Di sebuah restoran yang tidak dapat dikatakan sederhana, (dengan dekorasi interior Skandinavia mewakili kesukacitaan jua ramah tamahnya); tiga wira mengambil tempat duduk dekat toilet menghancurkan nuansa hangat restoran keluarga tersebut dengan bauran ekspresi masam mereka.
Kim Mingyu, duduk di sisi kiri meja ; empat kali menolak tawaran menu dari pelayan yang lewat sehingga kerusuhan mulai timbul dari pihak staf restoran, termasuk yang di dapur, entah harus bagaimana menghadapi pelanggan model begini. Diusirkah...?
Tapi sayang, dong. Ganteng, sih.
[Penulis hanya menyuarai suara-suara terpendam para mbak di sana.]
"Jadi,"
Choi Seungcheol yang tengah bermain Tik Tok di ponselnya bersama Wen Junhui sebagai bentuk pelarian dari ketegangan suasana pada meja nomor tujuh ini, meja mereka, terkesiap – ponsel negeri ginseng keluaran terbaru miliknya nyaris terlempar ke udara, pula.
Untung.. untung tidak-
Sesak napas sedetik ia dibuat.
Wen Junhui sendiri baru saja merasa rileks sesaat setelah bokong menyentuh lapisan tempat duduk bertekstur halus. Berbelaskasihlah padanya.. Sudah diancam tak dapat jatah selama sebulan, sekarang mesti terjebak di antara Seungcheol yang walau luarannya tampil kalem, tetapi dalamnya luar biasa belingsatan; juga Mingyu yang perlahan bertransformasi dari anjing ras Leonberger jinak jadi seekor macan tutul yang –jelas– jauh dari kata jinak.
"Jadi?" Niatnya adalah memimikkan keseriusan Mingyu, namun suara yang keluar terdengar tak ubahnya cicitan bebek jantan terjepit potong balok kayu. Junhui mau pulang saja.
Di antara ketiga orang itu kelihatannya tidak ada menyadari lirik genit sekaligus penasaran berkala dari sejumlah gadis yang lalu lalang.
Seungcheol buru-buru bicara. "Aku, –kami– [angguk dilempar ke arah Junhui seakan menyatai: tenang, serahkan padaku] punya banyak teman, seperti yang kausendiri ketahui, mana mungkin kami tahu salah satunya merupakan jodohmu, 'kan?"
Si wira berkulit kecokelatan membuang napas. Hal tersebut dilakukan berbarengan muka dipaling ke samping kanan. Tak terlalu jauh dari meja mereka berdiri kokoh manekin perempuan yang tidak pada tempatnya, sungguhpun manekin itu mengenakan pakaian adat tradisional. "Bukan itu yang kupermasalahkan,"
"Bukan?" Junhui buka suara setelah melalui bersekon tak nyaman menonton adik tingkatnya itu diam saja. Biasanya petakilan, soalnya.
"..hmm, sebenarnya itu juga, cuma ada lagi...."
Kedua wira lain mengkhidmat hening sampai Mingyu menyambung.
"...apa yang dia maksud 'jatah'?"
Aaaah.
Baik Junhui maupun Seungcheol mendadak mulas.
◘
Pesan Teks
Rabu, 7 Juli 19.37Minghao:
Hyung <
Hyung <
Hyung <
H <
:( <
KAMU SEDANG MEMBACA
belahan jiwa [GyuHao]
Fiksi Penggemar21. Pasangan-pasangan lain dipertemukan ketika salah satu atau keduanya berusia delapan, sembilan belas tahun. Tetapi Minghao...? Bagaimana dengannya? Di manakah gerangan si Belahan Jiwa? {Soulmate!AU ♡}