"Langsung pulang?"
Lutut-lutut pegal diistirahatkan dengan cara melurus. Merasa belum puas dengan itu, lantaran latihan kali ini juga ia nilai lebih berat dibanding sesi sebelumnya, Kwon Soonyoung akhirnya rebah. Wajah bersimbah peluh itu tak kehilangan senyum gemilang bahagia, bahkan di kala napas tidak beraturan dan ruangan yang ditempati pengap oleh kerusuhan yang disebabkan sisa-sisa latihan mereka barusan.
Botol-botol kosong, handuk basah dan plastik makanan cepat saji berserak di lantai; teronggok pula di sudut ruang sejumlah poster disusun bertumpuk – titipan anggota unit kegiatan drama.
"Aaah... badanku sakit semua-"
"Mau kupijat?"
Orang pada umumnya akan menawarkan, baru setelah persetujuan didapat melaksanakannya. Akan tetapi Xu Minghao lebih suka beraksi duluan. Soal dapat persetujuan atau tidak belakangan.
Soonyoung mengeluarkan bebunyian lemah protes ketika anak lebih muda menariknya kembali duduk, lalu memijit kedua bahunya telaten. Ia bertanya-tanya apakah pijit sebelumnya menyamai level enak ini atau Xu Minghao baru menguasai teknik pijat dan kini tengah memamerkan hasil pembelajarannya.
Anak itu punya tekad baja, lagipula...
Jadi, ia tidak pernah heran acap kali Minghao memutuskan menekuni satu bidang ; longkap beberapa bulan kemudian tahu-tahu saja pemuda kurus itu datang dengan keahlian baru untuk ditambahkan ke dalam daftar panjang kebisaannya – tak pelak lagi memercik api iri Soonyoung.
Sementara itu, relaksasi otot tegang Soonyoung mulai terlihat dari kepulihan rona muka pemuda terkait.
"Mumu, kaubelum jawab pertanyaanku...~"
"Tidak."
"Apa?" Berusaha menoleh guna melihat tampang seperti apa yang adik tingkatnya kenakan, (karena ia yakin pasti mengesalkan), namun Minghao sudah lebih dulu menghalangi dengan cara menahan kepala Soonyoung dari bergerak-gerak.
"Bukan belum, tapi tidak. Pertanyaanmu kurang penting, hyung." Kakak tingkatnya itu selalu mengulang hal sama setiap latihan usai dan Minghao rasa bentuk 'perhatian' semacam itu tak perlu (walau jangan salah, sebetulnya ia suka).
"Ouch." Memeragai keterkejutan berlebih dengan tangan yang lebih terampil dalam keseharian terletak di dada (sehingga kelihatannya malah seperti terserang asma), kali ini Soonyoung berhasil membebaskan diri dari kungkung kedua tangan Minghao pada sisi kepala ; lantas menembakkan tatap pedih yang langsung menghantam si pemuda Cina bak laser. "Ke mana perginya adik kelas manisku? Kaupasti bukan Mumu asli!"
Niatan menghela napas berat mesti tertunda sejenak. Nada mendayu yang Soonyoung pergunakan padanya selalu berhasil menarik kekeh keluar dari pribadi 'kering-akan kesenangannya'. (Omong-omong, itu istilah yang seenaknya Soonyoung pakai sebagai deskripsi kepribadian kaku Minghao. Pula acuh tak acuh anak bersangkutan seakan menjustifikasi Soonyoung terhadap pemakaian istilah tersebut sekalipun Minghao tak ada maksud.)
"Aku tidak ingat pernah bersikap manis pada hyung."
... Lagipula siapa itu Mumu-
Merasa tertantang, Soonyoung berbalik badan. Kendati tampil imut-imut, ia tahu betul cara memanipulasi keadaan supaya memihaknya. Seringai membelah bibir – kian melebar tatkala didapati si adik tingkat menelan ludah. Tidak sengaja, pasti. Terang-terangan mengizinkan orang lain tahu ia sedang grogi sama sekali bukan karakter seorang Xu Minghao.
KAMU SEDANG MEMBACA
belahan jiwa [GyuHao]
Fanfiction21. Pasangan-pasangan lain dipertemukan ketika salah satu atau keduanya berusia delapan, sembilan belas tahun. Tetapi Minghao...? Bagaimana dengannya? Di manakah gerangan si Belahan Jiwa? {Soulmate!AU ♡}