01. Awal

108 24 4
                                    

12 Januari 2063

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

12 Januari 2063

Gadis itu duduk sendirian di salah satu distro yang kumuh dan sudah rusak. Menatap sekelilingnya dengan tatapan kosong. Terbesit di hatinya untuk membagikan apel segar yang baru saja dipetiknya kepada orang-orang yang kelaparan.

Diambilnya sebuah jaket usang di sampingnya lalu memakainya untuk melindungi dirinya dari cuaca yang tidak menentu akibat bom yang dikirimkan ketika perang antar kekuasaan berkecamuk.

Ia berjalan menatap sekelilingnya dengan perasaan iba. Terlihat seorang ibu yang kesulitan menidurkan anaknya yang masih bayi, tampak pula seorang anak kecil membuka tong sampah lalu menutupnya dengan kasar.

Tak lama kemudian ia tersenyum hangat lalu membagi-bagikan apel miliknya kepada ibu dan anak kecil tadi. Ucapan terimakasih dan julukan 'dewi' selalu ia dapatkan setelah melakukan hal tersebut. Namun, itu bukanlah tujuannya. Ia hanya ingin membantu orang-orang lemah disekitarnya yang mungkin dapat menambah pahalanya.

Setelah puas membagi-bagikan apel miliknya, gadis itu singgah sebentar disalah satu toko yang sama rusaknya dengan tempat sebelumnya hanya untuk sekedar beristirahat.

Ditatapnya langit-langit di atasnya yang sudah tidak biru lagi, akibat asap-asap yang ditumbulkan dari pembangunan kota besar yang akan menampung para petinggi di seluruh dunia.

Terbayang masa kecilnya ketika ia dapat mencium pipi kedua orangtuanya dan bermain bersama teman-temannya. Ia meringis, mengingat kedua orangtuanya adalah seorang ilmuwan terkemuka.

Air mata berjatuhan menghiasi pipi mungilnya ketika teringat saat ia dipaksa berpisah dengan kedua orangtuanya dan tinggal sebatang kara di dalam neraka dunia ini.

Namun, ia terlalu baik jika air matanya digunakan hanya untuk menangisi orang-orang egois yang telah menghancurkan impian anak-anak muda seperti dirinya.

Diambilnya keranjang apel yang masih layak dipakai disebelahnya lalu berjalan menuju hutan yang cukup jauh tempat ia memetik apel tadi pagi.

SREK... SREK...

Daun-daun dibawahnya yang sudah kering menimbulkan suara ketika diinjak. Namun, itu adalah suatu kesenangan baginya karena masih dapat mendengar suara selain gemuruh bom yang saling dikirimkan.

Ia berhenti disalah satu pohon apel yang cukup rindang lalu memetik buahnya yang masih segar.

SREK... BRUK...!!!

Sebuah suara sukses memberhentikan tangannya untuk memetik apel merah di atasnya. Kemudian berjalan kearah sumber suara.

Begitu terkejutnya ia ketika mendapati seorang gadis seumurannya yang sedang duduk menenggelamkan kepalanya, menangis tanpa suara sambil memegangi kakinya yang berdarah. Di sebelahnya terdapat keranjang berisi buah-buahan yang masih segar.

Dengan cepat ia merobek kain yang ada di lengannya lalu membalut luka gadis yang baru saja ditemuinya. 

Berkat mamanya, yang dulunya bekerja sebagai dokter, ia dapat mengobati luka gadis itu dengan baik.

"Jangan menangis, lukamu sudah sembuh" ujarnya lembut sambil mengelus rambut gadis didepannya dengan lembut.

Tampak terkejut, gadis tersebut mendongakkan kepalanya lalu cepat-cepat berdiri dan menghapus air matanya.

Matanya menatap kearah luka di kakinya lalu berganti memandang gadis yang telah mengobatinya.

Gadis baik yang telah mengobati lukanya tersebut mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, aku Kara"

Tampak ragu ia membalas uluran tangan gadis di depannya. "Ha.. hai, a... aku.. Ly.. lynna" balasnya sedikit sesenggukan.

Kara tersenyum manis kepadanya. Lalu menatap keranjang dibawahnya.
"Kau juga memetik buah disini ? Tapi kenapa aku tidak pernah melihatmu ya ?" Tanyanya sambil berjongkok membereskan buah-buahan yang sedikit berserakan ke keranjang di sebelahnya. Tanpa mengenalnya lebih dekat pun, Lyna tau kalau gadis bernama Kara ini sangat baik untuk ukuran manusia di zaman sekarang.

"Ini, lain kali hati-hati ya, karena disini banyak tanaman yang cukup tajam dan dapat melukai kakimu" ujar Kara sambil menyodorkan keranjang buah di hadapan Lyn.

Ragu-ragu Lyn menerimanya. Setelah ia menerimanya, Kara tersenyum lantas berbalik.

"Tunggu..!!" Tiba-tiba Lyn memanggil Kara dan membuat gadis itu berbalik menatapnya. "Kenapa... kenapa kau peduli padaku ?" Tanya Lyn penasaran.

Mendengar hal itu, Kara hanya tersenyum lalu dengan ringan mengatakan, "Apakah aku harus punya alasan untuk membantu sesama ?"

Mendengar jawaban Kara, Lyn tertegun sesaat. Saat itu ia sadar, bahwa gadis didepannya ini... berbeda dari orang-orang yang selama ini ditemuinya. Lyn mendongak menatap Kara yang sedikit lebih tinggi darinya. Gadis itu sangat cantik, dengan rambut pirang dan mata birunya yang sama dengannya. Untuk pertama kalinya Lyn tersenyum tulus kepadanya."Terimakasih, kau sangat baik padaku. Um..., apa aku boleh ikut denganmu ?" Ragu-ragu Lyn bertanya.

Kara yang mendengarnya membulatkan matanya lalu tersenyum senang. "Tentu boleh..., memetik buah pasti lebih menyenangkan jika bersama-sama" ujarnya semangat. Tidak ada keputus-asaan di dalam matanya.

Lyn mengangguk lalu tersenyum kepada Kara . Ia sadar bahwa kini ia tidak sendirian lagi. Begitupun dengan Kara yang merasakan hal sama dengannya.

🌏

________________________

Wkwkwk.... gimana ceritanya ?

Cast Kara aku ganti Emma Watson, tapi terserah kalian mau milih Jade atau Emma... atau yang lain juga boleh, yang penting tetep baca #ahayy :)

Jangan lupa vote wankawan

~ Z.

RETURN  [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang