun jarang.

Pikiran Ayna terus mengembara. Apakah ia harus ke Jakarta? Tapi ke mana ia harus pergi setelah sampai di kota itu. Ia sama sekali tak punya ongkos untuk pergi ke sana.

Musyrifatul LailiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang