O1: Flash

3.8K 936 304
                                    

“Kalo degdegan dikejar rentenir apakah itu juga termasuk cinta?”


“Sial! sial!  sial!”

Sembari umpatan dilayangkan, Seongwu melangkahkan kakinya cepat sesekali menengok ke belakang saat mendapati dua pria dewasa berotot dengan muka garang beserta kalung-kalung emas berantai menemukan dirinya yang baru keluar dari salah satu warnet langganannya untuk main dota.

“Wah anjir gawat nih.”

Langkah kakinya makin cepat untuk menjauh, langit yang menghitam bukan alasan Seongwu membiarkan matanya kabur untuk melihat jalan yang dipijak. Konsentrasinya seketika muncul, wajahnya menegang.

“HEH KAMU! SEONGWU! BERHENTI.”

Teriakan dari suara baritone didengar gendangnya, Seongwu menengok ke belakang lagi dan mendapati dua pria besar itu mengambil ancang-ancang untuk lari.

Seongwu terdiam dan menengadahkan kepalanya, “Kenapa gue harus susah ya tuhan..”

Kata-katanya sendiri belum dihabiskan, Seongwu sudah melayangkan kaki untuk berlari secepat mungkin, hatinya berdoa semoga kedua bapak rentenir itu tak sampai menarik kerah bajunya dan menonjoknya sampai mati.

Seongwu berlari sekencang-kencangnya menapaki kota Jakarta dengan kemeja putih dan celana bahan hitamnya. Tak ada perhiasan yang ditangkup ataupun dompet yang dipeluk seperti dia jadi pencuri yang dikejar korban. Padahal kalau mau tahu dia yang sebenarnya jadi korban bunga tetapan rentenir yang besar sekali. Nauzubillah

Keringat mengucur di dahi, hatinya terus menggumamkan kata umpatan alih-alih bukannya malah berdoa diselamatkan.

Kedua pria dibelakangnya masih berusaha menggapai ujung bajunya dengan teriakan-teriakan menghentikan. Badan besar mereka memecah keramaian orang-orang, lengan berotot dipakai untuk membuka jalan agar lebih mudah mengejar Seongwu yang terus berlari di trotoar.

“SEONGWU! BERHENTI!”

“NGGAK MAU!”

Kakinya sengaja diarahkan menuju gang yang ia tahu menembus ke suatu jalan raya yang dipinggirnya banyak pedagang kaki lima, dan pastinya ramai banyak orang.

Seongwu masih berlari. Kakinya menuruti otak yang menyuruh untuk belok, lurus, ke kanan, ke kiri, lalu–

Bruk!

“HAYO! JATOH HAYO! TAK' TANGKEP NIH!”

Seongwu tersungkur saat batu bata tiba-tiba menahan kakinya untuk berlari, matanya tak kuat ingin menangis saja saat mendengar salah satu bapak rentenir yang berada 50 meter di belakangnya mencoba menggoda. Derap langkah kaki berlari makin dekat seiring Seongwu ingat mati, semangat Seongwu tak akan padam. Tubuhnya diangkat dan berlari lebih cepat tak peduli ada luka atau tidak. Setidaknya itu tak seberapa dibanding nanti ia ditonjok oleh kedua lelaki besar itu.

Vespa [OngNiel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang