6. Aku Pasti Tanggung Jawab

394 64 11
                                    


Jimin sedang mengobrol dengan Taehyung di Coffe Shop yang ada di kantornya. Tertawa renyah ketika pria berhidung lancip itu memberikan guyonan kecil pda Jimin.

" Tentu saja itu lucu."

" Ah aku sungguh malu kala itu, oh ya bagaimana dengan Ryujin? "

" Dia menarik, baik dan can- "

Jimin menghentikan ucapakannya ketika melihat Suga yang berjalan menunduk seperti memikul beban yang berat. Meskipun Jimin tau bahwa Suga sangat suka mengantuk dan lelah tapi kali ini bukan seperti ini. Sangat berbeda.

" Taehyung aku permisi sebentar."

" Ya. Kita belum selesai"

Jimin bergegas meninggalkan Taehyung dan berjalan menghampiri Suga yang tengah menunggu pesanannya

" Apa yang membuatmu murung, Hyung ? "

Suga yang melihat Jimin sudah berdiri disebelahnya hanya bisa pasrah. Dan mengambil alih kopi pesanannya dari tangan seorang pegawai.

" Hyung."

Jimin mencegah lengan tangan Suga. Membuat Suga mau tidak mau menghentikan langkahnya.

" Ada apa ? apa keluargamu terkena masalah lagi ? "

" Hentikan, Jimin-ah.. "

" ...."

" Jika kau masih mencintai Nana, Hentikan semua kebodohanmu. "

" Aku tidak mengerti. "

" Sejak awal aku ingin merebutnya darimu, jadi jangan menyesal. "

Suga berlalu begitu saja setelah menepuk bahu Jimin. Sedangkan Jimin masih diam membeku dengan ucapan Suga. Nana ? memangnya apa yang salah dengan Jimin dan Nana ? Mereka bahkan sudah terpisah dunia. Dan apa yang Jimin perbuat hingga Suga mengatainya bodoh. Meskipun ini bukan yang pertama namun Jimin merasa memang ada sesuatu yang disembunyikan sosok yang kini telah hilang dari pandangan Jimin.


****

Namjoon mengusap bahu Nana, seiringan dengan tetesan hujan yang sedang turun membasahi sepatu brown yang digunakan Namjoon. Sedangkan Nana sibuk menabur bunga mawar putih disebuah gundukan kecil.

" Kalian disini ? "

" Kau datang juga kesini ?"

" Iya, tadinya aku kerumah tapi rumah kalian sepi "

"Terimakasih sudah mengurus makamnya. Kata Kak Namjoon, kau yang rajin mengunjunginya karena kak Namjoon sibuk mengurusku"

" Tidak masalah "

" Tentu itu masalah tuan Min"

" Bolehkan aku menabur bungaku disini ?"

" Tentu. Bahkan kau lebih pantas dari pada aku "

Suga ikut menabur bunga mawar merah muda sembari menatap gundukan di depannya.

" Aku harap kau tidak menyesal"




*****

Jimin tersenyum senang ketika mendapat tatapan dari lawan bicaranya. Suga justru sebaliknya, menatap Jimin penuh kebencian. Sebuah kertas tebal tercetak indah dengan warna paduan silver dan emas yang di design sedemikian apik. Ada nama Suga, begitu juga Jimin dan seorang nama perempuan. Suga membuka laci meja kerjanya kasar, menaruhnya asal di dalam laci.

" Kau tidak ingin membukannya?"

" Aku ada urusan"

" Mau kemana ?"

" Rahasia "

Suga mengambil jas kerjanya dan berjalan meninggalkan Jimin. Sedangkan Jimin kali ini cemberut, kesal karena Suga seperti memberi jarak padanya padahal Jimin ingin bercerita banyak. Dalam kesunyian yang masih menyelimuti, Jimin bergegas ke kursi kerja Suga. Berulah usil untuk mengerjain sepupunya itu.

" Dimana dia menaruh spidolnya"

Jimin membuka satu persatu laci di meja kerja Suga.

" Haruskah aku membelikannya tempat pensil , agar mudah diambil. Hh .. " Helaan nafas Jimin terdengar sedih. Suga tidak terlalu memperhatikan hal – hal seperti itu. Dia lebih perfeksionis ketika itu menyangkut piano, keyboard, gitar, atau alat musiknya. Bisa puluhan kali dalam sehari Suga membersihkan debu yang menempel pada semua alat musiknya, bahkan salah penempatan pun bisa membuat Suga berfikir seharian.

" Oh, apa ini "

Jimin mengambil sesuatu dari laci Suga yang mengalihkan pandangannya

" Bukankah ini.."

" Ah tidak mungkin"

" Apa yang Suga hyung lakukan selama ini, apa karena hal ini dia selalu sibuk "

Jimin buru – buru mengantongi persegi putih itu ke saku jasnya dan buru – buru keluar dari ruangan Suga



******

Nana memeluk perut Suga, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Suga. Memang tak senyaman dada Jimin yang Nana kagumi. Sangat hangat dan nyaman. Senyum tipis kini menghiasi bibi Nana saat tangan kekar Suga sudah berani mengusap surai hitamnya

" Kamu sangat kuat "

Nana hanya bisa tersenyum miris. Walaupun Nana bersandar pada dadanya namun Suga dapat merasakan hembusan ketakukan yang barusan Nana keluarkan

" Aku pasti tanggung jawab"

IHPJM Season 2Where stories live. Discover now